Mohon tunggu...
Sansabila Ivana Putri
Sansabila Ivana Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

mendengarkan musik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Opini Terkait dengan Judicial Restraint

1 Juli 2024   08:49 Diperbarui: 1 Juli 2024   08:52 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Judicial Restraint adalah doktrin dalam sistem hukum yang menganjurkan agar pengadilan tinggi seperti Mahkama Agumg, tidak terlalu sering atau agar tidak rerlalu jauh untuk mengintervensi keputusan atau kebijakan publik yang dibuat oleh badan legislatif dan eksekutif, kecuali keputusannya secara jelas melanggar sebuah konstitisi.

Dalam kondisi tertentu, pendeketan Judicial Restraint memang sangat diperlukan untuk bentuk keaktifan hakim dalam menggunakan metode penemuan hukum interpretasi hukum untuk menjawab sebuah isu-isu hukum yang konkrit yang dalam hukum positif belum juga diatur atau yang telah diatur tetapi tidak sesuai.

konsep pembatasan atau penegakan pengadilan Judicial Restraint pertama kali diperkenalkan oleh James B. Thayer dalam tulisannya " The Origini and Scope of the American Doctrine of Constitutional Law. Yang menggunakan konsep pendekatan dengan menetapkan hakim agar membatasi atau menahan diri dalam membuat kebijakan yang menjadi ranah kewenangan legislator, eksekutif fan perundang-undangan lainnya. 

Beberapa karakteristik dari judicial restraint adalah:

  1. Deferensi pada Legislasi: Pengadilan cenderung memberikan penghormatan atau deferensi terhadap kebijakan yang dibuat oleh badan legislatif, menganggap bahwa badan legislatif lebih dekat dengan rakyat dan lebih memahami kebutuhan serta kehendak masyarakat.
  2. Pembatasan Interpretasi: Pengadilan dengan judicial restraint biasanya menghindari interpretasi konstitusi yang terlalu luas atau kreatif. Mereka cenderung berpegang pada makna asli atau literal dari teks hukum atau konstitusi.
  3. Prinsip Stare Decisis: Judicial restraint mendukung prinsip stare decisis, yaitu menghormati dan mengikuti preseden atau keputusan sebelumnya dari kasus-kasus yang serupa. Hal ini bertujuan untuk menjaga konsistensi dan stabilitas dalam hukum.
  4. Keengganan Membatalkan Undang-Undang: Pengadilan yang menerapkan judicial restraint cenderung enggan untuk membatalkan undang-undang kecuali jika undang-undang tersebut jelas-jelas melanggar konstitusi.

Manfaat Judicial Restraint

Judicial restraint memungkinkan lembaga legislatif dan eksekutif yang dipilih secara demokratis untuk menjalankan tugasnya tanpa gangguan berlebihan dari pengadilan. Sebagai contoh, dalam kasus UU Cipta Kerja, Mahkamah Konstitusi (MK) memilih untuk memberikan kesempatan kepada pemerintah dan DPR untuk memperbaiki prosedur pembentukan undang-undang tersebut alih-alih membatalkannya secara keseluruhan. Menghindari interpretasi yang terlalu luas atau kreatif, pengadilan membantu menciptakan stabilitas hukum. Keputusan MK yang menegaskan pentingnya prinsip legalitas

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun