RS Pertamedika Sentul City mencatat sejarah baru dalam dunia kedokteran di Indonesia. Untuk pertama kalinya, RS milik perusahaan BUMN Pertamina yang memang didesain menangani penderita liver dan jantung itu melakukan operasi cangkok hati. Pasien pertamanya adalah seorang bocah berusia 8 tahun bernama Muhammad Sayid Hafidz yang didiagnosa mengidap kelainan genetik dan mempengaruhi hati, jantung, ginjal, dan sistem tubuh lainnya. Meski demikian, tak nampak sedikitpun raut kecemasan di wajah Hafidz yang menghitam karena gangguan liver yang tak bisa berfungsi sempurna sejak lahir. Dalam istilah kedokteran, Hafidz dinyatakan mengidap "Alegille Syndrome". Setelah menjalani pemeriksaan medis berkali-kali, jalan yang harus ditempuh untuk menyembuhkan Hafidz adalah operasi cangkok hati. Adapun orang yang mendonorkan livernya kepada Hafidz tak lain adalah ayahnya sendiri, Sugeng Kartika. Sang Ayah memberikan dukungan penuh terhadap anaknya. Dua tahun sudah ia bersama istrinya memutuskan berhwnti bekerja demi merawat Hafidz dan menggendongnya ke sekolah. Perihal kondisi Hafidz dan rencana operasinya tak luput oleh dari perhatian Menteri BUMN Dahlan Iskan. Sebelum operasi, Dahlan sempat melontarkan pernyataan di hadapan media dan dokter yang akan menangani operasi cangkok hati Hafidz. “Saya tahu bahwa biaya-biaya untuk transplantasi hati itu luar biasa banyaknya," ujarnya. Tak lupa Dahlan menyematkan rasa bangganya kepada kedua orangtua Hafidz. "Saya juga bangga dengan ibunya, beliau ini dulu bekerja, sekarang berhenti bekerja demi puteranya. Demikian juga saya bangga dengan bapaknya yang akan menyumbangkan separuh livernya untuk anaknya sehingga donor sudah tersedia," jelas Dahlan. Sang Menteri yang sedang menghadiri lawatan ke sejumlah negara, sedang berada di Jepang untuk menghadiri MoU Indonesia Port Corporation (IPC) dengan Mitsui Co Ltd, saat operasi transplantasi hati berlangsung. Dahlan sebenanrnya ingin hadir menemani Hafidz saat operasi di Rumah Sakit yang digagasnya tersebut. Pertamedika boleh dibilang merupakan refleksi atas perjalanan Dahlan yang sebelumnya pernah mengalami hal serupa. Kala itu, Dahlan harus diterbangkan ke luar negeri, Tiongkok tepatnya. Indonesia belum memiliki Rumah Sakit yang mampu melakukan transplantasi hati seperti Pertamedika sekarang. Adalah Profesor Shen yang menangani operasi 'ganti hati' Dahlan hingga akhirnya bisa kembali normal dan melanjutkan kehidupannya hingga sekarang. Pengalaman itu menjadi pelajaran yang sangat berharga buat Dahlan. Hati Dahlan mungkin sudah pulih secara fisik, namun masih ada yang mengganjal dalam lubuknya. Bak dua sisi mata uang, keberhasilan operasi ganti hati di negeri Cina tersebut sekaligus menjadi pecut bagi sanubarinya. Dahlan tahu betul berapa total biaya yang ia habiskan untuk melakukan ganti hati. Ia mungkin masih menyimpan slip pembayaran rumah sakit, beli obat, biaya inap keluarga yang silih berganti menemani termasuk wara-wiri Indonesia-Tiongkok, tiket pesawat, dan tetek bengek lain yang harus ia keluarkan. Paling tidak, bekas wartawan harian Jawa Pos itu akan selalu teringat tatkala harus membuka lambang mercy di bagian perutnya. Bekas sayatan pisau bedah itu konon seharga dengan mercy di garasi rumahnya, bahkan lebih mahal. Wajar jika kemudian, meski dirinya kini berada di Tokyo, bayangan meja operasi di sekitar Hafidz hilir mudik melintas di benaknya. Apa daya, tugas negara tak boleh ditinggalkan. Cukup doa yang bisa ia panjatkan dari seberang sana. Toh, doa memiliki arti penting dalam memanjatkan asa pada Sang Khalik. Bukankah doa pula yang menyelamatkan nyawa Dahlan? Saat ia terbaring dan sekelompok tim medis membelek tubuhnya dengan ujung pisau bedah, ratusan, atau mungkin ribuan orang memanjatkan doa dengan caranya masing-masing. Surabaya, Madiun, Jakarta, masing-masing memanjatkan doa. Mulai dari umat Muslim, Katolik dan Protestan, Budha, semuanya memanjatkan harap akan keselamatan Dahlan pada Sang Khalik. Dahlan Iskan juga pasti paham betul makna doa itu. Ia pasti jauh lebih paham dari penulis sendiri karena mengalami langsung ketegangan tersebut. Kini, ganti Dahlan memanjatkan doa bagi Hafidz. Tak sia-sia, sekitar pukul 11 malam tadi, operasi Hafidz dinyatakan berhasil. Operasi di bawah pimpinan Profesor Koichi Tanaka asal Jepang itu berjalan mulus. Tanaka sendiri merupakan yang terbaik di dunia dalam soal membedah hati. Ia sengaja didatangkan Dahlan untuk membantu operasi Hafidz. Ia tak lain merupakan guru dari Profesor Chen yang sebelumnya sukses menangani Dahlan. Tak ayal, Dahlan yang jarang nge-twit meski memiliki lebih dari 950 follower ini pun langsung berkicau menyatakan kegembiraannya atas kesuksesan operasi Dahlan. Nampak nada haru dalam kicaunya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H