Mohon tunggu...
dadi kristian
dadi kristian Mohon Tunggu... Akuntan - Akuntan dan Petani, menyukai ekonomi

hanya seorang penanam tomat

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Pelayanan Buruk Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI)

28 Februari 2014   19:59 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:22 4834
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1393579767348212560

[caption id="attachment_325237" align="aligncenter" width="544" caption="Ilustrasi/Admin (Kompas.com)"][/caption]

Kita sering mendengar PNS diplesetkan menjadi kependekan dari Pegawai Negeri Santai. Biasanya saya hanya menertawakan candaan tersebut tanpa benar-benar paham artinya. Ketika saya mulai sering berurusan dengan lembaga pemerintah, saya mulai memahami kenapa julukan bernada sinis tersebut muncul.

Hari ini Jumat tanggal 28 Februari 2014, saya berangkat pagi-pagi dari rumah ke gedung Perpustakaan Nasional RI di Jl. Salemba Raya No.28 A Jakarta Pusat, dengan harapan pukul 08.00 bisa sampai di tempat. Saya membayangkan dengan gedung sebesar itu pastilah pelayanannya prima. Layaknya sebuah bank saya tinggal datang mengambil nomor antrian menunggu panggilan total waktu tidak lebih dari 30 menit.

Keperluan saya adalah mencetak kartu keanggotan perpustakaan RI. Saya datang tepat pukul 07.55, namun apa daya ternyata gerbang gedung PNRI belum dibuka karena para pegawai sedang senam pagi, senam baru selesai sekitar pukul 08.45 WIB. Bagaimana ini bisa terjadi padahal jelas tertera di website-nyahttp://www.pnri.go.id/JadwalLayanan.aspx bahwa jadwal layanan untuk hari Senin-Jumat adalah pukul 08.00 s.d 16.00 WIB. Pukul 08.45 saya baru bisa masuk ke gedung tempat pelayanan. Ternyata sungguh mengecewakan para petugas PNRI kelihatan sama sekali belum siap, tempat layanan cetak kartu keanggotaan belum dibuka, tidak ada nomor antrian bahkan sampai dengan pukul 10.00 WIB. Saya bertanya pada sekuriti, jawaban pertama adalah petuganya belum datang, kemudian satu jam kemudian saya tanya lagi jawabannya adalah “mungkin” petugasnya ada acara. Sama sekali tidak kelihatan semangat untuk melayani pengunjung, para pegawai pnri yang lain hanya lewat sambil sok sibuk menelepon tanppa peduli bahwa sudah banyak orang yang menunggu untuk dilayani. Akhirnya dengan hati jengkel saya memilih untuk pulang. Untuk membayar orang-orang seperti inikah penghasilan kita dipotong pajak tiap bulan?

Tentu saja saya paham jauh lebih banyak pegawai PNRI yang produktif, dan banyak program PNRI yang bermanfaat bagi masyarakat. Tapi semuanya akan menjadi sia-sia justru ketika pelayanan yang paling dasar seperti pelayanan mencetak kartu anggota saja tidak bisa dilayani dengan baik. Omong kosong dengan istilah reformasi birokrasi, pelayanan prima, KPI, remunerasi dll. yang saya tidak begitu tahu apa artinya. Yang saya tahu sebagai orang awam adalah bahwa pegawai negeri yang bekerja di PNRI tersebut datang tidak tepat waktu, tidak terlihat punya semangat untuk melayani pengunjung, tidak sigap seperti pegawai swasta memperlakukan pelanggan. Lihat saja buktinya janji layanan buka pukul 08.00 tapi kenyataannya ngaret sampai pukul 10.00 WIB. Apa pun alasannya harusnya pengujung tetap dilayani karena untuk itulah mereka dibayar, misal jika sebagian pegawai senam atau acara lain, tidak ada salahnya ada pegawai piket sehingga pelayanan tetap berjalan.

Sekali lagi uang pajak yang saya bayarkan yang SPT-nya harus sudah mulai disampaikan bulan ini hanya untuk membayar para pegawai yang tidak bisa datang tepat waktu, atau apakah pimpinan PNRI tidak bisa mengatur hal yang paling sederhana seperti pengaturan giliran petugas jika petugas yang satu sedang berhalangan. Ini juga berlaku bagi instansi pemerintah yang lain, entah itu kelurahan atau kantor kepolisian. Anda dibayar dari pajak kami untuk melayani masyarakat, jika seandainya tidak sanggup lebih baik PNRI dijadikan swasta saja.

Dua jam waktu untuk menunggu adalah sangat berharga dan benar benar buang waktu. Saya kira pustakakawan adalah orang-orang cerdas yang menghargai waktu. Ternyata bahkan mereka tidak bisa membedakan antara angka 8 dan angka 10. BAKA!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun