Sungguh sedih membaca berita penyanderaan balita yang bernama Almas Khairul Basyar alias Rafa (4 tahun) yang terjadi Jumat 22/05/2015. Bocah tak bersalah itu harus mengalami kekerasan dari pelaku penyanderaan yang menyayat kedua pahanya. Kisah tragis ini berawal dari cekcok rumahtangga antara Aji Saputra (25) dan Wati (21) yang tinggal di kawasan Cilincing Jakarta Utara, sebelah timur pelabuhan Tanjung Priok
Aji, lelaki asal Indramayu itu bekerja serabutan sebagai buruh harian, nelayan dan pengamen. Wati bercerita bahwa saat mengamen ia kerap dikeroyok orang yang menguasai tempat tersebut karena Aji tidak memperhatikan setiap wilayah sudah ada pengamennya.
Kamis malam ia didatangi seseorang yang menagih utangnya sebanyak dua juta rupiah yang membuatnya emosi dan kemudian memarahi istrinya. Wati, istrinya yang ketakutan lari mengungsi ke rumah kakaknya Soleh yang tinggal tak jauh dari rumah kontrakan mereka. Aji juga melarang Wati membawa anaknya.
Esok paginya saat ia kembali ke rumah mereka kembali bertengkar karena Wati dilarang menyusui anaknya. Saat itulah, Soleh kakaknya dan istrinya datang melerai. Alih-alih dapat mendamaikan, Soleh malah diserang Aji yang mulai kalap. Aji yang bersenjata pisau lalu menusuk Mulyani istri Soleh hingga tewas di tempat. Aji lalu melarikan diri.
Warga yang melihat kejadian itu mengejarnya namun pelaku masuk ke rumah warga bernama Dahlia yang memiliki tiga anak. Dahlia dapat menyelamatkan dua anaknya namun seorang anak yakni Rafa disandera pelaku. Aji kemudian menyayat kedua paha Rafa sebelum akhirnya ia ditembak mati polisi karena melawan. Dari hasil pemeriksaan, pelaku diketahui mengkonsumsi zat psikotropika .
Hingga kini Rafa bocah polos itu masih mengalami trauma. Dahlia, ibundanya menjelaskan Rafa nampak murung dan ketakutan. Ia juga selalu kaget mendengar suara keras atau suara pintu terbuka. Kain perban masihmenutupi luka-luka kakinya. Saat ini Rafa diungsikan di rumah neneknya.
Tak dapat dipungkiri anak-anak rawan terhadap peristiwa kejahatan di sekitar kita . Kejadian inipun kembali mengingatkan kita betapa kita tinggal di tengah dunia yang sarat dengan berbagai macam beban hidup. Dan seringkali anak-anak tak berdosa menjadi korbannya. Masa kanak-kanak yang seharusnya dapat dilewati dengan bahagia dirusak dengan noda hitam seumur hidup. Betapa keceriaan itu terenggut paksa dan tawa canda sudah tiada.
Si pelaku mungkin sudah terbebas dari beban persoalan tetapi bagaimana dengan korbannya? Tentunya tidak mudah menyembuhkan trauma ini dan butuh waktu panjang untuk memulihkan kondisi psikologis Rafa. Apabila tidak ditangani dengan semestinya anak dapat mengalami hambatan dalam perkembangan baik secara kognitif maupun sosioemosionalnya. Ia dapat menjadi pribadi yang menarik diri, pemurung, mudah menangis, bahkan bukan tidak mungkin ia juga tumbuh menjadi agresif.
Bagaimana orangtua dapat menolong anak meredam trauma ini? Hal utama yang bisa dilakukan orang dewasa di sekitarnya adalah memberinya rasa aman dengan memeluk, memberi kehangatan dan meyakinkan bahwa semuanya akan baik-baik saja. Rasa aman perlu ditumbuhkan agar anak-anak tidak terus menerus menyimpan kecemasan. Anak perlu diyakinkan bahwa dirinya akan baik-baik saja. Tentu bukan perkara mudah sehingga hal ini perlu kerjasama dari berbagai pihak; orangtua, keluarga besar, guru, psikolog dan orang-orang terdekatnya. Pengertian dan perlakuan yang konsisten dalam memberikan rasa aman kepada anak secara perlahan dapat memulihkan traumanya. Disamping itu anak juga dapat diajarkan empati dan pengertian tentang nilai-nilai agama.
Semoga Rafa segera pulih dari segala ketakutan dan trauma yang dideritanya sehingga ia dapat melihat matahari bersinar lagi di kampung Cilincing itu. (dari berbagai sumber)
Veronica Endang/ 24 Mei 2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H