Mohon tunggu...
Macg Prastio
Macg Prastio Mohon Tunggu... Buruh - Blogger

Rakyat Konoha

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

4 Hal Mengapa Kita Kesulitan Berdebat dengan Rocky Gerung.

5 September 2024   11:48 Diperbarui: 5 September 2024   11:53 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

1. Posisi atau situasi. Kita harus tahu Rocky gerung berada atau berdiri pada posisi yang bebas. Argumen dia tidak terikat pada siapa pun dan tidak ada sentimen politik lainya(kalau mau dilihat secara langsung, tapi dibalik itu kita butuh pembuktian dan argumen yang kuat juga). Ia pemikir yang independen, artinya tidak memihak pada salah satu pihak. Ia tahu akan posisinya, jika ia memihak pada salah satu pihak, maka argumennya akan terbatas. Karena ia pasti berusaha untuk membenarkan yang ia bela. Setiap kubu mempunyai kelemahannya masing-masing. Yang tidak ada cela saja ia mampu mengoreknya, apalagi yang terang-terangan. Di setiap situasi perdebatan Rocky Gerung selalu menempatkan dirinya dengan baik. Yang ia fokuskan adalah membangun kualitas argumennya. Tanpa membela atau membela pihak siapapun. Argumennya harus berdiri sendiri, sebelum membela atau menyerang pihak manapun. Ia akan membela jika benar, dan menyerang jika salah. Ia tetap aman, sekalipun mengatakan pak jokowi tak paham Pancasila, atau mengatakan kitab suci adalah fiksi. Yang seakan-akan membawa orang kepada salah pemahaman, padahal itu mempunyai argumennya sendiri.

2. Soal AD hominem. Entah benar atau tidak ia seolah-olah membawa orang yang di debatnya terjebak dalam kesalahan logika. Ambil contoh kemarin Perdebatannya dengan pak silvester. Ia bebas mengatakan, pak Silvester bodoh atau dungu, dan sampai bertanya tentang profesornya pak silvester. Dugaan saya, ini sejalan dengan Rocky Gerung yang mengatakan ia bebas menghina presiden, artinya yang ia hina itu presiden sebagai lembaga yang tidak menjalankan fungsi dengan baik. Bukan sebagai persona yang seorang manusia yang bernama Joko Widodo. Artinya yang Rocky Gerung kritik pak Silvester adalah pikirannya bukan pak Silvester sebagai persona. Sebab pikiran itu otonom, pikiran itu bisa kita pertajam atau kita membiarkannya menjadi tumpul. Sudah menjadi kesalahan kita, jika kita tak mampu mengasah pikiran kita. Jadi, wajar kalau pihak lawan mengatai kita bodoh, dungu, dan semacamnya. Kita sering mendengar pernyataan, seperti "Tidak ada orang yang terlahir bodoh, yang ada hanya kita malas belajar". Jika kita berada di pihak, pak Silvester sebaiknya kita mengakui ketidaktahuan kita, karena jika kita pura-pura tahu, maka itu menjadi celah buat lawan kita.

3. Koneksi. Dibekali dengan pengetahuan yang mumpuni, dan punya banyak koneksi. Koneksi maksud saya adalah tentang hubungannya yang sering ia katakan, ia sering bertemu menteri-menteri, pejabat-pejabat, pak Prabowo dan lain sebagainya. Artinya ia punya banyak informasi dan peta perpolitikan di Indonesia. Dengan begini kita harus menjaga jarak dan tidak terburu-buru untuk berdebat dengannya apalagi sampai melibatkan perasaan.

4. Argumen jujur. Menyambung dari hal yang pertama, jujur disini artinya soal pikiran yang mandiri. Bukan hanya argumen yang kuat namun juga jujur, itulah yang dimiliki Rocky Gerung. Pikiran yang jujur, tidak memandang posisi atau jabatan seseorang. Kita semua pasti memiliki pemikiran yang jujur, namun terlebih dahulu kita sudah terjebak pada jabatan dan status kita. Seolah-olah kita terjebak pada dua kubu, kalau tidak A ya B, kalau tidak pak Prabowo ya pak Anis, atau pak Jokowi. Argumen kita akan terbatas, jika kita berada di kubu yang banyak melakukan blunder atau mengundang banyak tanda tanya. Kita akan berusaha mati-matian membelanya, karena kita pertaruhkan jabatan dan status kita.

Jika kita ingin berdebat dengan Rocky Gerung, maka kita harus bebas dari bentuk ikatan apapun, baik jabatan, status, atau berada di kubu manapun. Agar kita bisa menghasilkan pemikiran yang mandiri terlahir dari buah pikiran kita. Yang ada hanya membela atau menyerang argumen lawan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun