Ahmad Hasan atau lebih dikenal dengan A Hasan, dia lahir di singapura pada tahun 1887 M, ayahnya bernama Ahmad Sinna Vaqqu Maricar yang digelari “Pandit” berasal dari India dan ibunya bernama Muznah berasal dari Palekat. A Hasan dikenal dengan sebagai pedagang, jurnalis dan redakturdi majalah Nurul Islam atau Nur AL-Islam. Dan bakat beliau sebagai penulis dan pendebat. Yang diturunkan dari ayahnya. (Mughni, 1980).
Pada tahun 1921 beliau berangkat ke Surayaba untuk berdagang dan melanjutkan usaha toko milik pamanya, Abdul Lathif. Dan Saat pindah ke bandung yang di rekomendasikan oleh dua sahabatnya Bibi Wantee dan Muallimin untuk mempelajari pertenunan di bandung. Pada di bandung dia indekos di rumah H. Muhammad Yunus, salah satu pendiri Persis.
Pada tahun 1927 di bentuk sebuah kelas khusus semacam kelompok diskusi yang diikuti oleh kalangan muda yang berminat mempelajari agama secara sungguh-sungguh dan telah mempunyai pengalaman belajar di sekolah pemerintahan. Salah satunya gurunya adalah A Hasan. Kursus dalam bentuk ini antara lain diikuti Mohammad Natsir, Fachruddin Al-Khari, Kusbandi, Tjaja dan lain-lain (Djaya, 1980).
Gerakan Pemurnian Islam
Sekitar awal abad ke-20 an di indonesia mulai maraknya gerakan reformasi dan modernisasi agama islam menunjukkan lahirnya organisasi-organisasi Islam, seperti Muhammadiyah (1912), Persis (1923), Al-Irsyad (1914) dan lain-lain. Gerakan ini merupakan gerakan pemurnian islam. Sebagian besar dari gerakan ini merupakan kesadaran di kalangan para ulama mengetahui realitas Islam bahwa sudah banyak sekali ajaran-ajaran asing yang diterima sebagai ajaran islam. Sebagian besar dari ajaran tersebut sudah sangat bertentangan dengan ajaran islam. Mereka membahas Takhayul, Bid’ah dan khurafat. Ajaran ini dianggap sebagai kemunduran islam. Oleh karena itu mereka bangkit sebagai sebuah gerakan untuk membersihkan islam dari ajaran-ajaran yang dianggap menyimpang. Gerakan ini disebut dengan gerakan pemurnian islam (Syafaat & Usman, 2023).
Organisasi Persatuan Islam atau dikenal dengan PERSIS berdiri pada hari Rabu 12 September 1923 di Bandung oleh H. Mohammad Zamzam yang berpaham reformis. Dan HM yunus yang mensponsori kegiatan Jami’iiyah Persis. Yang melatar belakangi berdirinya Persis adalah persoalan kemunduran masyarakat Islam, ketika itu keadaan masyarakat islam di indonesia pada umumnya tenggelam pada sikap taqlid, yaitu sikap membeo, menerima segala sesuatu apa adanya perbuatan ibadah yang sinkretik, serta alam pikir mitis. Oleh karena itu, mereka berusaha mengadakan pembaharuan sekaligus pemurnian atau purifikasi ajaran Islam yang berkembang dalam masyarakat Islam di Indonesia dengan slogan yang terkenal “kembali kepada Al-qur’an dan As-Sunah, membersihkan islam dari takhayul, churafat dan bid’ah yang mengotorinya” (Fauzan, 2021)
Gerakan pemurnian islam ini menekankan masyarakat untuk tidak bersikap taqlid buta kepada pendapat ulama tanpa tau dalilnya yang benar dan mendorong mayarakat supaya mengunakan akal pengetahuan dalam memahami ajaran agama. Dan menekankan pentingnya ijtihad, dan Ijtihad merupakan jalan untuk menjawab tantangan zaman dan memastikan bahwa islam masih relevan dalam kehidupan modern. Dan memahami hukum islam melalui analisis terhadap Al-Qur’an dan Hadits.
Di tengah arus globalisasi dan modernisasi, umat islam mengahadapi berbagai tantangan baru, seperti sekularisme, materialisme dan radikalisme. Pemurnian islam bukan berarti menolak perubahan, tetapi memastikan bahwa perubahan yang terjadi tetap selaras dengan prinsip-prinsip dasar Islam. Dan kembalinya umat Islam kepada Al-qur’an dan Hadits adalah kunci untuk membangun kehidupan beragama yang kokoh dan bermakna.
DAFTAR PUSTAKA
Djaya, T. (1980). Riwayat Hidup A Hasan. Jakarta: Mutiara.