Tengah pekan lalu dengan anggaran yang cukup pas-pasan (bonus dari kantor, pinjaman lunak dari IMF (Ibunda Monetary Fund) dan ½ dari hasil penjualan sepeda) aku memberanikan diri mendatangi toko sepeda untuk menggondol bicycle baru.
Proses pencarian tumpakan baru ini bukan proses singkat. Butuh berhari-hari survei diinternet. Survei harga di toko-toko sepeda dan ketersediaan sepeda. Sepeda lokal ‘WC’ tipe HR 2.0 akhirnya ku pilih. Menjatuhkan pilihan pada sepeda yang aku panggil “Lovely Blue” ini bukan perkara gampang.
Memilih sepeda dengan slogan “Heboooh” itu lebih didasari pada alasan budget. Ketika budget pas-pasan dan ada dua merk sepeda yang memiliki spesifikasi sama, maka bagiku hargalah yang menentukan (yang lebih murah tentunya).
Sudah menjadi rahasia umum, pangsa pasar sepeda jenis mountain bike (MTB) saat ini dikuasai oleh merk ‘P’. Layaknya Ponsel merk ‘N’, maka sepeda ‘P’ menjadi sepeda sejuta umat. Dan hampir di semua toko sepeda, sepeda MTB ‘P’ menjadi dagangan utama mereka. Kalau pun ada ‘WC’ adanya sepeda anak-anak. Begitu kuatnya image sepeda ‘WC’ sebagai sepeda anak-anak hingga kawan-kawanku sering bercanda dan mengatai, “Mirip anak sekolahan.” Atau guyonan tentang ‘WC’ adalah sepeda “Mbeeek” (iklan ‘WC’ Jadul dengan model kambing).
Sebenarnya berbagai forum di sejumlah situs pun sering mengulas dan mengadu produk ‘WC’ dan ‘P’. Dan kesimpulan yang aku petik adalah, gowes tidak melulu soal apa sepeda atau merknya, tapi gowes juga soal kekuatan kaki mengayuh dan ketahanan nafas (bagiku lebih pada perkara kesenangan).
Test drive menguji ketangguhan sepeda baru pun harus dilakukan. Karena kebetulan sepeda tipe XC (cross country) maka jalurnya yang ku pilih adalah semua medan. Mulai dari aspal mulus Jalan Kartasura-Solo hingga Gentan, Sukoharjo kemudian membelah jalur tanah dan bebatuan di tengah pematang sawah antara Gentan-Gawok hingga jalan beraspal rusak Gawok-Gumpang. Menurutku, “Lovely Blue” cukup tangguh untuk melahap semua medan itu. Aku tidak bisa membandingkan dengan sepeda ‘P’ yang memiliki spesifikasi sama dengan ‘WC’ ku karena belum pernah punya sepeda ‘P’.
Ketika gowes menjadi sebuah kesenangan dan bisa menimbulkan kebahagiaan, maka urusan apa jenis dan merk sepeda menjadi nomor dua. Nomor satunya adalah soal pantat di sadel, kaki di pedal, tangan di stang dan mulailah mengayuh dan bergowes ria.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H