Terakhir kali Penulis berurusan dengan asuransi tepatnya awal tahun 2009 lalu ketika Penulis menderita demam berdarah dan tipus sehingga harus menjalani rawat inap selama 10 hari di rumah sakit. Mengenai asuransi itu sendiri pun bisa dibilang dikarenakan faktor sebagai seorang pekerja diharuskan mengikuti asuransi yang kantor berikan, kartu asuransi Penulis dapatkan tanpa banyak informasi mengenainya. Setelah menjalani 10 hari masa penderitaan yang teramat sangat, mengingat asuransi yang Penulis dapatkan mencakup jaminan kesehatan maka Penulis pun melakukan klaim melalui kantor tempat Penulis bekerja saat itu. Kantor pun memberitahukan syarat-syarat yang dibutuhkan untuk proses klaim, memang proses klaim bisa dibilang cukup mudah namun memakan banyak waktu karena kurangnya informasi mengharuskan Penulis bolak balik berurusan dengan dokumen-dokumen dari rumah sakit untuk melengkapi syarat yang diminta. Beberapa minggu kemudian kabar klaim yang Penulis ajukan diterima dan Penulis mendapatkan berapa persen dari nominal besaran biaya ketika di rumah sakit.
Dari apa yang Penulis alami diatas Penulis menyimpulkan memang tampaknya memiliki asuransi begitu membantu akan tetapi tidak menjadikan asuransi sebagai suatu hal yang diwajibkan. Konteksnya begini sebagai gambaran asuransi jaminan kesehatan jika diberi pertanyaan "siapa yang mau sakit?", tentu tidak seorang pun yang mau sakit. Namun ketika pertanyaan selanjutnya "siapa yang tidak akan sakit?", tentu jawabannya semua orang pasti mengalami sakit. Namun kapasitas sakit ini orang akan menganggap suatu hal yang tidak bisa diprediksi seperti apa dan kapannya, alhasil ketimbang berangan-angan sakit maka pribadi pun lebih memfokuskan diri bagaimana agar ia hidup sehat dan mencegah agar tidak sakit. Adanya asuransi lebih terfokuskan kepada suatu hal yang dianggap lebih penting dan bernilai semisalkan aset berupa rumah maupun mobil, sedangkan asuransi yang menyangkut pribadi lumrah bagi para pekerja mereka sudah miliki dari perusahaan tempat mereka bekerja. Oleh karena alasan tersebutlah maka seseorang jarang sekali berniat untuk menambah asuransi yang lainnya.
Pertanyaannya sekarang bagaimana mereka yang bukan pekerja dan tidak dicover oleh asuransi? Lingkup pola pikir manusia bahwa asuransi umumnya adalah suatu proses setelah kejadian berupa klaim, maka dari itu kebanyakan individu menganggap asuransi sebagai sesuatu yang tidak begitu diminati dikarenakan asuransi hanya dapat menolong setelah kejadian. Terkait berapa besaran nominal nilai klaim atau fasilitas apa saja yang ditawarkan oleh perusahaan jasa asuransi disesuaikan dengan premi asuransi yang individu harus setorkan, pada intinya besaran nominal dan fasilitas tersebut baru kita dapat manfaatkan nanti disaat dan setelah kejadian. Belum lagi gambaran betapa ribetnya mengurus klaim menjadi pekerjaan tambahan baik beban pikiran maupun membutuhkan waktu yang tidak sedikit ketimbang proses mendaftar keikutsertaan terhadap suatu produk asuransi. Selayaknya asuransi menggambarkan sosok diri mereka sebenarnya dimana pihak asuransi memberikan janji manis kepada peserta asuransi, namun ketika peserta asuransi membutuhkan jasa asuransi justru malah dipersulit. Wajar bila dikatakan karena menyangkut klaim tersebut tidak bisa asal mudah diberikan, sesuatunya harus jelas dan selayaknya harus disertakan bukti atau syarat-syarat yang berlaku untuk menebusnya akan tetapi mengapa tidak diberikan kemudahan prihal tersebut? Oleh karena gambaran itulah kebanyakan orang malas berurusan dengan asuransi lebih dikarenakan proses klaim yang susah dibandingkan iming-iming janji dari promosi yang sering diutarakan para agennya. Kemudian ada yang terkadang membuat ill feel terhadap asuransi yaitu gambaran apa yang dilakukan perusahaan asuransi kepada para agennya dengan memberikan bonus yang terkadang diekpos besar-besaran seperti memperlihatkan bahwa mereka secara tidak sadar sedang bersenang-senang diatas premi asuransi para nasabahnya dapat dibilang sungguh sangat memprihatinkan. Keengganan masyarakat terhadap asuransi bukanlah dikarenakan minimnya promosi, akan tetapi bahwa ada pola yang harus diubah oleh jasa asuransi menanggapi apa saja yang menyebabkan masyarakat kurang berminat akan produk asuransi yang mereka tawarkan. Demikian artikel Penulis, mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Semoga bermanfaat dan terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H