Mayarakat minangkabau adalah masyarakt perantau. Seorang belum dikatakan berguna kalau belum merantau. Hal ini terpatri dalam peribahasa ‘karatau madang diulu, bauah babungo balun. Marantau bujang daulu, dirumah paguno balun’. Kata ‘paguno balun’ menjadi kata yang mendorong anak muda minang untuk merantau. Selain faktor keadaan ekonomi dan sistem materinial kesukuan bergaris ibu.
Pilihan usaha dirantau pada konteks anak bujang memilih untuk berbisnis. Pada tahap awal ada yang bekerja sebagai pedagang kaki lima. Atau mengikut induak samang (bapak asuh bisnis). Kemudian ketika telah cukup keterampilan dan juga keuangan, maka memilih untuk mandiri. Sedangkan dalam konteks mengelola rumah makan. Ada kekhasan dalam pengelolaan keuangan dan bisnis.
Masakan Padang begitu nama yang sering tertera dan menjadi brand identity bagi rumah makan padang. terkenal dengan kelezatan makanan, pilihan aneka lauk pauk yang mempunyai banyak bumbu dan juga kekhasan dari kuah. Sebaran pengusaha rumah makan disebabkan lidah orang minang sulit untuk hijrah. Dan terikat dengan masakan kampung.
Disi keuangan dan bisnis pengelolaan rumah makan padang memiliki model bisnis berbasis ekonomi Islam atau ekonomi syariah. Penelitian aspek sejarah tentang ini belum ada. Namun model ada beberapa penelitian. Yang menjadi khas dari sistem ini adalah sistem mato. Sistem yang menerapkan porsi bagi hasil dari berbagai komponen yang terlibat dalam bisnis rumah makan. Setiap orang mempunyai hak dan kewajiban dalam tugas masing-masing.
Hal ini menjadikan pengelolaan rumah makan padang berbasis nilai-nilai kebersamaan, saling tanggung dan berbagi keuntungan. Dalam sistem mato aqad yang digunakan alah musyarakah (kerjasama) baik berupa keahlian memasak, investasi keuangan, tenaga kerja yang terdiri dari tukang cebok (bagian bersih piring) tukang tatiang, tukang sanduak. Semua dihitung berdasarkan pembagian mato. Sedangkan akan mudharabah berada pada pemilik modal atau pemilik merek usaha.
Masa pembagian sistem mato dalam hitungan 100 hari. Pembagian terjadi dalam siklu tiga kali setahun. Pada proses pembagian bagian-demi bagian telah disepakati dulu sebelum menjalankan usaha rumah makan. Pada proses pembagian biasanya seluruh komponen berkumpul, melakukan pengajian dan perhitungan berapa jumlah transaksi. Jumlah ini terdiri dari pembelian bahan baku, sewa tempat dan biaya operasional tenaga kerja yang sering disebut sebagai uang sabun. Kemudian juga dihitung pendapatan penjualan selama 100 hari. Dari selisih pendapatan dikurang biaya-biaya maka didapatlah keuntungan atau kerugian.
Pada moment ini dilakukan evaluasi manajemen usaha, masakan dan sitem pelayanan dan faktor-faktor lainnya dalam usaha rumah makan. Ada usulan dan ide dalam perkembangan usaha untuk kedepan. Semua ada dalam sistem egaliter yang berasal dari pepatah duduak samo randah, tagak samo tinggi. Inilah sistem manajemen ranah minang dalam usaha rumah makan padang.
Pembagian mato dibagi kepada unit-unit kerja diantaranya;
1.Bagian pemilik dana/merek (investor) yang menanggung awal biaya investasi usaha.
2.Bagian pemilik usaha. Bila investor tidak menjadi pengelola usaha atau pemilik usaha langsung.
3.Bagian tukang masak, yang bertanggungjawab dalam memproduksi aneka masakan untuk dihidangkan bagi pelanggan. Biasanya ada kepala koki dan anggota.
4.Bagian tukang hidang. Bertugas bagian front office dan servis.
5.Bagian tukang bersih peralatan.
Unit-unit ini adalah hasil kepepakatan dari sistem awal mengelola rumah makan. Minimal terdapat 5 komponen dasar untuk menjalankan usaha rumah makan. Semakin banyak jumlah yang berkerja, mak abanyak jumlah mato yang dibagi. Dalam setiap bagian mato, dibagi lagi dengan jumlah team dalam unit-unit kerja.
Komponen dasar dari manajemen kuangan terir dari:
1.Pendapatan 100 hari usaha. Semuanya dihitung berdasarkan struk pembelian, atau hitungan uang pada jam tutup dan dicatat oleh bagian kasir atau keuangan.
2.Biaya-biaya belanja yang dikeluarkan selama 100 hari dan biaya lainnya.
3.Cadangan bahan baku untuk tertinggal.
Setelah semua dijumlahkan, maka proses selanjutnya adalah perhitungan keuntungan atau kerugian. Bila keuntungan maka akan masuk dalam proses pembagian berdasarkan jumlah mato masing-masing. Dalam kebijakan pembagian juga dikeluarkan hak zakat, dana sosial dan lain-lain sebagai tanggungjawab usaha untuk amal sosial.
Terdapat keunikan sistem mato dalam pengelolaan rumah makan padang. Tidak ada persamaan persis satu sama lain. Hal ini tergantung konsensus awal usaha. Sedangkan untuk mendapatkan model dasar dan bagaimana sistem mato sulit untuk didapatkan. Karena ini adalah nan sabinjek ‘yang sedikit’ yang tidak boleh diketahui oleh publik. Atau rahasia dapua (dapur).
Dalam konteks prepektif ekonomi syariah terdapat banyak akad atau multi akad dalam sistem manajemen usaha rumah makan padang. Diantaranya:
1.Akad musyarakah (kerjasama) dari unit-unit usaha dan kontribusi modal.
2.Mudharabah bagi full investasi
3.Istisna dan salam. Hal ini pada pembelian bahan-bahan baku untuk masak dengan sistem kontrak pemesanan.
4.Akad bay. Jual beli cash antara pembeli dengan pemilik rumah makan.
5.Ijarah sewa tempat.
6.Ujrah atau upah untuk keperluan uang sabun dan tenaga kerja bukan inti usaha.
Sistem mato bertumpu pada nilai-nilai bisnis islam dari teladan Rasul Saw berupa:
1.Kejujuran (siddiq) dimana aspek ini adalah pengikat kepercayaan masing-masing unit untuk memberikan kontribusi dan mendapatkan hak dari bagi hasil.
2.Kepercayaan (amanah) diman masing-masing unit diberikan kepercayaan untuk menuntaskan pekerjaan dan bagian tak terpisahkan dalam satu kesatuan.
3.Kecerdasan (fatanah) masing-masing memaksimalkan kemampuan, ilmu untuk menjadi usaha berkembang dan tumbuh makin baik.
4.Komunikasi (Tabligh) sistem komunikasi menggunakan prinsip egaliter antara sesama dan unit usaha rumah makan. Sedangkan untuk konsumen biasanya tertulis. Kalau puas dengan masakan dan pelayanan kami kabarkan kepada orang lain. Bila tidak puas dengan masakan dan pelayanan kami sampaikan kepada pengelola. Prinsip ini ada proses promosi dan evaluasi dari pelanggan. Maka terjadi hubungan kedekatan antara pelanngan dengan pemilik rumah makan. Terjadi kesetiaan, dan juga mendapatkan gimmic marketing plus lepas kangen jo urang kampuang.
Ada terdapat beberapa komponen dan budaya dalam pengelolaan rumah makanpadang. Hal ini berangkat dari daerah asal pemilik usaha, unit-unit. Secara garis besar dari daerah Pariaman, Pesisir atau lebih terkenal dengan daerah ranah, kemudian daerah darek yang terdiri dari bukittinggi, solok dan luhak limo puluah kota.
Rumah makan padang akan hancur bila hilangnya kejujuran dan amanah dari komponen yang saling bekerja sama mengelola rumah makan. Pecah kongsi ini lah istilah yang sering menjadi ungkapan bila suatu rumah makan tidak berjalan lagi.
Sistem mato untuk bagi hasil adalah manifestasi dari falsafah adat basandi syarak, syarak basandi kita bullah. Karena urang minangkabau adalah 100% muslim taat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H