Hajatan Demokrasi Pilkada serentak di indonesia dimulai dengan tahap ke II yaitu tahun 2017 awal tahun, yang lalu kita telah saksikan bagaimana ke- 249 kabupaten/kota bertarung memeperebutkan dan adu kekuatan dalam pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota di Indonesia.
sesuatu yang tanpak buruk bagi sebagian politisi belum tentu buruk dimata masyarakat awam, dalam dinamika demokrasi Indonesia mengenai Calon Independent atau perorangan, hal ini bukan sesuatu yang tabu dalam kehidupan demokrasi di negara kita, calon independen merupakan suatu hak kebebasan warga negara indonesia untuk dapat ikut berpartisipasi bersaing dalam hajatan Pemilihan pemimpin.
Pergerakan masyarakat modern yang begitu kuat dalam mengusung calon independent dianggap suatu pelemahan Partai Politik atau Deparpolisasi. Aturan Undang-undang Nomor 8 Tahun secara tegas mengatur dalam Pasal 35 yang telah di isyaratkan oleh KPU dan di sahkan menjadi Undang-undang untuk menjadi acuan utama pertempuran dalam ranah Pilkada daerah,
isyarat tersebut di “ikrarkan” oleh rakyat demi mencari calon pimpinannya sendiri bahwa Independent merupakan suatu keinginan dan tekad serta semangat untuk membangun negeri tanpa kendaraan yang bernama Partai Politik yang mana partai politik ini merupakan tempat lahirnya para pemimpin-pemimpin suatu negara seperti Presiden, Gubernur, Bupati dan Walikota.
Era reformasi telah di hembuskan ke langit demokrasi indonesia yang dirasa masih terlalu muda berafiliasi dengan pola terapan sistem ke tatanegaraan kita, apakah adanya Independent ini mematikan peran Parpol dalam sistem Kepartaian Negara kita?
Terlalu cepat menuduh Independent merupakan upaya melemahkan peran Partai Politik (deparpolisasi) dalam kehidupan demokrasi Indonesia, jika merujuk pada aturan hukum tersebut.
Upaya Deparpolisasi telah mengecilkan peran parpol sebagai wadah atau pilar filterisasi para pemimpin-pemimpin idealis yang lahir dan dibesarkan oleh rumah Partai Politik, yang di dalamnya terdapat ide, gagasan dan Semangat perjuangan membangun Negara untuk mewujudkan keadilan sosial serta kesejahteraan yang terkandung di dalam Pancasila dan UUD 1945
Upaya dan Gaung Independen telah di Sahkan secara de yure oleh Para DPR yang mengangap tiap warga negara di luar Kader Partai bisa bertarung dalam hajatan demokrasi di indonesia. Upaya de fakto pun terbagun melalui nurani dan arus keinginan rakyat untuk membangun atau membentuk calon yang sesuai dengan keinginan mereka.
Pertanyaan selanjutnya, apakah Partai-partai Politik telah melaksanakan fungsi dan perannya sebagaimana ditetapkan oleh Undang-undang? Bukankah delegitimasi tidak lain sebagai bukti kuat tidak berfungsi dan tidak berperannya Parpol sebagaimana di idealkan itu?
Tingkah dan tindak kader-kader Parpol yang kerap mengabaikan aspirasi rakyat, juga keterlibatan kader parpol dalam sejumlah kejahatan, seperti korupsi, kekerasan, dan kejahatan kriminal lainnya menggerus simpati dan kepercayaan publik. Maka, tuduhan deparpolisasi setepatnya diarahkan ke diri Partai Politik itu sendiri.
Delegitimiasi yang berkaitan dengan pencalonan di Pilkada, misalnya, merupakan bukti kegagalan parpol melakukan fungsi rekruitmen sehingga tidak menciptakan kader pemimpin kredibel, yang berintegritas, dan kompeten untuk mengisi jabatan-jabatan publik. Sebaliknya, kader-kader yang oleh masyarakat dinilai memiliki kualifikasi memadai justru diabaikan oleh Partai Politik.