Pada hari yang cukup cerah dengan sinar matahari yang cukup membasuh, tepatnya hari Kamis, 16 Juni 2022 kami bersama mahasiswa Pendidikan Sosiologi lainnya melaksanakan Kuliah Kerja Lapangan di salah satu kampung adat terkenal yang berlokasi tepatnya di Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat.
Ada hal menarik yang ingin saya sampaikan sebelum membahas lebih lanjut mengenai jejak-jejak teknologi yang ada di kampung Naga ini. Sebelum keberangkatan saya bahkan mungkin beberapa dari teman-teman lain membayangkan kampung Naga sebagai sebuah tempat yang terisolasi dan jauh dari hiruk-pikuk peradaban modern.
Namun, alangkah terkejutnya kami setelah kurang lebih menghabiskan waktu sekitar 4 jam perjalanan dan tiba di lokasi dengan rasa antusias tinggi, kalimat yang justru kami gumamkan pertama kali dalam pikiran adalah “Loh, ternyata lokasinya cukup ramai dan cukup maju juga ya, ini menarik”.
Saat tiba di lokasi seluruh mahasiswa yang menjadi peserta KKL ini dipandu untuk memasuki kampung Naga setelah sebelumnya kami berkumpul di lokasi parkir kendaraan yang disediakan khusus oleh warga.
Kemudian apa yang kami temukan adalah anak-anak tangga yang harus dijejaki satu persatu dengan jumlahnya yang tidak sedikit, terdapat sekitar 400 anak tangga yang harus ditaklukan untuk bisa sampai pada jantung dari perkampungan ini.
Melelahkan tentunya, tapi semua terbayar dengan apa yang kami saksikan setelahnya. Bagi kami 400 anak tangga ini juga merupakan simbol yang memcerminkan ketangguhan dan usaha keras yang terkonstruksi dalam ratusan atau bahkan ribuan perjuangan yang tidak henti-hentinya dihadapi.
Jika berbicara mengenai teknologi maka anak tangga ini adalah teknologi awal yang berhasil kami temukan di kampung Naga sebagai sarana atau fasilitas yang mempermudah mobilisasi masyarakat. Layaknya elevator, anak-anak tangga ini mengantarkan dan menghubungkan siapapun yang menjejakinya pada dunia yang benar-benar berbeda. Para pembaca akan memahami hal ini setelah berkunjung langsung ke kampung Naga.
Cuaca cerah berawan dengan hembusan angin yang cukup menyejukkan menambah romantika keindahan kampung Naga yang terefleksi lewat puluhan pasang mata mahasiswa yang pada saat itu bersepakat atas keindahan mahakarya Tuhan yang dititipkan melalui tangan-tangan masyarakat dengan jiwa-jiwanya yang murni dan bersahaja ini.
Alam dan masyarakat membaur seperti layaknya orang tua dan anak-anak yang saling mengasihi dan merawat. Jika kita mengamati dengan seksama, kita dapat merasakan kedekatan diantara keduanya, hingga menyadari dan menemukan fakta serta realitas sosial bahwa kedua komponen tersebut tidak dapat dipisahkan begitu saja.