Mohon tunggu...
Sang Wicara
Sang Wicara Mohon Tunggu... -

Pada mulanya adalah sabda

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jakarta Terbelah

9 September 2012   14:55 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:42 18906
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Semakin mendekati hari pemungutan suara Pemilukada DKI Jakarta, 20 September 2012, semakin nyata saja pembelahan terjadi di masyarakat Jakarta. Jokowi dan Fauzi Bowo bukan hanya dua calon Gubernur DKI, melainkan telah menjadi simbol yang menarik dan menghimpun dua kekuatan sejarah masyarakat. Kubu Jokowi lebih suka menyebut polarisasi itu sebagai kekuatan perubahan melawan kemapanan, semut melawan gajah, koalisi rakyat melawan koalisi Parpol. Sementara kubu Fauzi Bowo lebih suka menyebutnya sebagai kepastian melawan ketidakpastian, kompetensi melawan inkompetensi, atau mayoritas melawan dominasi minoritas.

Di arus bawah, hidup pemahaman tersendiri atas gejala pembelahan itu. Ini adalah ‘jihad’ kaum muslim Indonesia melawan musuh-musuhnya. Berseberangan dengan ini, kalangan minoritas Tionghoa dan Kristen memahami Pilkada DKI sebagai momentum naiknya seorang Tionghoa sekaligus Kristen untuk merebut tampuk kekuasaan Jakarta (Ahok). Kedua pemahaman ini bukan tanpa dasar. Kenyataan bahwa Jokowi yang sangat diragukan keislamaannya, ditambah Ahok, yang jelas keturunan Cina beragama Kristen, terlalu jelas terlihat. Sulit bagi seorang muslim yang baik untuk memilih pemimpin yang tidak se-iman.

Tiga kategori yang dibuat kubu Jokowi untuk menyebut pembelahan masyarakat di atas adalah muara yang ingin dicapai dari kerja tim kampanye mereka. Tercermin dari isu yang terus dikembangkan oleh kubu Jokowi selama ini. Kata perubahan yang dilontarkan Jokowi jelas tidak memiliki kekuatan penggerak. Pasalnya Jokowi sendiri tidak pernah bisa menggambarkan secara jelas perubahan yang dimaksudnya. Kritik mereka terhadap Pemda DKI pun terdengar sumir. Karena ketika dibandingkan indikator kinerja Pemda DKI dengan Pemda Kota Solo, jelas memerlihatkan gambaran yang jomplang. Pemda DKI jelas terukur keberhasilannya, sementara Kota Solo malah menunjukkan indikator sebaliknya.

Semut melawan gajah, adalah kategori paling berbahaya yang dikembangkan oleh Jokowi sendiri untuk menutupi kenyataan sebaliknya. Benar bahwa seluruh partai selain PDIP dan Partai Gerindra berhimpun mendukung Fauzi Bowo. Namun mesin kampanye yang bekerja di belakang Jokowi-Ahok jauh lebih besar dan kuat dibandingkan mesin partai Fauzi Bowo. Grup-grup media besar terlihat semakin partisan terhadap Jokowi. Grup-grup media itu bukan berpijak pada kepentingan sendiri, melainkan berakar pada kepentingan kekuatan politik lama (PDIP) dan baru (Partai Nasdem), melawan kekuatan partai-partai politik Reformasi ‘98.

Kepentingan itu jauh lebih dalam mengakar. Kalangan minoritas Tionghoa yang selama ini sudah menguasai mayoritas sumber daya ekonomi Indonesia, ingin juga berkuasa di kancah politik. Hary Tanoe (MNC Grup) bergabung dengan Surya Paloh (Media Grup), keduanya adalah pemimpin Partai Nasdem, menggunakan kekuatan medianya untuk mendukung Ahok. Publik pemerhati dan pembaca berita bisa merasakan tendesi pemberitaan positif untuk Jokowi-Ahok, negatif untuk Fauzi Bowo.

Gajah besar berikutnya di belakang Jokowi-Ahok adalah Grup Kompas-Gramedia. Kompas Online mengembangkan berita politik harian melalui Rubrik Liputan Khusus Jakarta 1, sementara Gramedia menjadi jaringan distribusi untuk buku-buku Jokowi-Ahok. Pemihakan grup media ini lebih bersifat ideologis. Kompas bukanlah ruang terbuka yang bisa dimasuki oleh kepentingan Islam dan ummat Islam. Para penentu kebijakan Kompas, selain Jacob Utama, adalah mereka yang corcern terhadap pemeberian kesempatan yang lebih luas bagi minoritas, yang berarti non-muslim. (Besambung)****

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun