Selamat datang di negeri antah berantah, dimana wakil rakyat di Senayan diam-diam sedang berusaha menghapuskan hukuman mati dengan menjadikannya hanya sebagai pidana alternatif. Para pembunuh, begal, koruptor, dan pedagang narkoba yang telah divonis hukuman mati bisa lolos dari hukuman mati jika dalam jangka 10 tahun berpura-pura bersikap baik.
Mungkin para Yang Mulia yang bersemayam di Senayan dan para pejabat di pemerintahan takut jika hukuman mati suatu saat akan berbalik memukul para yang Mulia sendiri. Misalnya jika megakorupsi e-ktp berhasil dibongkar KPK dan para perampok uang rakyat tersebut berhasil diseret ke meja hijau, jangan-jangan mereka akan terkena hukuman mati. Berdasarkan pasal 2 ayat 2 UU Tipikor tahun 1999 tindak pidana korupsi dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.Â
Keadaan tertentu yang dimaksud adalah ketika Negara dalam keadaan bahaya, pada waktu terjadi bencana nasional, sebagai pengulangan tindak pidana korupsi atau pada waktu Negara sedang mengalami krisis ekonomi dan moneter. Bukankah pada saat itu negara sedang dalam keadaan bahaya karena Manohara diculik oleh pangeran dari negara serbang, dan sedang terjadi bencana nasional dimana-mana mulai dari gunung meletus sampai banjir.
Terbayangkah olehmu kawan 49% dari tiap nilai proyek merupakan jatah anggota dewan, para pejabat pemerintah dan para bedebah pemburu rente. Pantas jembatan cepat ambruk, pantas sekolah cepat rubuh, karena kualitas bangunan yang buruk akibat dana dikorupsi. Aturan 49%:51% tersebut berlaku untuk semua proses pengadaan barang dan jasa dari pusat hingga daerah. Bahkan dana hibah untuk masjid mereka potong juga, kalau tidak percaya tanya saja pada panitia pembangunan masjid yang mendapat dana hibah dari pemda. Panitia akan menerima 51 juta tapi diminta tanda tangan bukti terima sebesar 100 juta.
Kenapa selalu ada pejabat yang ingin menghapuskan hukuman mati. Ah, mungkin mereka tidak pernah menjadi korban, atau keluarga korban. Bagaimana bisa menjadi korban, kemana-mana mereka selalu dikawal oleh voorijder dengan suara serine meraung-raung yang memekakan telinga dan membuat orang lain kaget setengah mati hingga hampir mati karena jantungan.
Ngomong-ngomong soal voorijder, saya terkadang heran kenapa pejabat kenapa kemanapun pergi, bahkan ketika hanya akan makan siang, selalu memakai pengawal. Kenapa mereka tidak mau mengantri dalam kemacetan sebagaimana rakyat jelata yang lain. Bukankah mobil yang mereka tumpangi adalah mobil dinas yang dibeli dari uang para pembayar pajak. Bagaimana bisa para pejabat di kementerian perhubungan atau pemda  bisa mengurai masalah kemacetan yang kusut sekusut-kusutnya seperti benang kusut, jika mereka tidak  pernah merasakan kemacetan. Bagaimana bisa orang yang tidak pernah merasakan kemacetan bisa menyelesaikan masalah kemacetan.
Kembali ke hukuman mati, dimana para anggota yang mulia di Senayan bersama dengan pemerintah sedang menyelundupkan ketentuan penghapusan hukuman mati melalui RUU KUHP. Negara ini memang aneh, dimana nasib para narapidana lebih diperhatikan daripada nasib kaum papa. Dimana Negara merasa harus minta maaf kepada para bedebah, begal dan koruptor jika misalnya makanan di penjara kurang berkenan dan ruangan tempat bersantai kurang nayaman. Mereka tidak berpikir, bahwa bahkan korban tidak punya pilihan untuk memilih apakah akan dibunuh saat ini atau menunggu 10 tahun lagi. Dan, kenapa kita para pembayar pajak yang harus menanggung hidup para narapidana tersebut. Kenapa dengan uang pajak yang kita bayar kita memberi makan para koruptor, begal dan perampok dipenjara.
Ngomong-ngomong soal pajak, sudahkah anda menyerahkan SPT dengan benar?, salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H