Mohon tunggu...
Khairunnisa Al Araf
Khairunnisa Al Araf Mohon Tunggu... Freelancer - Host-Writer Freelancer

Hi, saya Khairunnisa Al-Araf Suka banget nulis, ngobrol, dan berbagi cerita tentang hal-hal seru seputar komunikasi, media, dan dunia kreatif. Dengan latar belakang di Ilmu Komunikasi, saya selalu excited explore berbagai topik, mulai dari tips komunikasi yang praktis sampai ngobrolin tren media yang lagi hype. Hobi saya juga suka banget nulis dan cerita tentang pengalaman yang bisa inspire orang, atau kadang cuma sekedar share hal-hal yang lagi viral. Di Kompasiana, saya ingin berbagi konten yang bisa relate dengan kehidupan sehari-hari dan tentunya penuh dengan ide-ide baru yang pastinya menarik buat dibaca.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Istilah Baru, Masalah Lama: OTT-nya atau Mentalitasnya?

3 Desember 2024   11:00 Diperbarui: 3 Desember 2024   11:10 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam acara di Bali, Senin (2/12/2024). (dok. KPK)

Urgensi Penegakan Hukum yang Tegas: Mengapa Perubahan Istilah Tak Cukup?

Beralih ke pertanyaan yang lebih substansial, apakah perubahan istilah dapat benar-benar mengurangi korupsi? Banyak yang berpendapat bahwa ini hanyalah pengalihan isu. Yang lebih mendesak adalah penegakan hukum yang lebih tegas dan konsisten. Penegakan hukum yang lemah sering kali menjadi pintu masuk bagi praktik korupsi. Jika hukuman terhadap pelaku korupsi diperberat, dan aparat penegak hukum diberdayakan, efek jera akan lebih terasa. Bukankah ini yang seharusnya menjadi fokus utama, bukan perubahan terminologi semata?  

Daripada terlalu fokus pada perubahan istilah, Indonesia harusnya lebih serius dalam penegakan hukum yang benar-benar bisa memberikan efek jera kepada para pelaku korupsi. OTT mungkin memiliki kekurangan dalam aspek pencegahan, namun secara langsung, OTT sering kali berhasil menjerat pejabat yang tidak lagi bisa bersembunyi. Jadi, perubahan istilah ini jangan sampai menjadi pembicaraan kosong yang mengalihkan perhatian dari penegakan hukum yang sebenarnya.

 Siapa yang Diuntungkan dari Perubahan Istilah Ini? 

Lalu, siapa sebenarnya yang diuntungkan dengan perdebatan istilah OTT ini? Bisa jadi, ini adalah upaya untuk meminimalkan perhatian publik terhadap fakta bahwa praktik korupsi tetap ada dan perlu diatasi dengan pendekatan yang lebih holistik. Para petinggi yang terus mengampanyekan digitalisasi pemerintahan dan pengurangan OTT mungkin ingin memperlihatkan sisi modernisasi dan efisiensi, namun tanpa memberi solusi riil terhadap penegakan hukum yang selama ini terbukti lemah.

Perubahan istilah ini seolah memberikan kesan bahwa ada pembaruan yang signifikan dalam pemberantasan korupsi, padahal esensi dari masalahnya—yakni ketidakmampuan atau ketidakinginan untuk menegakkan hukum secara tegas—tetap saja tidak terselesaikan. Di sisi lain, publik yang terpengaruh dengan argumen ini bisa jadi mulai berpikir bahwa masalah sudah selesai, hanya karena ada pergantian nama atau pendekatan baru yang tampaknya lebih 'ramah' dan 'modern'. Padahal, masalah utamanya tetap berada pada bagaimana hukum ditegakkan dengan adil dan tanpa pandang bulu.

Perubahan istilah OTT yang digulirkan beberapa pejabat tinggi ini seharusnya tidak menjadi alasan untuk mengalihkan perhatian dari inti permasalahan: korupsi di Indonesia. Fokus utama harus tetap pada penegakan hukum yang tegas, agar korupsi bisa diberantas secara maksimal. Tanpa itu, perubahan istilah hanya akan menjadi upaya kosmetik yang tidak akan mengubah kondisi nyata di lapangan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun