Teori sosiologi sastra berkembang dari pemahaman bahwa karya sastra tidak hanya mencerminkan realitas sosial, tetapi juga ikut membentuknya. Ini melibatkan penelitian tentang hubungan antara sastra dengan masyarakat dan fenomena sosial secara lebih luas. Tokoh-tokoh seperti Georg Lukcs, Antonio Gramsci, Pierre Bourdieu, dan Mikhail Bakhtin berperan penting dalam mengembangkan teori ini. Lukcs, misalnya, menekankan peran sastra dalam merefleksikan kondisi sosial dan historis, sementara Gramsci menyoroti peran budaya dalam perjuangan politik dan hegemoni. Bourdieu membawa konsep modal budaya dan lapangan ke dalam analisisnya tentang sastra dan masyarakat, sementara Bakhtin menekankan dialogisme dan polifoni dalam interpretasi sastra sebagai refleksi dari kompleksitas sosial. Keseluruhan, latar belakang teori sosiologi sastra mencakup pemahaman akan interaksi dinamis antara sastra, masyarakat, dan budaya.
Dalam artikel ini akan menjelaskan teori sosiologi sastra menurut Pierre Bourdieu
Dalam sosiologi Bourdieu, kajian sastra bergerak dari studi teks ke dalam studi konteks. Gagasan Bourdieu lahir dari sebuah kajian dunia seni di Perancis (abad ke-19) yang tengah tunduk pada kekuasaan dan ekonomi. Dari kajian itulah Bourdieu kemudian mengkaji arena sastra untuk mengetahui bagaimana nilai suatu produk sastra diciptakan dalam arena sastra yang terdominasi kekuasaan. Bourdieu menyebut teorinya sebagai strukturalisme konstruktivis. Bourdieu mengenalkan beberapa konsep dasar, diantaranya habitus, arena modal, agen, strategi, dan trajektori. Habitus dirinci oleh Bourdieu sebagai sistem disposisi yang berlangsung lama, dapat berubah-ubah, struktur yang disusun untuk memengaruhi penyusun struktur, yaitu sebagai prinsip-prinsip yang menghasilkan dan mengatur praktik dan gambaran-gambaran yang dapat disesuaikan secara objektif untuk mendapatkan hasil tanpa mensyaratkan kesadaran akan tujuan akhir. Habitus inilah yang mendasari beroperasinya agen dalam suatu arena untuk memperjuangkan posisiposisi.
Arena sastra adalah sebuah semesta sosial independen yang mempunyai hukum hukumnya sendiri terkait dengan keberfungsian anggota-anggotanya, Hubunganhubungan kekuasaan yang spesifik, yang mendominasi dan yang didominasi dan seterusnya. Dengan kata lain membahas 'arena sastra' berarti mengamati karya sastra yang diproduksi oleh suatu semesta sosial tertentu yang memiliki intitusi-intitusi tertentu dan yang mematuhi hukum-hukum tertentu. Ini berlawanan dengan tradisi pembacaan internal, yang hanya memandang karya sastra seni dalam dirinya sendiri, lepas dari kondisi-kondisi historis tempat mereka direproduksi, dan tradisi penjelasan eksternal biasanya dihubung-hubungkan dengan sosiologi yang langsung mengaitkan suatu karya dengan kondisi ekonomi dan sosial suatu momen. Menurut Bourdieu nilai estetis yang dibentuk secara sosial amat bergantung kepada perubahan konstan dan kompleks dari seperangkat situasi yang melibatkan berbagai faktor sosial dan kelembagaan. Sastra, seni dan para produksennya tidak terlepas dari kompleksitas kerangka intitusional yang mengorganisasi, memungkinkan memberdayakan dan melegitimasi mereka. konsep arena sendiri menyediakan suatu cara untuk melampaui analisis internal (formalisme atau hermeniotik) maupun penjelasan eksternal, yang kedua-duanya dilihat Bourdieu tidak tepat dan reduktif.
Dalam pandangan Bourdieu, arena dimaknai sebagai suatu jaringan, atau suatu konfigurasi dari relasi objektif antara berbagai posisi yang tidak terpisahkan dari ruang sosial (social space). Bourdieu menganggap arena sastra memiliki hierarki ganda, yaitu hierarki heteronom dan otonom. Kedua hierarki tersebut saling beroposisi. Hierarki heteronom menempatkan kesuksesan berdasarkan keuntungan finansial (ekonomi) dari sebuah produk sastra, misalnya indeks penjualan buku, pendapatan pementasan teater, dsb). Sementara, hierarki otonom mengukur kesuksesan berdasarkan pada kualitas pengabdian (konsekrasi) yang diberikan oleh para ahli sastra (seni).
Bourdieu menyebut bahwa taruhan utama dalam sastra adalah monopoli legitimasi sastra yakni monopoli kekuasaan untuk mengatakan berdasarkan otoritas siapa yang berhak menyebut dirinya penulis yang mana salah satunya ditunjukkan oleh pergulatan antara penulis muda dan penulis senior yang sudah terkonsekrasi. Penulis muda relatif belum memiliki legitimasi dan sedang berusaha memburu legitimasi tersebut. Perburuan atas legitimasi tersebut adalah praktik sastra, suatu praktik yang di dalamnya terakumulasi modal dan strategi-strategi tertentu yang berimplikasi pada perubahan struktur arena. Di saat dan struktur yang sama, penulis senior berusaha mempertahankan legitimasi dan posisi yang ia miliki dalam arena tersebut.
Kelebihan teori sosiologi sastra menurut Pierre Bourdieu adalah bahwa ia menawarkan pemahaman yang mendalam tentang bagaimana sastra tercermin dalam kehidupan sosial dan budaya, serta bagaimana struktur kekuasaan dan hierarki mungkin memengaruhi produksi, distribusi, dan konsumsi karya sastra. Namun, kekurangannya mungkin termasuk kesulitan dalam menerapkan konsep-konsepnya secara langsung ke dalam analisis sastra tertentu dan kritik bahwa pendekatannya terlalu deterministik atau terlalu berfokus pada faktor-faktor sosial, kadang-kadang mengurangi peran individualitas dan kreativitas.
Teori sosiologi sastra menurut Pierre Bourdieu, penting untuk mengakui kontribusinya yang signifikan terhadap pemahaman kita tentang hubungan antara sastra, kekuasaan, dan budaya. Sementara Bourdieu menyoroti dinamika kompleks dalam produksi, distribusi, dan konsumsi karya sastra, penting bagi kita untuk terus mengkaji, meninjau, dan memperdebatkan ide-idenya untuk melihat bagaimana kita dapat memperkaya wawasan kita tentang peran sastra dalam masyarakat. Dengan demikian, warisan intelektual Bourdieu tetap relevan dan menginspirasi bagi para peneliti sastra dan sosiologis masa kini.
Sumber :
- Ahmad Zamzuri, BENGKEL SASTRA BALAI BAHASA DIY DALAM PERSPEKSTIF SOSIOLOGI PIERE BOURDIEU, paramasastra, Vol. 3 No. 2, (2016), hlm 293
- Elly Prihasti Wuriyani, "Mengenalkan Pemikiran Pierre Bourdieu Untuk Sastra", Jurnal Edukasi Kultura: Jurnal Bahasa,, Sastra dan Budaya, Vol. 7 No. 1 (2020), hlm 7--9
- Kukuh Yudha Karnanta, "PARADIGMA TEORI ARENA PRODUKSI KULTURAL SASTRA: KAJIAN TERHADAP PEMIKIRAN PIERRE BOURDIEU", Poetika, Vol. 1 No. 1 (2013), hlm 7
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H