Mohon tunggu...
SANIYA ALINSALSABILA
SANIYA ALINSALSABILA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Semester 3

Saya adalah mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Tawamu Dukaku: Pengaruh Meme Seksis Terhadap Normalisasi Kekerasan Berbasis Gender di Media Sosial

29 September 2024   01:36 Diperbarui: 29 September 2024   01:49 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Jejaring media sosial saat ini merupakan sarana pertukaran ide, informasi maupun hiburan. Fenomena-fenomena populer seringkali muncul di media sosial diantaranya adalah jilboobs, selfie, trending hashtag, meme, dan fenomena lainnya (Nugraha, 2015) . Perbedaan penyajian informasi menjadikan setiap platform media sosial memiliki fenomena uniknya sendiri. Dikalangan pengguna media sosial Twitter, Facebook dan Instagram saat ini, fenomena meme sedang populer.

Mirisnya, fenomena meme yang sering kali berisi humor atau komentar sosial berpotensi memberikan pengaruh buruk terutama terkait kekerasan berbasis gender (Utama et al., 2023). Meme seksis, seringkali menyajikan konteks yang merendahkan atau menormalisasi kekerasan terhadap perempuan. Meme seksis berpeluang untuk membentuk sudut pandang masyarakat yang acuh terhadap isu ini. Dalam tulisan ini, kita akan mencari tau bersama bagaimana kontribusi meme seksis pada perilaku menormalisasikan kekerasan berbasis gender.

Meme seksis adalah sebuah konten yang menggunakan humor seksis untuk mengungkapkan pandangan negatif terhadap kelompok tertentu terutama perempuan (Utama et al., 2023) Humor seksis menyajikan konten yang memojokkan, mendiskriminasi, dan mengobjektifkan individu berdasarkan gender, serta sering kali mengandung stereotip (Perwita et al., 2023). Meme seksis secara tidak langsung memfasilitasi adanya kekerasan berbasis gender secara terang-terangan. 

Sebagai contoh meme yang menampilkan gambar perempuan dalam pose yang sangat seksual disertai keterangan yang seolah mendeskripsikan bahwa mereka hanya menjadi alat untuk memuaskan laki-laki. Dalam hal ini, perempuan diobjektifikasi dan menjurus pada normalisasi perilaku pelecehan, karena secara tersirat menyatakan bahwa perempuan tidak lebih dari sekadar objek yang dapat diperlakukan tanpa rasa hormat. Meme yang menyatakan bahwa tanggung jawab menyelesaikan pekerjaan rumah tangga atau merawat anak hanyalah milik perempuan dengan kalimat lelucon yang merendahkan laki-laki yang melakukannya adalah bentuk kekerasan dalam gender. Konten tersebut membenarkan pandangan tradisional tentang peran gender serta mewajarkan pandangan mengenai kekerasan emosional terhadap perempuan yang terikat dalam peran ini. Jika tidak disikapi dengan segera maka fenomena ini akan memberikan konsekuensi, utamanya terhadap perempuan. Perempuan tidak akan lagi merasa aman, baik secara online atau offline serta membatasi kesempatan pengupayaan kesetaraan gender pada masyarakat awam.

Regulasi konten digital dibutuhkan dalam mengatasi fenomena diatas diantaranya dapat diwujudkan melalui upaya meminta atau mengadvokasi agar platform media sosial seperti Facebook, Twitter, dan Instagram untuk memperbarui atau memperketar aturan mereka dalam mengelola konten yang diunggah penggunanya. Tujuannya adalah untuk mencegah penyebaran konten yang merendahkan, menghina, atau mendiskriminasi individu berdasarkan gender. Dorongan terhadap pemangku kebijakan juga diperlukan untuk menegakkan peraturan hukum yang lebih tegas terhadap para pelaku kekerasan berbasis gender. Dan yang utama adalah jangan beri ruang untuk para pelaku melakukan humor seksis baik online maupun offline dengan tidak memberikan respon positif atas perbuatannya.

Dalam era digital saat ini, fenomena-fenomena negatif diantaranya meme seksis, menjadi semakin mudah dan cepat untuk disebarluaskan. Meme ini bukan hanya melahirkan budaya yang merendahkan dan menormalisasi kekerasan berbasis gender, tetapi juga berperan membangun stereotip yang menyudutkan perempuan. Oleh karena itu, kita semua baik individu, komunitas, maupun pemerintah sangat diharapkan untuk mengambil tindakan nyata dalam mengatasi masalah ini. Dengan demikian, kita dapat berkontribusi pada terciptanya dunia yang lebih adil dan bermartabat bagi semua.

Sumber Rujukan: 

Nugraha, A. (2015). Fenomena Meme Di Media Sosial (Studi Etnografi Virtual Posting Meme Pada Pengguna Media Sosial Instagram). Jurnal Sosioteknologi, 14(3). https://doi.org/10.5614/sostek.itbj.2015.14.3.3

Perwita, A. I., Nuryanti, & Setiansah, M. (2023). Interpretasi Khalayak terhadap Humor Sexist dalam Tayangan Komedi Lapor Pak! Trans 7. Jurnal ILMU KOMUNIKASI, 20(2), 185--206. https://doi.org/10.24002/jik.v20i2.5882

Utama, C. P., Wulan, D. N., & Jati, A. N. (2023). Humor Seksis: Bentuk Pelecehan dalam Sudut Pandang Perempuan. Jurnal Kultur, 2(2), 139--149. http://jurnalilmiah.org/journal/index.php/kultur

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun