Mohon tunggu...
Muhammad Yunus
Muhammad Yunus Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kemandirian Pilar Dalam Kebersamaan Saling Berpadu

Penggiat Ekonomi Syariah terapan, dan Pertanian Organik Terpadu berbasis Bioteknologi. Sehat Manusia, Sehat Pangan, Sehat Binatang, Sehat Tanah, Air dan Udara.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Waspadalah! Virus dan Penyakit Menulis

3 Januari 2012   10:28 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:23 308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Sebuah catatan ringan dari beberapa dialog santai diantara beberapa kegiatan Klinik Menulis. Dialog muncul dari beberapa rekan komunitas yang merasakan bahwa menulis itu susah amat kepalang. Berbagai keluhan demi keluhan meluncur begitu saja. Keluhan pertama adalah tidak mampu menuliskan kata-kata. Setelah mencoba beberapa kalimat kemudian mentok dan tidak bisa diteruskan.

Kemudian permasalahan selanjutnya muncul adalah penyakit kekeringan ide tentang apa yang di tuliskan. Seakan ide adalah barang langka dan sudah untuk mendatangkannya. Berbagai aktivitas untuk menangkap ide telah dilakukan, mulai dari mendengar musik. Merenung dengan melihat kesana kemari, mendengar segala macam obrolan dan juga merasakan berbagai aliran emosi. Namun ide itu juga tidak kunjung datang dan lari menjauh seakan takut untuk di tangkap.

Lain lagi keluhan yang datang dari yang telah mulai terbiasa menulis. Ketika telah mulai tiba-tiba jari jemari melakukan mogok menari di atas altar keyboard. Selain pemogokan serentak, apa yang ada dalam pikiran juga ngacir dengan cepat dan senyap. Tiada kata permisi saya mau pamit untuk pergi.

Lalu, persoalan lain nongol lagi, apakah mesti menulis itu tidak mendatangkan apa-apa. Sudah banyak hal yang dituliskan, namun belum mendatangkan apa-apa. Telah lelah berfikir dalam-dalam, berselancar dalam berbagai literatur. Mengkonsumsi multi vitamin tips, trik dan teknik menulis. Namun semuanya menjadi hampa dan tak berguna.

Dalam ranah pergaulan beberapa yang telah menjadi bintang dan juga teladan seakan juga terkena beberapa gejala ketidakmauan untuk berbagi. Mendapatkan realitas bahwa nama mulai didapat, popularitas juga sedikit ada. Namun telah susah untuk berbagi. Berbagai alasan muncul kepermukaan sebagai alibi.

Selain terpapar gaya orang berada dan juga berkelas, ada yang karuan tidak mau untuk menulis lagi. Berbagai tulisan dalam catatan sebenarnya sangat layak dan bagus. Namun terpenjara oleh kerendahan diri dan menghukum diri bahwa ia bukan apa-apa dan tulisan ini hanya sesuatu tidak berguna.

Dan barangkali masih banyak keluhan demi keluhan datang silih berganti. Waspadalah bahwa ada beberapa virus telah masuk ke dalam tubuh yang bersiap untuk membunuh dan mematikan aktivitas menulis. Virus ini pada tahap awal memang tidak memberikan dampak signifikan dan berpengaruh. Namun ia memiliki kemampuan untuk membelah diri dalam waktu yang cepat dan mulai menggerogoti seluruh jaringan kemampuan untuk menulis.


  1. Virus Sombong. virus ini tidak hanya menyelinap dalam hati dan perilaku penulis yang nampak dalam balutan kata dan kalimat. Namun juga beranak pinak dengan baik dalam diri seseorang yang belum memiliki apa-apa. Ibarat kata tetangga, punya aja ngak, gayanya balagu. Perilaku ini berlaku bagi yang merasa bahwa menulis itu adalah pekerjaan sia-sia. Untuk apa capek-capek berada di depan laptop kalau sekedar menulis tidak mendapatkan penghargaan yang jelas, materi yang tidak ada dan juga hal yang tampak.
  2. Virus rendah diri. Virus yang tidak hanya menjangkiti bagi yang mau masuk dalam ranah tulis menulis. Namun juga mewabah kepada yang telah terbiasa dan memiliki kualitas tulisan bagus. Bentuk ini berupa ketidakjujuran dalam bertutur kata. Beberapa tulisan lahir dari kegiatan copy paste dari berbagai tulisan orang lain dan mengakui sebagai karya sendiri.
  3. Virus malas. Virus ini adalah virus tidak berbentuk, berbau namun memiliki serangan efektif para penulis. bentuk penampakan bermancam-macam. Mulai malas untuk menuliskan ide-ide yang berlintasan dan menyapa. Mulai malas untuk membaca apakah berbentuk tulisan atau membaca apa yang terjadi. Virus malas ini membutuhkan teman yang setia yakni menunda-nunda. Nanti saja menulisnya, lagi asik berchating ria. Nanti menulisnya pengayaan materinya masih sedikit.
  4. Virus Bodoh. Munculnya virus ini berasal dari pencitraan diri negatif dan juga pemaksaan secara terus menerus dari lingkungan sekeliling bahwa kalimat bodoh adalah pantas menyandang di dalam diri. Virus bodoh menancap kuat dan erat mencengram. Ibarat debu telah berkarat dan membentuk lukisan absurd.
  5. Virus Gagal. Memiliki berbagai keinginan kuat untuk dapat memenangkan beberapa kompetisi. Keberhasilan tidak pernah datang, selalu deretan kegagalan demi kegagalan menjadi teman setia. Virus yang lahir dari varian rendah diri dan virus bodoh bermutasi dan merubah bentuk.


Apakah semua virus itu berbahaya bagi para penulis yang merawat bayi keabadian berupa tulisan? Tingkat bahayanya sangat berbahaya. Berbagai penyakit ringan sampai kronis muncul secara bersamaan. Mulai dari sakit kepala karena pusing memikirkan ide dan gagasan, sampai busung lapar yang menjadikan aktivitas menulis fakir karya.

Apakah ada obat dan penawarnya? Bagaimana menggunakan obatnya? Apakah tidak memiliki efek samping. Karena beberapa obat sebelumnya telah di coba, namun bukannya sembuh malah penyakitnya makin bertambah parah?

Setiap penyakit pasti ada obatnya, Begitulah sabda Rasulullah saw memberikan penawar pertama untuk mengobati berbagai penyakit yang diakibatkat oleh virus gagal memaksimalkan usaha. Semoga beberapa obat penawar untuk menjadikan virus dan penyakit menulis dapat menjadikan virus sebagai obat dan penyakit sebagai penyembuh.


  1. Rendah hati. Obat ini berasal dari kesadaran bahwa segala sesuatu bukanlah hak milik pribadi. Semua yang ada merupakan titipan atau amanah untuk di kelola secara baik dan benar. Kemampuan dalam bidang ilmu pengetahuan adalah amanah untuk menjadi penyambung manfaat dari apa yang di ketahui dan di pahami. Semua penerimaan atas kemampuan adalah hadiah dari kemauan untuk terus belajar dan berbagi manfaat bagi sesama. Segala sesuatu akan pergi dengan kepergian penulisnya, kecuali nilai kebaikan sebagai inevestasi tanpa pernah rugi.
  2. Obat penawar selanjutnya adalah Percaya diri untuk menjalan amanah hidup. Setiap diri adalah yang terbaik dalam proses penciptaan dan kelengkapan. Seorang profesor dalam satu disiplin ilmu manajeman akan bodoh dihadapan seorang tukang parkir tentang bagaimana hidup bertahan dengan solidaritas dan rasa syukur akan kehidupan. Seorang pemimpin dan penguasa yang memiliki berbagai fasilitas melimpah akan bodoh di hadapan rakyatnya yang mampu bertahan hidup dan memiliki kekayaan bathin dengan segala keterbatasan.
  3. Obat penawar untuk kemalasan yang mendera adalah mengenal tentang kematian, kenapa tidak obatnya adalah rajin. Setelah ketakutan berbicara di didepan publik ketakutan selanjutnya adalah kematian. Cobalah hal sederhana untuk menghilangkan virus kemalasan. Cara ini di gunakan oleh penulis buku Eurika yang mengajak pembaca untuk menuliskan sesuatu ketika Batu nisan bertuliskan nama, tanggal lahir dan hari kematian. Apa yang menjadi kerisauan ketika meninggalkan banyak masalah kehidupan, kemelaratan ekonomi, kebodohan yang diwariskan.
  4. Obat penawar selanjutnya adalah kemauan untuk belajar. Tidak ada yang bodoh dalam segala bidang. Namun hanya tidak memiliki informasi tentang bidang tertentu. Bodoh lahir dari membatasi diri untuk tidak ingin tahu. Bodoh berkembang dari keinginan untuk tidak mau memahami. Bodoh dewasa dari keinginan untuk tidak berbagi sesuatu yang bermanfaat. Kemauan untuk belajar telah terbukti menghilangkan efek negatif bodoh. Lihatlah Buya Hamka, Andrie wongso, dan beberapa orang lainnya yang dengan kemauan belajar telah menjadi pribadi yang lebih baik. Mereka ada di sekitar kehidupan keseharian, sapalah dan belajarlah.
  5. Obat selanjutnya untuk mengobati virus kegagalan adalah lipatgandakan usaha. Seperti sebuah pejalanan pendakian, kegagalan bukan tidak mampu mencapai puncak tertinggi, namun kegagalan adalah kehendak dan tindakan berhenti untuk mencapai. Penawar kegagalan dalam dunia menulis adalah tingkatkan upaya. Jika hari ini hanya mampu menulis 100 kata, maka besok ditambah 110 kata dan lipatkan sampai batas kemampuan.
  6. Penawar terakhir adalah ikhlaslah menjalankan aktivitas menulis. Bentuk ini akan muncul berupa kecintaan tiada henti untuk terus belajar dan berbagi kebermanfaatan dari apa yang diketahui dan dipahami. Ihklas adalah penawar paling manjur dan yahut.


Apakah ada pendapat lain tentang virus dan penyakit menulis dan obat penawarnya?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun