Mohon tunggu...
Reno Dwiheryana
Reno Dwiheryana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger/Content Creator

walau orang digaji gede sekalipun, kalau mentalnya serakah, bakalan korupsi juga.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mengambil Hikmah dari Peristiwa "Juke Maut".

13 Februari 2015   22:34 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:14 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekilas sesampainya Penulis di rumah setelah melaksanakan shalat Jumat membaca berita online Kompas (Jumat, 13/2/2015) mengenai peristiwa lakalantas di obyek wisata Pantai Panjang Bengkulu dimana sebuah mobil terlibat kecelakaan mengakibatkan tewasnya dua mahasiswi dan empat orang luka parah.

Lakalantas mungkin sudah sesuatu yang sering terjadi, namun apa yang membuat miris ketika membacanya yaitu bahwa siapa yang mengendarai mobil tersebut hanyalah seorang siswa SMP berumur 15 tahun dimana secara syarat peraturan berlaku saja belum layak memiliki Surat Ijin Mengemudi. Singkatnya sesuai pasal 310 ayat 4 UU lalu lintas nomor 22 tahun 2009 dikarenakan pelaku masih dibawah umur (belum 17 tahun) dan statusnya masih sebagai pelajar maka pelaku tidak dipenjara.

Semua tentu tidak menginginkan musibah terjadi menghampiri, namun jikalau tetap terjadi maka sebagai seorang manusia kita harus berserah diri (ikhlas), mengamati peristiwa ini walau pribadi ada rasa geram akan tetapi jauh lebih bijak dan lebih baik jikalau kita mengambil hikmah dari apa yang terjadi. Dalam artikel ini pun Penulis tidak ingin mencari siapa yang harus disalahkan, apa yang terjadi sudahlah terjadi dan kedepannya dari hikmah yang didapat dari kejadian tersebut semoga saja peristiwa yang sama tidak terulang kembali dan menjadi pembelajaran bagi kita semua untuk masa yang akan datang.

Hikmah apa yang Penulis dapatkan dari peristiwa "Juke maut" ini adalah begitu pentingnya peran orang tua, dalam cakupan bahwa peran orang tua disini bukan saja hanya memanjakan anaknya penuh dengan materi semata namun minim perhatian dan kasih sayang. Pendidikan internal utama didapatkan dari keluarga dan anak mendapatkan pendidikan tersebut tentu semuanya dari bagaimana orang tua berperan.

Menanggapi peristiwa tersebut Penulis menghimbau kepada para orang tua agar jangan terlalu memanjakan anaknya dengan memberikan apa yang mereka kehendaki, jikalau memang harus maka bijaklah dalam memberikan sekiranya memperhatikan bentuk yang diberikan layak atau tidak anak dapatkan.

Apabila diperlukan maka layangkan syarat agar anak juga ikut serta menilai pendapat yang orang tua berikan sekaligus motivasi bagi dirinya, sebagai contoh apabila juara kelas maka anak akan dibelikan sepeda, anak akan diberi ponsel jikalau sudah SMP, anak boleh mengendarai kendaraan bermotor setelah 17 tahun dan memiliki SIM, dan lain-lain sebagainya. Inilah yang perlu ditanamkan orang tua kepada anak, perannya sebagai motivator bagi sang anak sehingga anak terdidik untuk terus berusaha agar mencapai apa yang diinginkannya.

Jangan karena sebatas alasan materi sebagai bentuk kasih sayang maka orang tua dengan mudahnya menyetujui semua apa yang anak kehendaki, jikalau tidak terjadi apa-apa semua akan baik-baik saja namun kalau sebuah kejadian yang melibatkan anak sampai-sampai ada sangkut pautnya dengan kerugian yang dialami oleh orang lain kembali lagi orang tua yang dibuat kelimpungan.

"Baik buruknya anak, baik buruknya orang tua"

Kita sering mendengar pepatah "buah jatuh tidak jauh dari pohonnya" tentu sebagai orang tua selalu ingin yang terbaik bagi anaknya baik menjadi sosok contoh bagi anak serta memberikan (mengakomodir segala kebutuhan) yang terbaik bagi anak.

Namun sangat pentingnya pula sebagai orang tua menanamkan "rasa bersyukur" sejak dini kepada anak, rasa bersyukur ini berfungsi agar si anak paham dan mengerti keadaan yang dimiliki orang tuanya sebagaimana pula si anak paham benar akan statusnya sebagai anak.

Dengan rasa bersyukur ini si anak dapat mengira-ngira kemampuan yang orang tua miliki dan menahan diri untuk mendapatkan sesuatu walau ia inginkan sekali. Untuk dapat terwujudnya rasa bersyukur tersebut butuh jalinan komunikasi yang baik antara orang tua dan anak, komunikasi secara verbal berkelanjutan sehingga tercipta kedekatan rasa pengertian diantara keduanya.

Pendidikan internal bermula didalam rumah, isi rumah dengan bentuk kasih sayang agar anak betah guna meminimalisir dampak negatif yang didapatkannya diluar, semisalkan pergaulan. Lakukan interaksi kegiatan didalam keluarga agar tercipta suasana hangat didalamnya dimana anak merasa lebih diterima ketimbang dengan apa yang ia dapatkan diluar.

Anak memang tetap membutuhkan interaksi diluar, namun cara demikian bermanfaat disaat anak keluar dari lingkup rumah sekiranya ia dapat menilai mana yang baik untuk dirinya dikarenakan ia mendapatkan contoh dari sosok yang patut ditiru yaitu "orang tua". Demikian artikel Penulis, mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Semoga ada hikmah yang kita dapati dari peristiwa tersebut, semoga artikel ini dapat bermanfaat dan terima kasih.

Artikel terkait :

Sekolah dan Keluarga Mengajarkanku Melanggar Hukum.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun