Urgensi Penegakan Hukum yang Tegas: Mengapa Perubahan Istilah Tak Cukup?
Beralih ke pertanyaan yang lebih substansial, apakah perubahan istilah dapat benar-benar mengurangi korupsi? Banyak yang berpendapat bahwa ini hanyalah pengalihan isu. Yang lebih mendesak adalah penegakan hukum yang lebih tegas dan konsisten. Penegakan hukum yang lemah sering kali menjadi pintu masuk bagi praktik korupsi. Jika hukuman terhadap pelaku korupsi diperberat, dan aparat penegak hukum diberdayakan, efek jera akan lebih terasa. Bukankah ini yang seharusnya menjadi fokus utama, bukan perubahan terminologi semata? Â
Daripada terlalu fokus pada perubahan istilah, Indonesia harusnya lebih serius dalam penegakan hukum yang benar-benar bisa memberikan efek jera kepada para pelaku korupsi. OTT mungkin memiliki kekurangan dalam aspek pencegahan, namun secara langsung, OTT sering kali berhasil menjerat pejabat yang tidak lagi bisa bersembunyi. Jadi, perubahan istilah ini jangan sampai menjadi pembicaraan kosong yang mengalihkan perhatian dari penegakan hukum yang sebenarnya.
 Siapa yang Diuntungkan dari Perubahan Istilah Ini?Â
Lalu, siapa sebenarnya yang diuntungkan dengan perdebatan istilah OTT ini? Bisa jadi, ini adalah upaya untuk meminimalkan perhatian publik terhadap fakta bahwa praktik korupsi tetap ada dan perlu diatasi dengan pendekatan yang lebih holistik. Para petinggi yang terus mengampanyekan digitalisasi pemerintahan dan pengurangan OTT mungkin ingin memperlihatkan sisi modernisasi dan efisiensi, namun tanpa memberi solusi riil terhadap penegakan hukum yang selama ini terbukti lemah.
Perubahan istilah ini seolah memberikan kesan bahwa ada pembaruan yang signifikan dalam pemberantasan korupsi, padahal esensi dari masalahnya—yakni ketidakmampuan atau ketidakinginan untuk menegakkan hukum secara tegas—tetap saja tidak terselesaikan. Di sisi lain, publik yang terpengaruh dengan argumen ini bisa jadi mulai berpikir bahwa masalah sudah selesai, hanya karena ada pergantian nama atau pendekatan baru yang tampaknya lebih 'ramah' dan 'modern'. Padahal, masalah utamanya tetap berada pada bagaimana hukum ditegakkan dengan adil dan tanpa pandang bulu.
Perubahan istilah OTT yang digulirkan beberapa pejabat tinggi ini seharusnya tidak menjadi alasan untuk mengalihkan perhatian dari inti permasalahan: korupsi di Indonesia. Fokus utama harus tetap pada penegakan hukum yang tegas, agar korupsi bisa diberantas secara maksimal. Tanpa itu, perubahan istilah hanya akan menjadi upaya kosmetik yang tidak akan mengubah kondisi nyata di lapangan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H