Pasar adalah tempat bertemunya pembeli dengan penjual. Pasar menjadi tempat pertukaran barang dari berbagi tempat untuk didistribusikan ke pedagang dan akhirnya sampai ketangan konsumen. Alur barang berasal dari sentra produksi yang kemudian diangkut oleh para pedagang kepasar dan kemudian didistribusikan ke berbagai pasar.
Ada berbagai macam pasar, mulai yang penjual dengan pembeli bertemu langsung untuk melakukan transaksi. Memasuki era digitalisasi maka pasar masuk dalam smartphone dan terjadilah transaksi penjual dan pembeli. Pada pasar trasional terdapat rantai distribusi produk yang panjang. Sedangkan pada pasar digital pedagang dengan pembeli langsung bertemu.
Menarik untuk memasuki pasar tradisional terutama berskala besar. Melihat tata kelola sampah pasar secara langsung walau tidak menggunakan bidikan kamera. Kesempatan penulis untuk dua kali berkunjung di Pasar Induk Cibitung melihat dan melakukan observasi tentang bagaimana wajah bopeng pasar terutama sampah yang menumpuk dibelakang dan samping pasar.
Pasar Induk Cibitung terletak di Kecamatan Cibitung dan berada di tepi jalan raya Bekasi Cikarang. Pasar yang menjadi tempat transaksi berbagai macam buah-buah dan sayuran dengan skala besar. Pasar ini menjadi pasar utama untuk beberapa pasar satelit diwilayah Bekasi sampai Cikarang. Pasar yang dimulai dari pagi hari sampai jam 23.00,-.
Aroma busuk sebagai terapi yang amat menyengat menjadi sambutan awal bagi pengunjung pasar. Ungkapan teman bila masuk pasar induk Cibitung bau busuk melekat kepakaian dan sulit hilang, kecuali langsung di cuci. Hampir disetiap jalan dan lorong pasar terdapat tumpukan sampah dari bermacam-macam jenis komoditi sayuran dan buah-buahan. Yang menjadi sampah adalah bagian yang tidak layak dijual, bagian yang rusak dan juga buah-buahan yang tidak memiliki nilai jual. Sedangkan sampah yang berasal dari sayuran adalah sayuran yang tidak memiliki kualitas layak jual. Semua mendarat tepat didepan tempat penjaulan.
Lumpur yang tercipta dari hancurnya sayuran dan buahan oleh ban kendaraan yang berlalu lalang. Ditambah dengan kekekaran kaki pengunjung, pedagang dan kuli angkut melumat tanpa jeda dalam setiap langkah. Supaya lumat ditambah dengan tambahan air hujan atau penyumbatan saluran drainase menjadikan semerbak aroma menyengat.
Sedangkan sampah kertas karton dan kertas koran menjadi ladang uang bagi pemulung. Namun sampah organik dan juga sisa jerami dan kayu pembungkus beberapa buah-buahan hanya menumpuk dibagian belakang yang menjadi gunung sampah. Terdapat beberapa ekor kambing juga ikut mengurangi volume sampah.
Belajar dari pengelolaan kotoran sapi dan abu dari pembakaran bata dan dedak menjadi pupuk organik majemuk lengkap dengan bantuan Bioteknologi NT 45. Dimana aroma kotoran sapi dan bahan lainnya menjadikan proses perubahan kimia organik lebih cepat. Maka petani dan gabungan petani mampu memanfaatkan kotoran sapi, kerbau, kambing dan ayam menjadi bahan baku utama pupuk.
Maka melihat potensi sampah yang besar yang hampir hadir setiap saat dan waktu. Maka aroma sampah organik pasar induk cibitung menjadi wangi. Sebagai mana wanginya uang restibusi bagi pemerintah Kab. Bekasi. Restibusi ini menjadi pendapatan bagi Pemerintah Kab. Bekasi dan ditambah dengan uang sewa dan berbagai pendapatan lainnya.
Sedangkan bagi pedagang aroma ini menjadi menu sehari-hari dalam meraup keuntungan sekaligus terkadang mendapatkan kerugian. Karena pasar sayur dan buah-buahan mendatangkan keuntungan menggiurkan dan sekaligus potensi kerugian.
Kerugian ini terjadi apabali terjadi kerusakan barang dan tidak terjual dalam jangka waktu tertentu, terutama sayur mayur yang didatangkan dari berbagai sentra produksi sayur mayur di daerah Jawa Barat. Aroma tidak wangi dan menyengat ini sebenarnya mampu menjadi aroma wangi bagi pemerintah Kab. Bekasi Unit Pengelolaan pasar untuk berinvestasi dalam bidang pengelolaan sampah pasar menjadi pupuk kompos atau organik baik padat maupun cair.