Mohon tunggu...
Sani Narisa
Sani Narisa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Menulis, berolahraga, membaca, berpetualang.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Melankolis di Padang Daisy: Tentang Aku, Bunga Daisy yang Kehilangan Tempatnya

28 Mei 2024   23:38 Diperbarui: 29 Mei 2024   00:01 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kecil nan indah rupaku, kelopak-kelopak putih dengan mahkota yang khas menghiasi ku. Aku tumbuh pada tempat-tempat yang beragam, liar tentunya. Di tempatku ini,dataran hijau menambah kesan keromantisan setiap kali ada pasangan yang bermesraan,aku selalu menjadi destinasi saat senja. Senja yang akan menuju gelap itu mengingatkanku pada seseorang yang sangat nyata kehadirannya. Aku memandanginya dengan rasa Tak bosan-bosan setiap kali ia pergi mengunjungi ku dan selalu menjaga kami dengan penuh Sukacita.

Wanita itu duduk dengan gaun yang menjuntai tak jauh dariku di kursi taman. Bersenandung dan menyentuh selalu kelompok-kelopak kami dengan lembut dan penuh kasih sayang selalu membawa air menuntaskan kehangatan yang ditimbulkan oleh Mentari di pagi hari dengan teriknya yang selalu menyoroti tubuhku.

Suatu pagi aku melihatnya membawa seorang pria, bertubuh tinggi dan berparas tampan, kurasa itu adalah kekasihnya. Seperti biasa ia mengambil air dari danau di tengah-tengah kami yang sedang kehausan. Lelaki itu mengusap surai sang wanita dan menatap elok matanya, harus ku katakan aku takut dan cemburu padanya, apakah nanti ia akan merebut wanita penjaga ku.

"Indah sekali bunga-bunga disini, kenapa kamu tidak memberi tahu yang lain tentang tempat ini? " kata pria itu dengan menyentuh kelopak-kelopak kami satu persatu dan menyelusuri nya, tapi tunggu tatapan nya seolah ia menginginkan kami untuk kepuasan, netra nya menatap dalam pada setiap kami yang di sentuh oleh telapaknya.

"Manusia serakah dan hanya menginginkan keindahannya saja tanpa tau bagaimana cara merawat dan menjaganya". Kata wanita itu dengan tenangnya dan benar manusia memang serakah dan semena-mena terhadap apa yang sudah mereka inginkan.

Kami hidup berkoloni dan tidak tumbuh secara individu tapi yang tersisa disini hanya beberapa, termasuk aku tentunya. Kami di petik, di injak, dan di buang saat mereka tak menginginkannya lagi, naas tapi itu nyatanya. Hanya taman ini dan wanita ini yang kami punya.

"Lihat saja, orang harus tahu tempat ini dan tentunya harus bisa merasakan keindahan dari tempat ini, sungguh aku tak ingin pulang rasanya," kata si pria dan sungguh aku ragu dengan kata-katanya mengapa ia ingin sekali mengenalkan kami pada koloninya yang selalu saja mengancam keselamatan kami.

Pada saat ini, rumah kami sepi dan sunyi, hanya ada rembulan yang sedang menunjukkan atensinya. Inilah yang kami suka, suasana tenang dan jauh dari hiruk pikuk manusia dan kehidupannya yang selalu di sia-siakan. Badan kami basah, dingin nampak sekali malam ini sejuk dan membawa warna baru bagi kami, karenanya kami akan tumbuh dengan baik setiap harinya. Tapi sayang waktu seperti tak bertahan lama karena perlahan mentari mulai menunjukkan sinarnya.

"Kamu mau apa?" tanya perempuan itu, pelindung kami pada pria kemarin yang sekarang ingin memetik kami, mungkin untuk di bawa pulang.

"Hanya melihat saja, apakah tidak boleh untuk aku membawa pulang bunga-bunga disini? Sungguh ini sangat indah,"kata pria tersebut dengan mata yang berbinar menatap perempuan itu meminta izinnya.

"Tidak karena kamu hanya akan menikmatinya sesaat, nikmatilah keindahan itu pada tempatnya, disini kembali dan datanglah apabila ingin melihatnya."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun