Mohon tunggu...
Muhammad Yunus
Muhammad Yunus Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kemandirian Pilar Dalam Kebersamaan Saling Berpadu

Penggiat Ekonomi Syariah terapan, dan Pertanian Organik Terpadu berbasis Bioteknologi. Sehat Manusia, Sehat Pangan, Sehat Binatang, Sehat Tanah, Air dan Udara.

Selanjutnya

Tutup

Nature

Pemborosan Kertas & Cerita Mahasiswa Skripsi

14 Juli 2012   08:20 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:58 7302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Menjelang oktober adalah masa-masa sulit dan penuh tantangan bagi mahasiswa yang mengerjakan tugas akhir bernama skripsi. Mengerjakan skripsi dengan kemampuan sendiri adalah sebuah keniscayaan dan keharusan. Namun fenomena skripsi upahan telah marak dan tidak bisa dipungkiri hadir dalam kehidupan kampus.

Datang membawa proposal penelitian, diterima oleh dosen dan ditanya adalah sebuah ritual biasa dalam penulisan skripsi. Dengan tenang pulpen dosen menari indah membuat sketsa abstrak tak bebentuk. Ada pertanyaan mana sumbernya? Penulisan kutipan salah dan tolong ditambah halaman berapa kamu kutip. Tambahkan data ini dan data itu. Sepuluh lembar proposal memiliki coretan yang mesti diperbaiki untuk kunjungan selanjutnya.

Geram, kesal dan juga berbagai macam perasaan menjadi satu. Berharap tidak banyak coretan dan catatan, eeeh ternyata mesti melakukan perbaikan. Dan itu tidak satu hampir diatas tiga. Hati akan senang ketika datang presentasi dan kemudian dosen membuat dalam jurnal khusus silahkan lanjutkan penelitian. Berarti ada kemajuan. Lain lagi ketika sebuah pertanyaan apaan ini? kok kamu meneliti ini mang tidak ada yang lain? Sudah buat susah-susah sampai begadang, menanti dosen yang susah menemui dimana koordinatnya dan berbagai macam ucapan sebagai ungkapan kekesalan.

Belum selesai urusan dengan pembimbing pertama, maka tantangan selanjutnya adalah pembimbing kedua. Maka kejadian serupa tapi tidak sama akan berlaku. Perbaikan demi perbaikan untuk sebuah keilmiahan penulisan skripsi mesti diterima. Menjadi pertanyaannya adalah apakah mesti bimbingan menghabiskan sekian banyak kertas?

Secara matematika sebuah proposal skripsi minimal 15 lembar diperbaiki 10 kali pada pembimbing pertama. Diperbaiki 5 kali pada pembimbing 2 maka jumlahnya adalah 15 kali perbaikan. Hampir setiap perbaikan akan menambah jumlah halaman. Rata-rata halaman skripsi jadi berkisar 50-80 halaman. Maka didapat jumlah menggunakan kertas untuk tahapan skripsi 225 lembar sampai 300 lembar. Sebuah angka yang besar jika dikalikan dengan jumlah mahasiswa yang melakukan bimbingan.

Berlomba dengan waktu dalam bimbingan dan segala tetek bengek yang terakadang menyusahkan, maklum tidak terbiasa membaca dan menulis. Maka ada terjadi pemborosan kertas dan sumber daya yang terus menerus terjadi. Beberapa adik-adik yang berada di Surau Intelektual sebanyak 5 orang yang sedang mengerjakan skripsi hampir menghabiskan kertas 4 rim untuk mencetak perbaikan demi perbikan. Pertanyaan saya muncul. Mang tidak menggunakan saran online lewat email atau PDF dan memberikan kritik berdasarkan catatan di email saja.

Jawaban yang muncul adalah "Dosen belum bisa dan terbiasa menggunakan bimbingan secara online via email atau lainnya" . "Wah gawat ini" itulah keheranan muncul kepermukaan pikiran. Teringat waktu masih kuliah tahun 2007 waktu menyelesaikan skripsi di rumah tertumpuk kertas-kertas perbaikan demi perbaikan lebih dari setengah rim. Dimana setiap perbaikan akan merubah jumlah halaman dan tata letak tulisan. Kertas-kertas tersebut hanya menjadi abu setelah semua selesai dikerjakan.

Kemudian dalam penjilitan, hampir skripsi, tesis dan desertasi masih menggunakan satu halaman untuk satu kertas dan tidak menggunakan sisi lainnya. Hal ini adalah sesuatu yang sangat membuang tempat atau dalam ilmu manajemen tidak efisien. Terjadi pemborosan tersistematis dan terus menerus. Jika berkunjung ke perpustakaan maka kita akan mendapati deretan tugas akhir mahasiswa yang hampir memenuhi rak, berderet semenjak mahasiswa pertama wisuda sampai saat ini.

Belajar dari maskapai penerbangan yang melakukan efisiensi kertas. Ketika kita memesan tiket penerbangan maka kita mendapatkan kode penerbangan dalam selembar kertas. Boleh kita meminta kode booking dan nanti di bandara mencetak 1/2 lembar kertas untuk melakukan cek in dibandara. Hal ini berbeda dengan waktu dulu yang masih menggunakan kertas 4 lapis yang memakan banyak ruang, baik sampah kertas, pembuangan sampah dan juga arsip yang telah dianggap jadi sampah. Begitulah sebuah bisnis mengedepankan efisensi dari hal yang sederhana dan belanjut ke sistem yang lebih kompeks.

Tradisi ini mesti berakhir dan memiliki wawasan lingkungan yang dimulai dari hal sederhana dalam kegiatan civitas akademika. Berbincang-bincang dengan beberapa sahabat dan teman tentang hal ini, sebagian telah melakukan perubahan dengan bimbingan secara online. Namun sebagian belum bisa karena mesti adaptasi dan belajar kembali. Ibarat kata bukan hanya mahasiswa yang mesti belajar namun dosen dan manajemen kampus 3 kali lebih banyak belajar.

Dan masih banyak hal yang mesti diperbaiki dari yang kecil dan sederhana namun memberikan dampak positif dan keteladanan kelak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun