Saya punya adik cewek. Izzah namanya. Sempat pada waktu tertentu kami sekeluarga membahas bagaimana pendidikan dia nanti. Bapak saya menyarankan setelahnya mondok di ma pati lalu kuliah sambil hafalan quran. Ibu saya menentang katanya habis ma mondok lagi fokus quran baru kuliah. Adekku ternyata juga menjawab lain lagi habis mondok terus fokus quran kemudian rabi. What rabi? Kami kaget waktu itu. Si Izzah cuma cengir aja.Â
Apa yang jadi jawabannya sama dengan bibiku Lilis. Waktu itu dia menggerutu susahnya sekolah kebidanan. Setelahnya malah muncul celetukan mending nikah. Satu lagi baru kemaren temen-temen cewekku bicara masalah pendidikan indonesia. Mereka menemukan banyak masalah. Satu temanku menjawab gampang" makane cepet nikah.". Hehe nikah, nikah, nikah. Apa sih yang sebenernya dipikir mereka.
Mungkin bukan saya saja yang menemui hal demikian. Saya yakin di masyarakat pasti banyak sekali yang mendengar apa yang saya dengar, mending nikah. Sikap tersebut adalah pengaruh mainset yang selama ini diyakini dimasyarakat. Yaitu perempuan adalah ibu rumah tangga, perempuan bukan pemimpin rumah tangga, sudah ada tulang punggung yang menjamin kehidupan mereka. Belum lagi hal ini kemudian dibungkus dengan dalil agama yang menjadikannya terlihat baik.
Apa yang menjadi mainset tersebut saya kira fakta dan sesuai dengan kenyataan yang ada. Dan beberapa ayat didalam alQuran pun menunjukan kesempatan kebolehan meyakini hal tersebut(Walaupun sebenarnya ada pendapat yang lain). Yaitu lebih baik untuk menjadi ibu rumah tangga saja.  Namun, masalahnya banyak perempuan yang salah mengartikan hal-hal tersebut. Fakta yang telah saya sebutkan seakan mereka anggap sebagai lampu hijau untuk  tidak perlunya  mencapai  ilmu yang tinggi atau memiliki keahlian yang matang, soalnya kan sudah ada dia, Suamiku. Akibatnya, masa belajar yang mereka ikutipun terpengaruh dengan tidak adanya semangat mencapai sesuatu dan tujuan yang jelas. Pokok penting sekolah.
Ilmu sebenarnya memiliki berbagai manfaat yang tak terhingga. Walaupun ada beberapa manfaat yang mana berhubungan dengan materi namun jangan diartikan manfaatnya hanya saja. Yang sebenanya, ada jutaan manfaat  yang bisa didapatkan dengan ilmu. Maka dari itulah sampai di alquran di jelaskan. Sangat jelas bahwa tidak aakn sama orang yang berilmu dan tidak ber ilmu. Walaupun ia berasal dari kaum hawa sekalipun.
Salah satu contohnya adalah ibu saya. Beliau ibu rumah tangga. Beliau memang  bukan dari lulusan sarjana, namun alhamdulillah beliau berhasil menamatkan al-quran nya disaat sebelum melahirkan kami. Saat ini dengan modal al-quran nya, beliau selalu kalau kumpulan (biasalah ibuk2) didepan yang baca doa. Apalagi kalau baca al-quran. Selain itu sekarang beliau juga dipercaya juga wakil ketua fatayat di desa. Yang saya maksud disini, bukan kemudian kita meniatkan ilmu kita untuk segala hal duniawi seperti itu.Â
Yang ingin saya sampaikan adalah memang ada pengaruh yang besar  dimasyarakat kita bagi orang yang berilmu. Apalagi zaman sekarang tidaklah sama dengan zaman dulu. Dulu tentu wajar manakala seorang perempuan  hanya diam saja dirumah. Namun dizaman sekarang sangat banyak sekali kegiatan kemasyarakatan yang melibatkan didalamnya kaum perempuan. Barulah nanti manakala kalian berada pada posisi rendah dan ada satu dua orang karena ilmunya  berada di depan anda. Disitulah nanti akan kalian temui rasa sesal karena menyia-nyiakan kesempatan itu. Dan itu sudah banyak saya dengar dari banyak orang.
Tentu tidak perlu sama dengan ibuku. Yang fokusnya ke ilmu agama. Akan Sama saja untuk semua ilmu.  Pasti ada porsi kemanfaatannya masing-masing.  Yang penting  ilmu itu sudah pada standar sudah bisa di nikmati kemanfaatannya. Kalau guru bahasa arab ya sudah menguasai 4 maharoh. Cah pondok kitab sudah bisa baca kitab. Cah IT sudah paham betul seluk beluk komputernya dan seterusnya.  Kalau masih setengah-setengah jangan harap. Karena ilmu akan menunjukka  taringnya ketika dia sudah sempurna(lengkap) dipelajari.
Selain itu, dengan jelas di dawuh kan juga oleh nabi bahwa ibu adalah madrasah pertama untuk anak. Yang artinya, ada tugas besar bagi ibu untuk menanamkan nilai-nilai yang nanti akan sangat mempengaruhi masa depan dari anak. Para ulama' pun banyak yang menjelaskan tentang  pengaruh kecerdasan anak dengan kecerdasan ibu. Salah satunya pada penafsiran salah satu ayat yang menjelaskan bahwa wanita adalah harsun lakum( ).Â
Yang berarti ladang bagi laki-laki. Dalam ilmu ketanian sebagus apapun bibit jika tidak ditanam di tanah yang berkualitas maka tidak akan tumbuh tanaman yang yang berkualitas. Itu artinya ibu memiliki bagian yang sangat vital. Atau bahkan lebih dari laki-laki(jika melihat uraian ayat tersebut). Akan sangat-sangat menyedihkan apabila terjadi anak berkata"saya tidak pintar karena ibu saya bodoh". Jangan sampai itu terjadi.
Jadi mulailah pahami sekali lagi, bahwa kalian kaum hawa butuh ilmu sama halnya dengan saya laki-laki. Entah itu untuk ibu pekerja atau ibu rumah tangga. Â Jangan sia-siakan apa yang sudah diperjuangkan oleh ibu kita kartini. Dengan jasanya, sekarang perempuan bisa jadi apa saja yang mereka inginkan. Pendidikan yang dulu sangat sulit didapatkan oleh perempuan sekarang sudah sama bagi siapa saja.Â