Mohon tunggu...
sanianajla05
sanianajla05 Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

sedang menempuh pendidikan s1 jurusan ekonomi pembangunan

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Kepadatan Penduduk meningkatkan UMP (studi kasus fenomena childfree di Jakarta)

14 Januari 2025   19:02 Diperbarui: 14 Januari 2025   19:02 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

  Jakarta, sebagai pusat ekonomi dan pemerintahan Indonesia, telah mengalami pertumbuhan penduduk yang pesat akibat urbanisasi. Migrasi besar-besaran dari daerah pedesaan ke perkotaan mendorong peningkatan kepadatan penduduk yang mencapai 16.704 jiwa per km, menjadikan Jakarta salah satu kota terpadat di dunia. Peningkatan populasi ini telah menciptakan tekanan yang signifikan pada infrastruktur dan sumber daya kota, sehingga mendorong kenaikan harga properti, biaya transportasi, dan biaya hidup lainnya.

         Kenaikan biaya hidup yang signifikan di Jakarta, yang rata-rata mencapai Rp14,88 juta per bulan untuk rumah tangga dengan 2-6 orang, merupakan konsekuensi langsung dari urbanisasi dan kepadatan penduduk yang tinggi. Permintaan yang tinggi terhadap perumahan, layanan publik, dan gaya hidup modern telah menyebabkan harga sewa dan biaya hidup lainnya melonjak. Dalam konteks biaya hidup yang semakin mahal ini, fenomena childfree muncul sebagai respons terhadap tantangan ekonomi dan sosial yang dihadapi warga Jakarta. Pasangan memilih untuk tidak memiliki anak sebagai salah satu cara untuk mengatasi tekanan finansial dan meningkatkan kualitas hidup mereka. Kenaikan Biaya Hidup Biaya hidup yang tinggi di Jakarta dipicu oleh beberapa faktor, antara lain:

  • Kepadatan Penduduk : Dengan jumlah penduduk yang terus meningkat, permintaan terhadap perumahan dan layanan publik juga meningkat. Hal ini menyebabkan harga sewa dan biaya hidup lainnya melonjak.
  • Fasilitas dan Gaya Hidup : Banyak pasangan yang memilih gaya hidup modern dan fasilitas berkualitas tinggi, yang sering kali datang dengan harga mahal. Permintaan terhadap fasilitas ini semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan angka childfree.
  • Perbedaan Upah dan Biaya Hidup : Meskipun Upah Minimum Provinsi (UMP) Jakarta pada tahun 2025 ditetapkan sebesar Rp5.396.760, perbedaan signifikan antara UMP dan biaya hidup menciptakan tekanan finansial bagi banyak warga.

Fenomena Childfree

Tren childfree di Jakarta dan sekitarnya menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Data tahun 2022-2025 menunjukkan:

  • DKI Jakarta : Angka childfree naik dari 8,8% menjadi 14,3%.
  • Jawa Barat : Dari 7,8% menjadi 11,3%.
  • Banten : Dari 8% menjadi 15,3%.

Fenomena ini berkaitan erat dengan perubahan demografi dan pola pikir masyarakat perkotaan. Urbanisasi yang cepat dan kepadatan penduduk tinggi mendorong pasangan untuk lebih fokus pada kualitas hidup pribadi daripada memiliki anak. Hal ini menciptakan tantangan baru bagi banyak warga kota yang berjuang untuk memenuhi kebutuhan dasar.

Dampak Sosial dan Ekonomi

Peningkatan angka childfree berdampak pada:

  • Distribusi Sumber Daya : Dengan semakin banyak pasangan yang memilih untuk tidak memiliki anak, ada perubahan dalam cara sumber daya dialokasikan. Hal ini bisa mengarah pada penurunan permintaan terhadap layanan pendidikan dan kesehatan anak.
  • Perubahan Gaya Hidup : Pasangan yang childfree cenderung menghabiskan lebih banyak uang untuk pengalaman dan barang-barang mewah, mengurangi tekanan biaya hidup di Jakarta.
  • Kesejahteraan Mental : Meskipun memilih untuk tidak memiliki anak dapat meningkatkan kualitas hidup bagi sebagian orang, hal ini juga dapat menimbulkan rasa kesepian atau tekanan sosial bagi mereka yang merasa tertekan oleh norma-norma tradisional.

Kesimpulan
Fenomena childfree di Jakarta berkaitan erat dengan perubahan demografi kota ini. Urbanisasi yang cepat, Tekanan yang diakibatkan oleh kepadatan penduduk ini turut berkontribusi pada kenaikan biaya hidup yang signifikan di Jakarta. Ironisnya, meskipun Upah Minimum Provinsi (UMP) secara nominal terus naik, kesenjangan antara UMP dan biaya hidup yang sebenarnya semakin melebar. mendorong sebagian pasangan untuk memilih tidak memiliki anak, sehingga mereka lebih fokus pada kualitas hidup pribadi dan kebutuhan akan fasilitas mahal. Hal ini memperburuk tekanan biaya hidup di Jakarta yang terus meningkat, menciptakan tantangan baru bagi banyak warga kota.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun