Mohon tunggu...
Muhammad Yunus
Muhammad Yunus Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kemandirian Pilar Dalam Kebersamaan Saling Berpadu

Penggiat Ekonomi Syariah terapan, dan Pertanian Organik Terpadu berbasis Bioteknologi. Sehat Manusia, Sehat Pangan, Sehat Binatang, Sehat Tanah, Air dan Udara.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pengemis Malam

4 November 2010   16:27 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:50 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Jakarta adalah kota hidup 24 jam sehari, 7 hari seminggu. Jakarta tidak berhenti dengan berbagai aktivitas kehidupan. Malam tetap menjadi tempat yang indah dengan pernak pernik kehidupan. Kala siang matahari menjadi cahaya yang terang benderang, ketika malam digantikan oleh lampukendaraan, penerang jalan, lampu pada gedung perkantoran.

Di sudut tiang jembatang layang terminal jatinegara ia hadir duduk menepi dan menyepi. ia masih menenteng sebuah Anjungan Tunai Mangkok yang terus setia menemami kemana pergi. Di hari yang masih terang benderang dengan deruman mesin mikrolet yang berjejal menanti penumpang. Ia kembali mengosongkan Anjungan Tunai Mangkok yang teralah disinggahi oleh beberapa lembar uang bergambar pahlawan terbaik semasa penjajahan di daerah maluku. Ia dengan garang mampu mengusir bentuk penjajahan. Senyumnya gagah, namun sekarang hanya menjadi gambar yang datang silih berganti.

Di balik tas coklat oleh debu jalanan, telah tersusun rapi beberap lembar penghasilan hari ini. Namun sayang sekali bahwa semuanya terdiri dari ribuan dan juga recehan 500an. Tapi apa hendak di kata, uang inilah yang sering diabaikan orang dan sekarang berkumpul dalam jumlah yang cukup.

Satu orang kembali mengelontarkan uang 500 rupiah, kembalian dari ongkos mikrolet jurusan Tanah Abang-Jatinegara. Ia nampak tergegas untuk menaiki sebuah bus mayasari yang mengantarkan pulang dari bekerja. Begitu indahnya pakaian meraka, ada kebanggaan teselip dalam senyumnya ketika ia memberi sambil lalu.

Tidak sedikit pula yang tidak melihat keberadaanku, berlalu beriringan dengan kejaran waktu. ATM ku selalu hadir menyapa, menyapa dan terus menyapa seperti iklan billboard besar yang bergambarkan Gubernur Jakarta berpakaian jas dan disana bertuliskan. Orang bijak bayar pajak, Tidak bayar pajak apa kata dunia, begitulah sepotong koran ku baca yang menjadi alas duduk kala duduk menunggu ATM penuh dari transferan uang recehan.

Aku bukan perampok Anjungan Tunai Mandiri yang mempunyai keahlian maling tingkat tinggi. Namun Ia masih kalah dengan perampok Anggaran Tunai Masyarakat berupa Jaminan Kesehatan masyarakat, beras miskin, program bantuan pemberdayaan masyarakat perkotaan dan juga berbagai ATM bagi kami.

Terkadang untuk apa pajak, namun hanya untuk perompok Anggaran Tunai Masyarakat, masih ada terselip rasa syukur bahwa pendapatan hari ini tidak terkena Pajak Pertamabahan Nilai atau Pajak penghasilan untuk perampok negara.

Di persimpangan ini semua perampok terlihat berlalu lalang di sela kerlip-kerlip cahaya lampu kendaraan yang saling bersusul tak mengenal kata berhenti.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun