Mohon tunggu...
Muhammad Yunus
Muhammad Yunus Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kemandirian Pilar Dalam Kebersamaan Saling Berpadu

Penggiat Ekonomi Syariah terapan, dan Pertanian Organik Terpadu berbasis Bioteknologi. Sehat Manusia, Sehat Pangan, Sehat Binatang, Sehat Tanah, Air dan Udara.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Jangan Halangi Hak Beribadah Pekerja!

31 Januari 2015   14:40 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:03 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Save Hak Ibadah Pekerja, Save Hak Pengusaha

Menjadi pekerja atau pengusaha adalah pilihan dalam menjalankan hidup dalam bidang ekonomi atau muámalat. Tidak semua orang ditakdirkan dan memilih jalan jadi pengusaha. Dan pilihan ini ditentukan oleh banyak fariabel. Diantaranya, pertama adalah kesadaran tradisi keluarga. Keluarga yang berasal dari pekerja, atau petani kecendrungan mewariskan kesadaran untuk bekerja. Hal ini berasal dari akumulasi perhatian, tutur dan diskusi. kedua, latar belakang pendidikan. Fariabel ini mempengaruhi keputusan seseorang apakah untuk bekerja atau menjadi pengusaha. Ketiga, lingkungan pertemanan. Pada lingkunan pengusaha, kecendrungan utuk mengikuti menjadi pengusaha lebih dominan menentukan seseorang untuk penjajah. Keempat, faktor agama yang melahirkan keyakinan.

Mau jadi pengusaha atau pekerja memimiliki hak dan tanggungjawab secara vertikel dan horinzontal. Secara vertikal adalah tanggugjawab terhadap Allah Swt sebagai Tuhan Pencipta Alam Semesta. Hubungan ini merupakan pembentuk bagaimana hak dan tanggungjawab secara horizontal sesama manusia dalam setiap model hubungan. Mulai dari hubungan keluarga, bekerja, berusaha, berorganisasi dan lainnya.

Dalam konteks bekerja dalam sebuah industri, seorang muslim atau pekerja muslim yang telah mengucapkan dua kalimat syahadat memiliki tanggungjawab untuk menjalankan ketetapan agama. Begitu juga bagi pekerja yang memiliki keyakinan selain Islam juga memiliki tanggungjawab untuk menjalan ketetapan agama. Tanggungjawab ini menjadi hak yang melekat untuk dilaksanakan secara personal maupun bersama.

Pada konteks bekerja dalam sebuah industri, perkantoran, atau bisnis. Relasi dalam hukum positif Indonesia diakomodi dalam beberapa UU 13 tahun 2004 dan beberapa UU dan Peraturan Mentri untuk memenuhi hak ibadah bagi pekerja. Hal ini sejalan dengan sila pertama Pancasila sebagai idiologi negara Indonesia. Secara UU dan aturan lainnya telah ditetapkan, namun persoalan pemenuhan hak beribadah dalam sejarah hubungan industri, bekerja antara pekerja dan pengusaha serta pemerintah sering terjadi  ketidak adilan.

Kasus demi kasus muncul kepermukaan, yang terbaru adalah pelarangan penggunaan jilbab bagi karyawati di toko pakaian Tiara di Mal Mataram. Bila karyawati ingin tetap bekerja sebagai pelayan toko, maka ia mesti menaggalkan jilbab. Bila tidak maka ia diPHK atau mengundurkan diri dari pekerjaan. Kemudian beberapa kasus tentang shalat, dimana manajemen perusahaan mengadendakan rapat unit, bagian atau pimpinan pada jam 12.00-14.00,-. Sebagian juga tidak tersedianya fasilitas beribadah untuk jumlah karyawan muslim atau muslimah. Dalam beberapa kajian proporsi adalah tersedianya Masjid atau mushalla apabila karyawan muslim lebih dari 50 orang.

Fasilitas ini memberikan hak ibadah bagi pekerja dan juga pengaturan waktu untuk melaksanakannya. Dan juga manajemen waktu bekerja. Pada model manufaktur yang berhubungan dengan alat-alat permesinan dan produksi membutuhkan sirkulasi waktu untuk shalat berjamaah, terutama pada waktu zuhur, ashar. Sedangkan pada waktu jumát memiliki waktu lebih panjang bagi jam istirahat.

Bila hak Ibadah pekerja tidak ditunaikan sebagai sebuah kewajiban pekerja muslim dan pengusaha, maka ia telah melanggar hak utama seorang dan banyak orang untuk menjalankan agamanya secara baik. Pelanggaran ini dalam hukum adalah pelanggaran terhadap Hak Azazi Manusia, apalagi sampai melakukan pemecatan secara sepihak atas kesepakatan kerja antara pekerja dengan pengusaha.

Dalam kontrak kerja dan juga perjanjian dengan serikat buruh dengan pengusaha, maupun peraturan pemerintah hal ini tidak diatur pada butir-butir perjanjian. Hal-hal yang sering diatur dalam perjanjian adalah tentang tanggungjawab pekerja dan pengusaha dalam pengupahan, pekerjaan, kesehatan, perumahan, dan ketentuan tentang variabel-variabel pemutusan hubungan kerja. Sedangkan dari sisi hak dan kewajiban dalam menunaikan Ibadah tidak dan teramat jarang diatur secara demikian rupa dari berbagai elemen yang ada dalam perjanjian kerja.

Hal ini mengakibatkan terjadinya persoalan dan konflik, yang sering menjadikan kerugian bagi kedua belah pihak. Bagi pengusaha ia telah melanggar UU, dimensi kemanusian yang berujung terhadap turunnya produktifitas perusahaan yang kemudian menjadikan ia bangkrut. Sedangkan bagi pekerja ia mengalami kerugian dengan tidak dapat bekerja dan menafkahkan keluarga serta melanjutkan hidup secara layak untuk memenuhi kebutuhan.

Maka dari pergumulan kejadian demi kejadian, kasus demi kasus, maka ada sebuah kampanye bersama yang menjadi gerakan kesadaran dalam memenuhi hak ibadah pekerja pada perusahaan apapun jenis industri. Kampanye ini adalah Save Hak Ibadah Pekerja. Kampanye ini adalah upaya menjembatani antara serikat pekerja dan atau pekerja tanpa serikat dengan pengusaha dan pemerintah, baik dari jajaran kementrian, dirjen, maupun dinas pada kabupaten maupun kecamatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun