Pembahasan mengenai Pilgub DKI Jakarta di tahun 2017 mendatang banyak diperbincangkan oleh setiap kalangan masyarakat akhir-akhir ini, Ahok dan Heru yang maju melalui jalur independen menjadi satu-satunya calon Gubernur diantara nama-nama bakal calon yang akan diusung oleh partai. Elektabilitas Ahok yang tinggi didasari hasil survey beberapa lembaga menjadikan partai-partai memutar otak mencari sosok "pemimpin" yang mampu menyainginya dan tepat bagi masyarakat Jakarta, para bakal calon pun berupaya menarik simpatik rakyat dengan berbagai macam cara.
Berbicara soal mencari sosok pemimpin bukanlah layaknya menerbalikkan telapak tangan, jangankan pemimpin negara, pemimpin daerah, pemimpin partai, sampai ke pemimpin keluarga kesemuanya menguras pikiran sebelum adanya keputusan. Walaupun masing-masing punya tugas dan tanggungjawab berbeda namun poin utama dari seorang pemimpin adalah figur yang dapat memberikan panutan atau contoh teladan kepada siapa yang ia pimpin, penilaian apakah ia jujur, bijaksana, dan sebagainya bukanlah dari keluar dari mulutnya melainkan tercermin dari bagaimana orang memandangnya.
Oleh karena itu cikal bakal menjadi seorang pemimpin yang besar harus terlebih dahulu berhasil melalui tahapan, antara lain :
1. Pemimpin bagi dirinya sendiri.
Sebagai seorang pemimpin sebelum ia menjadi panutan bagi orang lain maka ia harus lebih dahulu berhasil menjadikan dirinya sebagai "role model" didalam kehidupan sehari-hari, apakah dari kejujurannya, kedisiplinannya, kecerdasannya, bijaksananya, dan sifat sikap positif lainnya. Ia harus mampu melawan egonya, menanggalkan kepentingan pribadi untuk kepentingan khalayak orang banyak.
2. Pemimpin bagi keluarga.
Pemimpin yang baik tercermin dari bagaimana ia memimpin keluarganya, apakah ia sebagai pemimpin keluarga (suami) maupun pemimpin rumah tangga (istri) sama-sama memiliki fungsi vital. Keluarga layaknya sebuah negara kecil dimana birokrasi yang simple terbentuk didalamnya dan setiap keputusan menentukan masa depan keluarga seperti apa. Anak layaknya rakyat dimana membutuhkan panutan dari kedua orangtuanya dan sebagai tolak ukur dari pencapaian.
3. Pemimpin bagi masyarakat.
Setelah seseorang berhasil menjadi pemimpin bagi dirinya dan keluarga barulah seseorang dapat dikatakan layak menjadi pemimpin bagi masyarakat dimana tanggungjawab yang diembannya jauh lebih besar. Namun sebagai pemimpin masyarakat ia pun harus dapat berfungsi sebagai motivator, seseorang yang mampu memberikan contoh sekaligus menumbuhkan semangat (optimisme) bahwa masa depan yang baik dapat diraih dan hal tersebut perlu dilakukan secara bersama-sama. Ia pun harus menjadi figur yang mampu mempersatukan dan memberikan solusi dikala kebuntuan, dengan demikian rasa hormat, cinta, dan kepercayaan masyarakat terbentuk dengan sendirinya bukan didasari pencitraan semata.
Dinamika yang terjadi di Indonesia dengan segala perbedaan yang dimilikinya membutuhkan sosok pemimpin yang tak cukup hanya berwibawa tetapi juga bersikap adil serta tegas, tak ada selain Penulis harapkan semoga Indonesia dikedepannya lahir figur-figur pemimpin besar yang dapat memajukan dan mempersatukan bangsa ini. Demikian artikel Penulis, mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H