Mohon tunggu...
Sasono Arisandi
Sasono Arisandi Mohon Tunggu... -

Assalamualaikum WR.WB.\r\nAku tidak bermaksud untuk membenarkan pendapatku dan menyalahkan pendapat kalian.\r\nAku hanya ingin menjalankan tugasku sebagai muslim, yaitu menyebarkan pesan Rasulullah SAW, dan memberi peringatan.

Selanjutnya

Tutup

Nature

Jaringan Telekomunikasi: Solusi atas Permasalahan di Perbatasan Indonesia Ditinjau dari Aspek Pancagatra

29 Desember 2010   06:36 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:15 1154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dan sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi orang lain (Al-Hadits)

Izinkanlah saya memulai tulisan saya dengan menceritakan sebuah kisah tentang seorang juragan kaya yang hidup di pelosok nusantara bernama Pace Obed. Pace Obed sedang dirundung duka yang mendalam karena sedang ditinggal anaknya tercinta merantau ke kota besar. Mendengar suara anaknya pun hanya mimpi karena Pace Obed ini tidak memiliki alat komunikasi apapun. Maklum, daerah tempat tinggalnya pelosok yang tidak terjangkau jaringan telepon rumah. Sehingga, atas saran anaknya Pace Obed ini memutuskan untuk membeli ponsel juga.

Dengan semangat membara, Pace Obed akhirnya sampai di perkotaan. Pace Obed membeli ponsel yang paling mahal tanpa ditawar dan langsung pulang ke rumah tanpa bertanya bagaimana menggunakannya. “Ah paling tinggal pencet power beres. Gengsi dong orang kaya masak nanya-nanya,” begitu pikirnya.

Sesampainya di rumah, Pace Obed mencoba berulang kali menelepon anaknya tetapi tidak bisa. Pace Obed pun memutuskan untuk kembali ke tempat dia membeli ponsel tersebut.

“Bang gimana sih ini ponsel kok nggak bisa beta gunakan untuk nelpon,” kata Pace Obed

“Begini pace ini saya coba tidak masalah kok, mungkin di daerah pace tidak ada sinyal.”

Mendapat penjelasan demikian Pace Obed pun marah, “abang ini bagaimana sih jualan yang bener dong jangan setengah-setengah. Jual ponsel kok gak sama sinyalnya sekalian. Berapa sih harganya sinyal? Beta beli 5.”

***

Cerita di atas memang anekdot yang telah lama berkembang di- masyarakat. Namun, fenomena kesulitan mendapat sinyal di pedalaman sebagaimana dialami oleh Pace Obed juga dirasakan oleh banyak saudara kita di perbatasan.

Masyarakat di perbatasan memang merupakan kaum minoritas di bangsa ini, sedangkan 42% penduduk Indonesia berada di perkotaan (BPS, 2000). Tetapi, bukan berarti mereka bisa diacuhkan. Kita tidak dapat menyalahkan begitu saja ketertinggalan mereka karena mereka tinggal di pedalaman. Kemudian, kita seenaknya berkata, ”perbatasan itu kan jauh. Itu konsekuensi kita tinggal di perbatasan.” Justru atas jasa merekalah kondisi alam di perbatasan bisa terjaga dan potensi alam bisa dimanfaatkan dengan asas kepentingan bersama.Juga, karena mereka adalah warga negara Indonesia, saudara kita yang harus kita perhatikan dan perjuangkan haknya. Sehingga, hak-hak rakyat perbatasan untuk mendapatkan kehidupan yang layak berupa hak untuk mendapatkan jaringan telekomunikasi merupakan sesuatu yang harus diperjuangkan oleh berbagai pihak. Terlebih lagi, seiring kemajuan zaman dengan konvergensi IT dan telekomunikasi yang semakin mutakhir, kehadiran jaringan telekomunikasi di daerah yang sebelumnya tidak terjangkau dapat melahirkan sebuah revolusi kehidupan di berbagai bidang yang mampu membawa kemudahan dalam proses penyelesaian masalah yang terjadi di pedalaman dan perbatasan.

Untuk mengetahui sebesar apa manfaat kehadiran jaringan telekomunikasi di daerah perbatasan, maka kita harus mengetahui masalah paling mendasar yang ada di daerah pedalaman dan perbatasan. Secara garis besar, masalah yang terjadi di perbatasan dibagi ke dalam sebuah induk aspek sosial yang disebut Pancagatra yang terdiri dari: Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial Budaya, serta Pertahanan dan Keamanan. Melalui Pancagatra inilah kita bisa meneliti bagaimana peran industri seluler dalam membantu mengentaskan permasalahan yang ada di perbatasan Indonesia. Tulisan ini akan mencoba meneliti peran industri seluler Indonesia dalam membantu penyelesaian kemelut pada lima bidang sosial utama tersebut.

Jaringan Telekomunikasi dan Ideologi

Kurangnya pembinaan terhadap masyarakat dan akses pemerintah baik pusat maupun daerah ke kawasan perbatasan menyebabkan penghayatan dan pengamalan Pancasila sebagai ideologi negara dan falsafah hidup bangsa tidak disosialisasikan dengan gencar seperti dulu lagi. Hal tersebut dapat menyebabkan masuknya pemahaman ideologi lain seperti paham komunis dan liberal kapitalis, yang mengancam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dari rakyat Indonesia di perbatasan. Belum lagi tantangan dari negara tetangga yang bisa saja menyusupkan ideologinya demi mencaplok daerah perbatasan maupun rakyat Indonesia disana, contohnya Askar Wathania. Oleh karena itu, perlu adanya suatu metode pembinaan ideologi Pancasila yang terus-menerus, namun tidak bersifat indoktrinasi dan yang paling penting adanya keteladanan dari para pemimpin bangsa.

Tetapi, dengan kondisi geografis perbatasan yang terpencil mengakibatkan pemerintah sulit untuk menjangkau masyarakat perbatasan. Di sinilah peran operator telekomunikasi, dengan hadirnya jaringan telekomunikasi di daerah perbatasan pun masyarakat di sana pun akan bisa dijangkau. Sehingga sosialisasi nilai-nilai Pancasila pun bisa dilakukan tanpa dibatasi ruang dan waktu.

Bila masyarakat di perbatasan sudah terkoneksi jaringan telekomunikasi, layanan operator telekomunikasi yang bisa dimanfaatkan untuk sosialisasi ini pun beragam. Mulai dari yang paling sederhana, yaitu layanan SMS. Sering kita lihat di televisi promosi tentang penularan pemikiran lewat jasa SMS, misalkan layanan pesan singkat Mario Teguh, Tung Desem Waringin, dan lain-lain. Di kampus saya pun ada program SMS tausyiah untuk menyebarkan ajaran agama yang ternyata sukses bisa menumbuhkan kecintaan mahasiswa terhadap agama. Lalu, alasan apa yang membuat SMS tidak bisa diterapkan untuk menanamkan kecintaan terhadap ideologi Pancasila kepada masyarakat di perbatasan? Layanan SMS memungkinkan sosialisasi nilai-nilai pancasila dengan intensitas yang dinamis, dan perlahan namun berkesinambungan.

Selain itu, dengan jasa telekomunikasi ini pemerintah bisa berusaha untuk mendapatkan hati masyarakat dengan cara rajin menghubungi masyarakat. Bisa dengan sekedar menanyakan kabar atau lainnya sehingga masyarakat di perbatasan merasa diperhatikan. Dengan mendapatkan hati masyarakat di perbatasan ini tentunya akan memudahkan untuk menanamkan ideologi Pancasila dan kecintaan terhadap Bangsa Indonesia.

Tidak hanya masyarakat di perbatasan saja yang tumbuh kecintaannya terhadap Bangsa Indonesia, seluruh rakyat Indonesia pun juga akan semakin besar kecintaannya terhadap Bangsa Indonesia. Mengutip perkataan Soe Hok Gie “Seseorang hanya dapat mencintai sesuatu secara sehat kalau ia mengenal objeknya. Dan mencintai tanah air Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dari dekat.” Dengan terhubungnya rakyat Indonesia di perbatasan, maka akan memungkinkan kita untuk bisa melihat kondisi alam dan masyarakat di perbatasan Indonesia dari dekat. Hal ini tentu akan meningkatkan kecintaan kita hingga setiap pelosok bangsa ini.

Jaringan Telekomunikasi dan Politik

Kebijakan pemerintah dalam membangun kawasan perbatasan bersifat sektoral dan seringkali tidak menyentuh lapisan masyarakat di pedalaman. Penyaluran aspirasi masyarakat di daerah perbatasan belum berlangsung seperti yang diharapkan, terbukti belum adanya struktur pemerintahan di kampung-kampung perbatasan dan kunjungan pejabat ke pedalaman daerah perbatasan dari Pemerintah Pusat maupun Daerah sangat jarang dilakukan. Fenomena ini tentu merupakan sesuatu yang harus diperhatikan, karena aspirasi dari masyarakat merupakan dasar dari keberlangsungan negara ini. Sulitnya masyarakat dalam menyampaikan aspirasinya merupakan suatu hal yang membahayakan kancah perpolitikan negara ini. Bahkan Adam Smith sang jawara ekonom kapitalis pun sampai berkata, tragedi sesungguhnya dari orang-orang miskin adalah kemiskinan mereka akan aspirasi.”

Mengingat pentingnya aspek politik dalam kehidupan bermasyarakat, kontan permasalahan ini harus kita selesaikan dengan segera. Kehadiran jaringan telekomunikasi telah membuktikan perannya membantu menyelesaikan masalah tersebut. Suatu bidang kegiatan yang semakin menjanjikan efektivitas penggunaan jaringan telekomunikasi dalam mengurangi dimensi-dimensi ketidakberdayaan dan kegagapan (voicelessness) rakyat di perbatasan adalah e-government. E-government dapat diaplikasikan pada legislatif, yudikatif, atau administrasi publik untuk meningkatkan efisiensi internal, menyampaikan pelayanan publik, atau proses kepemerintahan yang demokratis. Keuntungan yang paling diharapkan dari e-government adalah peningkatan efisiensi, kenyamanan, aksesibilitas yang lebih baik dari pelayanan publik, serta penghapusan kebiasaan diskriminatif, dan kelalaian dalam hubungan khalayak dengan pejabat-pejabat pemerintah.

Pemerintah daerah pun telah memanfaatkan layanan telekomunikasi dengan baikuntuk melayani rakyat hingga ke pelosok dengan layanan Call Center dan SMS Center, contohnya Pemerintah Daerah Kalimantan Timur. Bagi masyarakat yang ingin berpartisipasi dalam layanan Call Center kaltimprov dapat menghubungi nomor write 0541-7773148 atau melalui SMS Center di nomor 3148. Melalui layanan Call Center dan SMS Center Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Timur ini diharapkan akan dapat lebih banyak menyerap aspirasi dan keluhan masyarakat Kalimantan Timur sehingga akan lebih tepat sasaran dan tindak lanjutnya. Bahkan, kedepannya dengan pertumbuhan jaringan telekomunikasi dan sosialisasi yang semakin intensif Pemilu Online dan Sensus Penduduk Online bukanlah sesuatu yang mustahil.

Rakyat di perbatasan pun bisa memanfaatkan jaringan telekomunikasi untuk dijadikan media sebagai social surveillance atau pengawas sosial.Mencontoh apa yang dilakukan oleh wartawan senior yang biasa dipanggil Bunda Linda. Tulisan Bunda  Linda dengan judul Marzuki Alie, Masih Waraskah Anda? pada (29/10) pukul 02:09 berhasil menyita perhatian Marzuki Ali. Sehingga pada (12/11) pukul 01.03 dini hari, muncul di headline Klarifikasi Surat Terbuka Ibu Linda dari Marzuki Alie.

Jaringan Telekomunikasi dan Sosial Budaya

Pada aspek sosial budaya masyarakat di perbatasan, saya akan memfokuskan pada pendidikan. Karena, bila kita berbicara kemajuan suatu daerah pasti mau tidak mau kita akan bersinggungan pertama kali dengan pendidikan. Ketika Jepang luluh lantak terkena bom atom, orang yang pertama kali dicari oleh kaisarnya adalah guru. Para penganut teori human capital berpendapat bahwa pendidikan adalah sebagai investasi sumber daya manusia yang memberi manfaat moneter ataupun non-moneter. Manfaat non-moneter dari pendidikan adalah diperolehnya kondisi kerja yang lebih baik, kepuasan kerja, efisiensi konsumsi, kepuasan menikmati masa pensiun dan manfaat hidup yang lebih lama karena peningkatan gizi dan kesehatan. Manfaat moneter adalah manfaat ekonomis yaitu berupa tambahan pendapatan seseorang yang telah menyelesaikan tingkat pendidikan tertentu dibandingkan dengan pendapatan lulusan pendidikan dibawahnya. (McMahon, et al , 1982: 121).

Namun kenyataannya tidak seindah yang diharapkan, kondisi pendidikan di perbatasan sangat memprihatinkan. Di Kalimantan Selatan saja, terdapat 2.952 sekolah yang mulai lapuk karena sejak pertama dibangun belum pernah diperbaiki. Bangunan tersebut rawan terbakar bila musim panas dan rawan ambruk bila diterpa hujan angin. (Kompas, 27 Agustus 2009). Belum lagi beratnya medan sehingga mengakibatkan para murid kesusahan dalam menggapai sekolah. Seperti yang terjadi di pedalaman NTT. Anak-anak harus berjalan selama 1 - 2 jam melintasi hutan dan bukit yang berjarak hampir 6 km untuk sampai ke sekolah mereka (kompas.com). Kurangnya tenaga pengajar menambah daftar panjang penderitaan dunia pendidikan di pedalaman. Tidak jarang saat siswa sudah semangat datang ke sekolah, mereka harus kecewa karena tidak ada guru yang datang. Seperti yang terjadi di kabupaten Yahukimo, Irian Jaya di sana terdapat 66 sekolah akan tetapi hanya terdapat 117 orang guru. (Suara pembaharuan). Tidak heran sekitar 750 personel TNI dari Yonif 611/Awang Long yang bertugas di kawasan perbatasan RI-Malaysia di Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) masih membantu masyarakat dengan menjadi guru.

Di sinilah dibutuhkannya kehadiran jaringan telekomunikasi. Dengan sifatnya yang bisa menembus batas ruang dan waktu, jaringan internet yang berintegrasi dengan sistem telekomunikasi bisa dijadikan solusi atas peliknya masalah pendidikan di daerah pedalaman dan perbatasan. Melihat kelebihan ini banyak pihak pemerhati pendidikan yang menggunakan internet sebagai solusi untuk pemerataan pendidikan di pedalaman dan perbatasan. Misalnya pemerintah yang telah meluncurkan buku sekolah elektronik, banyak LSM yang telah menggerakkan sistem e-learning, dan lain lain.

Manfaat jaringan telekomunikasi di bidang pendidikan semakin dimaksimalkan oleh anak negeri. Baru-baru ini lahir sebuah inovasi baru dalam aplikasi pembelajaran yang diberi nama Multiuser Interactive Multitouch Box (Mimbo). “Mimbo mampu menembus batasan ruang, waktu, dan bahasa untuk mentransfer ilmu. Mimbo terdiri atas dua aplikasi yang saling berhubungan, yaitu aplikasi untuk siswa dan aplikasi untuk pengajar dan komunitas. Mimbo memiliki fitur-fitur yang menarik, misalnya streaming class dan global consulting room yang dilengkapi dengan translated chat. Dengan adanya streaming class, dimungkinkan terlaksananya kegiatan belajar mengajar secara virtual menembus ruang dan waktu. Di samping membantu kelancaran transfer pengetahuan, Mimbo juga mampu menghemat anggaran pendidikan. Pengimplementasian aplikasi ini mampu menghemat 40 persen biaya pendirian sekolah yang kurang lebih berkisar Rp800 juta,” jelas Tim Wolfgang, pencipta Mimbo, yang beranggotakan mahasiswa Teknik Elektro UGM Ferro Ferizka, mahasiswa Ekonomi Manajemen UGM Iqbal Satrio Nindito, mahasiswa Ilmu Komputer UGM Riza Oktavian, dan mahasiswa Ilmu Komputer UGM Gathot Fajar.

Selain itu, hadirnya jaringan telekomunikasi di pedalaman juga menjadi kabar gembira bagi para ilmuwan yang sedang melakukan penelitian di pedalaman. Hal ini terkait dengan mudahnya mendapatkan jurnal dan data lainnya yang terkait dengan penelitian yang sedang dilakukan oleh peneliti tersebut.

Jaringan Telekomunikasi dan Ekonomi

Daerah perbatasan sesungguhnya merupakan daerah yang kaya akan sumber daya alam. Namun, penduduk daerah tersebut bagaikan anak ayam yang mati di lumbung padi. Begitu terpuruknya ekonomi di perbatasan yang hanya menggantungkan hidup di negeri orang. Mereka diperkerjakan sebagai buruh kasar, pembantu rumah tangga, bahkan ada sebagian lagi bekerja di perkebunan karet milik warga Malaysia. Otomatis, dengan penderitaan seperti itu, rasa nasionalisme masyarakat perbatasan semakin menurun. Bagaimana mungkin rasa nasionalisme bisa terbangun jika kualitas hidup secara ekonomi rendah. Bahkan isu rekrutmen Askar Wathania yang dilakukan pemerintah Malaysia beberapa bulan lalu agaknya bisa dibenarkan jika dilihat dari nihilnya lapangan pekerjaan yang diberikan pemerintah Indonesia. Apalagi dengan gaji yang cukup menggiurkan, rasa nasionalisme bisa kalah hanya karena kebutuhan untuk bertahan hidup.

Bila kita teliti apa penyebab kemiskinan yang terjadi di perbatasan ini adalah a. Lokasinya relatif terisolir dengan tingkat aksesibilitas rendah, b. Rendahnya taraf sosial ekonomi masyarakat daerah perbatasan, c. Langkanya informasi pemerintah tentang ekonomi dan pembangunan bagi masyarakat di daerah perbatasan (blank spot). Amartya Sen, peraih nobel ekonomi tahun 1998, membenarkan penyebab tersebut secara ilmiah dengan pernyataan,“kaum miskin itu menjadi miskin karena ruang kapabilitas yang kecil, mereka menjadi miskin karena tidak bisa melakukan sesuatu bukan karena tidak memiliki sesuatu”

Melihat penyebab kemiskinan yang secara umum disebabkan oleh keterbatasan ruang dan informasi, kehadiran jasa telekomunikasi merupakan obat yang sangat mujarab. Kehadiran jaringan telekomunikasi di pedalaman dapat menghilangkan batas ruang dan memperlancar akses informasi. Banyak sekali manfaat lancarnya akses informasi yang dapat digunakan untuk meningkatkan tingkat ekonomi masyarakat. Salah satunya dengan cara memudahkan koordinasi dan layanan informasi bagi UKM milik masyarakat di perbatasan. Informasi yang diterima secara real time oleh UKM dapat membantu UKM dalam menyusun strategi bisnis kedepan. Ketergantungan UKM terhadap tengkulak juga dapat berkurang sehingga UKM dapat lebih mandiri, membina serta memperluas akses pasarnya sendiri. Strategi ini telah dipraktikkan oleh pemerintah negara bagian Maharasthra, India. Mereka berencana menghubungkan 40.000 desa dengan Agronet, yaitu suatu paket piranti lunak yang khusus dirancang untuk para petani dan bertujuan menyediakan informasi-informasi mutakhir tentang pertanian. Selain itu, masyarakat perbatasan pun dapat menggunakan layanan telekomunikasi untuk mempromosikan usaha mereka. Contohnya, seperti yang dilakukan oleh masyarakat di Pulau Miangas. Masyarakat di Pulau Miangas bisa mempopulerkan pesona wisata di sana melalui website http://www.trekearth.com dan http://miangas.multiply.com/ . Dengan mengakses portal tersebut masyarakat luar pulau Miangas di seluruh Indonesia maupun seluruh dunia bisa melihat keindahan wisata di Pulau Miangas, pantai pasir putihnya yang indah membentang hingga 3 km.

Kehadiran jaringan telekomunikasi baru di daerah yang sebelumnya tidak terjangkau juga bisa melahirkan banyak peluang bisnis alternatif terkait dengan telekomunikasi yang tadinya tidak terpikirkan, contohnya bisnis jual pulsa, jual beli telepon genggam dan aksesorisnya, dll. Di Bangladesh, peluang bisnis terkait dengan telekomunikasi telah dimanfaatkan secara optimal untuk memberdayakan perempuan miskin melalui proyek Village Phone Lady. Inti dari proyek ini adalah para perempuan di sana menjalankan sebuah layanan telekomunikasi berjalan. Cara kerjanya mereka meminjamkan telepon genggamnya ke warga desa untuk menghubungi atau dihubungi anggota keluarganya di daerah lain. Di Indonesia, proyek yang serupa juga sedang dikembangkan dan diberi nama aplikasi kerja lokal.

Dengan semakin intensifnya penambahan jaringan telekomunikasi baru di pedalaman Indonesia diharapkan bisa menarik banyak investasi perintis pada daerah tersebut yang akan menciptakan banyaknya lapangan kerja baru. Problem seperti tingginya pengangguran atau disiksanya TKI di luar negeri pun bisa berkurang. Benarlah pernyataan ekonom senior CSIS Pande Radja Silalahi, bahwa sejatinya telekomunikasi bisa menjadi infrastruktur yang kuat guna memaksimalkan pergerakan ekonomi warga desa.

Jaringan Telekomunikasi dan Pertahanan Keamanan

Kondisi kekuatan TNI dan Polri di daerah perbatasan saat ini masih kurang memadai, mengingat panjangnya garis perbatasan dan luasnya teritorial kita dengan beberapa negara baik di darat maupun laut yang harus diamankan. Belum lagi keterbatasan sarana dan prasarana yang dimiliki oleh TNI dan Polri, seperti kendaraan operasional, pos-pos pengamanan perbatasan untuk mendukung tugas pengamanan daerah perbatasan. Keterbatasan sarana jalan raya sepanjang daerah perbatasan dan kondisi medan semakin mempersulit tugas TNI dan Polri untuk melaksanakan patroli perbatasan.

Untuk mengatasi masalah di atas tentu diperlukan bantuan dari rakyat. Rakyat di sekitar memiliki kelebihan yaitu kecintaan terhadap daerah mereka masing-masing, lebih mengetahui seluk-beluk daerah tersebut, jumlah penduduk yang banyak, dan lain-lain. Namun, karena tidak ada jaringan telekomunikasi, rakyat di perbatasan terkendala dalam menyampaikan laporan kepada pihak berwenang untuk ditindaklanjuti. Di sinilah peran jaringan telekomunikasi dalam

membantu mengamankan perbatasan. Tersedianya jaringan telekomunikasi di perbatasan akan memudahkan rakyat melaporkan peristiwa yang terjadi kepada pihak berwenang. Setali tiga uang dengan pemerintah daerah, pihak yang berwenang pun telah cerdas memanfaatkan layanan telekomunikasi untuk menampung laporan warga secara real-time dengan menggunakan SMS Center dan CALL Center. “Sekarang kami membuka sistem komunikasi yang cepat melalui call maupun SMS center di nomor 081420002000 atau email ke polair@kaltim.polri.go.id atau ditpolair@gmail.com. Kapan saja bila membutuhkan bantuan bisa SMS atau email ke kami,” ujar Direktur Polair Kombes Pol Frederick Kalalembang,

Dengan lancarnya akses telekomunikasi antara warga dan pihak berwenang akan membantu menyelesaikan masalah pertahanan dan keamanan di perbatasan. Pembalakan liar, penyelundupan barang-barang illegal, penyerobotan wilayah oleh negara tetangga yang tadinya marak terjadi karena tidak diketahui oleh pihak berwenang yang disebabkan oleh jumlah personel tidak sebanding dengan area yang harus diamankan dapat diketahui atas jasa rakyat yang dibantu oleh jaringan telekomunikasi. Berkat jasa telekomunikasi pun pihak berwenang dapat menangani masalah tersebut dari awal sehingga tidak menyebabkan masalah tersebut menjadi besar. Resiko perpecahan dengan negara tetangga pun dapat diminimalisir.

***

Mengingat bagaimana besarnya dampak kehadiran jaringan telekomunikasi baru di daerah pedalaman perbatasan, maka pembangunan jaringan dan penyediaan layanan jasa telekomunikasi di wilayah terpencil dan daerah perbatasan melalui dana dari operator telekomunikasi merupakan sesuatu yang sangat dinanti dan didukung oleh banyak pihak. Memang, membangun jaringan telekomunikasi baru bukan hal yang mudah. Akan ada banyak sekali tantangan yang siap menghadang di depan, misalnya penolakan dari masyarakat yang bersifat statis dan tertutup, keterbatasan dana, sulitnya mendapatkan akses energi untuk menghidupkan BTS, dan lain-lain. Namun, semua tantangan itu akan terasa ringan dihadapi ketika kita telah memiliki komitmen untuk memberikan sesuatu yang bermanfaat kepada orang lain. Sebagaimana dilakukan oleh operator XL di bawah naungan PT. AXL AxiliataTbk yang pada tahun 2008 telah mengeluarkan USD 1,2 miliar untuk peningkatan kapasitas dan kualitas jaringan, sehingga total BTS XL di akhir 2008 adalah 16.729 dan telah menjangkau sekitar 90% populasi penduduk Indonesia. Hal ini menunjukkan upaya XL memberikan layanan telekomunikasi terbaik bagi pelanggan dan Indonesia. Sehingga, semua orang bisa merasakan manfaat jasa telekomunikasi, memperkecil kesenjangan digital, dan permasalahan pada aspek pancagatra di perbatasan pun bisa terselesaikan. Pace Obed pun bisa bahagia dan berkata, “sekarang sumber sinyal sudekat. Beta sonde pernah beli sinyal lagi.”

Sesungguhnya manusia tidak butuh alasan untuk mencintai. Sayang manusia sering mengkritisi hal yang tidak perlu.

*Naskah ini diikutsertakan dalam lomba karya tulis XL Award 2010

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun