Impor beras sendiri dilakukan untuk menjaga batas aman stok beras nasional sebesar 1 juta ton dan untuk menurunkan harga beras nasional yang dinilai masih tinggi. Menurut data dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, untuk beras medium harganya masih Rp 10.500/Kg padahal HET Rp 9.450/Kg.
Permasalahan perbedaan data dan informasi yang dikeluarkan oleh lembaga pemerintah bukan kali pertama terjadi. Sebelumnya juga terjadi perbedaan data yang dikeluarkan oleh pemerintah semisal data-data yang berkaitan dengan kondisi ekonomi, jumlah penduduk miskin, jumlah pengangguran, dan lainnya.
Perbedaan-perbedaan informasi ini terjadi karena pemerintah belum mengelola data secara baik dan terintegrasi. Belum ada satu data yang dikembangkan oleh instansi pemerintah, kemudian sistem manajemen Big Data yang belum diterapkan secara menyeluruh oleh instansi pemerintah menyebabkan banyak perbedaan data-data yang dikeluarkan oleh lembaga pemerintah.
Perbedaan informasi mengenai data yang diberikan seperti jumlah stok beras nasional akan berakibat pada pengambilan kebijakan yang tidak sesuai bahkan keliru dengan realitas yang ada. Kebijakan yang diambil dapat merugikan pemerintah baik dari sisi kredibilitas ataupun inefisiensi anggaran.Â
Perbedaan data stok beras diantara kementerian pertanian, perdagangan, bulog, dan juga BPS menampakkan bahwa masih perlu koordinasi yang lebih baik diantara instansi pemerintah dalam menjalankan kebijakan dan pengelolaan data.
Perbaikan-perbaikan yang dapat dilakukan oleh kementerian terkait dalam manajemen data diantaranya :
Memperbaiki metode pengambilan data stok beras dengan menggunakan metode yang lebih baik dan dengan tingkat deviasi yang lebih kecil. Perlu amnesti data yaitu penghapusan data sebelumnya yang ada di kementerian pertanian dan perdagangan, digantikan dengan data yang lebih baik dan bersumber pada satu pintu, misalnya BPS yang punya otoritas untuk menginformasikan data ke publik.
Teknik pengambilan data stok beras oleh BPS dapat berkoordinasi dengan instansi terkait dengan menggunakan teknologi baru. Sumber data dapat diambil dari 4 dasar yaitu : Peta luas baku lahan; Peta penutupan lahan; Peta rupa bumi; dan Peta administrasi. Semua hasil pemetaan tersebut, harus di cross check dengan petugas pemantau untuk mengambil data di lapangan.
Kementerian Pertanian dapat menyempurnakan penghitungan stok beras melalui perbaikan sistem luasan lahan, dan perkiraan luas produksi padi. Kemudian adanya penyingkronan data. Demikian pula dengan kementerian perdagangan dapat melakukan penyempurnaan asumsi stok berasnya dari ketersediaan beras di pasar dan harga beras di pasar.
Pemanfaatan Big Data dalam kebijakan pertanian harus di upayakan oleh pemerintahan dengan banyaknya data yang bersumber dari banyak instansi pemerintah dalam hal ini kementerian perdagangan, kementerian pertanian, Bulog, dan BPS. Data yang banyak dan beragam dan bertebaran perlu di analisis dan di validasi kemudian hasil analisis data yang dihasilkan dari data-data tersebut dibuat untuk menemukan solusi atas permasalahan yang ada.
Pemanfaatan sistem big data, tidak terpaku pada data resmi saja melainkan juga data yang beredar di sosial media ataupun aplikasi Smartphone. Data yang bertebaran kemudian di lakukan"sensor", dimana informasi-informasi tersebut dapat dikumpulkan dan dianalisis sehingga terbentuk suatu kesimpulan agar bisa dimanfaatkan dalam pembuatan suatu kebijakan.