Mohon tunggu...
dadi kristian
dadi kristian Mohon Tunggu... Akuntan - Akuntan dan Petani, menyukai ekonomi

hanya seorang penanam tomat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dari RUU Pesantren hingga RUU Permusikan, Ketika Negara (Politisi) Terlalu Banyak Mengatur

12 Februari 2019   08:44 Diperbarui: 12 Februari 2019   08:57 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Bagaimana hubungan Negara dan dan rakyat yang ideal?. Kita diajarkan untuk mengamalkan kalimat "jangan tanya apa yang diberikan negara kepadamu tapi tanya apa yang telah kau berikan kepada negara". Posisi negara seakan-akan lebih tinggi dari individu, negara lebih tinggi dari agama dan keluarga. Kepala negara seakan-akan menjadi seorang ayah dan rakyat adalah anak-anaknya dan anak harus menuruti ayahnya kan?. Dan ayah mempunyai banyak tangan yaitu lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif dan semuanya menuntut untuk dipatuhi.  Tapi seorang insan merdeka akan bertanya "apa yang bisa kita lakukan melalui negara untuk kepentingan kita bersama.". 

Negara dan rakyat seharusnya sejajar, negara hanyalah alat untuk mencapai cita-cita bersama. para pejabat negara dan aparatnya belum tentu lebih cerdas dan bijaksana dari rakyatnya.

Tugas anggota DPR bukanlah membuat undang-undang, tapi membatalkan undang-undang yang menghambat kebebasan. Tugas pemerintah bukanlah menambah kekuasaan dan kewenangan, tapi mengembalikan kekuasaan dan kewenangan tersebut pada rakyat. Tugas menteri bukanlah menambah lembaga dan birokrasi baru, tapi membubarkan setiap lembaga yang tidak efisien dan tidak ada manfaatnya bagi rakyat. 

Pesantren sudah ada jauh sebelum negara ini terbentuk, pesantren tidak perlu diatur atau dibatasi, biarkanlah ia berkembang dengan sendirinya, pesantren tidak perlu dilindungi, biarlah rakyat yang menentukan mana yang layak hidup atau mati. Tidak terbayang, seorang kiai sepuh harus mondar-mandir ke gedung pemerintahan untuk mengurus perizinan pesantren, harus mengurus berkas ini dan itu harus membayar pajak ini dan itu.

Umur musik setua peradaban manusia. Musik adalah cerminan dan ungkapan hati manusia, biarlah masyarakat yang menilai, apakah suatu musik itu layak didengar atau tidak, pemusik tidak perlu sertifikasi, kalau ada orang yang mau menyanyi biarlah ia menyanyi, kalau suaranya jelek, penonton dengan sendirinya akan melemparinya dengan sandal.

Tarif ojek online biarlah ditentukan oleh hukum permintaan dan penawaran, jika driver gojeg merasa mendapatkan penghasilan terlalu rendah mereka bisa pindah ke Grab, jika Grab dirasa membayar terlalu rendah, driver bisa mencari pekerjaan lain. Jika tidak ada satupun yang mau menjadi driver  ojek online maka terpaksa penyedia aplikasi akan akan menaikkan pembagian hasil buat driver.

Sebagian besar masalah negara ini bukanlah tidak adanya kehadiran pemerintah, tapi pemerintah yang terlalu banyak ikut campur pada sendi-sendi kehidupan masyarakat padahal kewenangan memerlukan aparat dan organisasi yang mendukungnya pada akhirnya memerlukan anggaran yang besar. Ketika negeri ini terlalu banyak politisi dan birokrasi, maka mereka akan terus selalu menambah kewenangan, menambah kegiatan, menambah anggaran dan pegawai, pegawai baru perlu kewenangan baru, kewenangan baru perlu anggaran baru, anggaran baru perlu sumber pajak yang besar, pada akhirnya rakyatlah yang menanggung bebannya.

Beberapa hari yang lalu kita dikejutkan oleh berita sebanyak 150 jenderal dan 500 kolonel menganggur (tanpa jabatan), kepolisian pun tidak ada bedanya. Bagaimana mengatasinya? hal yang paling mudah adalah membentuk organisasi baru tanpa peduli apakah organisasi tersebut benar-benar dibutuhkan atau tidak, kedua "membajak" jabatan sipil untuk diisi Jenderal TNI dan kepolisian, padahal PNS sipil pun banyak yang berprestasi dan ahli di bidangnya. 

Para pimpinan negeri ini harusnya berpikir, organisasi baru memerlukan gedung baru, memerlukan pegawai baru, memerlukan anggaran baru, memerlukan kewenangan baru, kalaupun kewenangan tidak ada akan berusaha dicari kewenangannya, yang pada akhirnya akan banyak peraturan yang memberatkan masyarakat, dan target penerimaan pajak akan selalu naik.

Sudah saatnya kekuatan rakyat sipil bersatu untuk menolak The Big Government. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun