Mohon tunggu...
Muhammad Yunus
Muhammad Yunus Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kemandirian Pilar Dalam Kebersamaan Saling Berpadu

Penggiat Ekonomi Syariah terapan, dan Pertanian Organik Terpadu berbasis Bioteknologi. Sehat Manusia, Sehat Pangan, Sehat Binatang, Sehat Tanah, Air dan Udara.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Berupah Rupiah atau Bergaji Dollar, Mau yang Mana?

28 Januari 2015   23:30 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:12 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masyarakat Ekonomi Asean yang dimulai per 1 Januari 2015 adalah peluang sekaligus ancaman bagi pekerja Indonesia. Selain peluang dan ancaman MEA juga menjadi komoditi empuk bagi negara tetangga yang menjadikan Indonesia sebagai sasaran pasar dengan daya beli konsumsi yang tinggi. Bonus Demografi yang dimiliki oleh Indonesia dan pertumbuhan kelas menangah atas yang terus tumbuh adalah sasaran tembak bagi pengusaha dari negara tetangga.Lain persoalan dengan pekerja buruh dan informal yang tidak dapat mengakses pekerjaan formal dengan skema penggajian yang mengikuti daya tawar keahlian. Buruh dengan pendidikan berada dalam jenjang SD sampai SMK hanya mampu masuk pada pasar tenaga kerja kasar dan menjadi buruh dengan sistem pengupahan berdasarkan Standar Kehidupan Layak yang memiliki lebih 32 item. Setiap provinsi memiliki SKL berbeda. Data ini bisa dilihat dalam penepatan Upah Minimum Provinsi. DKI Jakarta menempati UMP tertinggi dan disusul oleh beberapa Provinsi yang merupakan basis industri padat tenaga kerja.

Penetapan upah juga mesti dilakukan dalam bentuk negosiasi jalan melingkar, meliuk, menanjak. Pada akhir tahun adalah masa yang membuncahkan bagaimana upah diperjuangkan bagi masyarakat buruh Indonesia. Mulai dari pemblokiran jalan akses Industri seperti jalan tol Bitung, tol Karawang dan Bekasi. Dan juga tidak lupa melakukan pertemuan akbar di Monas sebagai upaya menekan secara psikologis, politik, dan opini publik.

Nasib buruh selain dipayungi oleh beberapa UU dan Peraturan Mentri, perjuangan untuk mendapatkan keadilan dalam sistem pengupahan dalam industri masih butuh kerja keras. Setiap momentum akhir tahun, hari buruh Internasional, adalah moment untuk menunjukkan kekuatan sekaligus presur bagi pengusaha dan penguasa pemerintahan.

Sistem pengupahan memiliki beberapa indikator dan parameter. Pertama, Undang-Undang dan peraturan pemerintah. Kedua, Standar Industri. Ketiga, Negosiasi serikat buruh. Dalam praktek dilapangan kekuatan negosiasi buruh mampu menekan pengusaha dan pemerintah untuk menetapkan Upah Minimum Provinsi. Semakin kuat posisi tawar dan tekanan, maka Upah semakin naik dan sebaliknya.

Selain hal tersebut, ada yang amat mengganjal dalam proses pengupahan. Ganjalan itu adalah para eksekutif perusahaan digaji berukuran Dollar, bukan rupiah. Apa sebab, mereka adalah pekerja yang didatangkan dari mana asal negara investor dan. Bila investor berdasarkan dari negara Korea Selatan, maka pekerja kelas utama berasal dari Korea. Bila dari Jepang, atau Cina, maka otomatis mengikuti. Sedangkan pekerja pada level bawah dan buruh baru berasal dari tenaga negara tempat menanamkan Investasi. Inilah ruang yang dapat diakses dan dimaksimalkan untuk pekerja Indonesia.

Soal upah, maka ukuran adalah rupiah sebagai mata uang negara Indonesia tercinta, bukan Dollar. Walau produk yang dihasilkan semuanya diekspor dengan menggunakan dollar, membeli bahan baku dengan dollar. Pengupahan tetap dengan rupiah. Hal ini memberikan keleluasaan bagi pengusaha untuk memainkan upah dengan kurs yang timpang antara rupiah dengan dollar.

Bila pengupahan buruh dengan dollar, dan menggunakan satuan hasil kerja dan multi keterampilan, maka biaya yang ditanggung oleh pengusaha bisa mahal dan membengkak. Namun menggunakan rupiah dan menggunakan satuan waktu dengan keterampilan monoton menjadikan upah dapat disesuaikan. Ilustrasi sederhana, bila buruh diupah dengan 5 Dollar dalam satuan 4 jam kerja, dengan penyelesaian pekerjaan 30 item pada satu pekerjaan. Maka buruh bisa mendapatkan 10 Dollar dalam sehari dengan menyelesaikan 60 item. Kemudian dikonversikan dengan rupiah pada saat pembayaran upah. Maka buruh bisa mendapatkan IDR 127.220 x 24 hari kerja + lembur. Namun hal ini tidak berlaku, sebab lebih baik menggunakan gaji standar upah provinsi dengan tambahan atau pengurangan untuk menetapkan harga pokok produksi yang stabil.

Berbeda dengan para eksekutif buruh dari negara asal atau yang memiliki keterampilan tertentu. Mereka digaji menggunakan Dollar sekaligus perlakuan yang mengikuti budaya Dollar. Dengan Dollar mampu untuk mengakses berbagai keperluan mulai kelas atas Indonesia maupun di luar Indonesia.

Bagi yang tidak memiliki ruang menjadi buruh di Indonesia dan masih menginginkan mendapatkan bayaran dengan Dollar pilihan adalah bekerja di luar negri. Baik menggunakan jalur formal dengan syarat dan ketentuan tertentu. Seperti jenjang pendidikan minimal DIII, sertifikasi keahlian, kemampuan bahasa dan berbagai persyaratan lainnya. Atau menggunakan jalur informal dengan syarat mau bekerja dengan ketentuan tidak mengetahui hal-hal hak dan kewajiban pemberi pekerjaan dan tanggungjawab penyalur tenaga kerja.

Kenapa mesti digaji dengan Dollar dan tetap berani untuk bekerja di luar negri pada sektor buruh? Pilihan ini selain tidak tersedianya lapangan kerja yang mampu menyerap keahlian dengan tingkat pendidikan rendah, juga dipengaruhi oleh nilai mata uang rupiah yang lemah dan mudah dimakan inflasi. Maka bekerja dan bergaji Dollar lebih menarik, daripada diupah dengan rupiah.

Disisi lain, kapan lagi bisa menjajaki negri orang. Orang asing datang ke Indonesia dengan kemampuan kapital, sumber daya dan keterampilan bisnis. Maka masyarakat kita datang ke luar negri dengan kemampuan keyakinan nan nekat, tampa sumber daya dan keterampilan tenaga. Mengisi relung pekerjaan berlandaskan tenaga, dan jarang berlandaskan keterampilan tersistem dan memiliki pengakuan dalam bentuk sertifikat sertifikat.

Apa sebab? Untuk mendapatkan sertifikat mesti mengeluarkan uang banyak, ditambah dengan banyaknya pemain abal-abal yang menawarkan keterampilan instan dan kertas belaka. Namun, tidak memiliki kekuatan yang diakui oleh negara di Luar Indonesia.

Persoalan ini adalah benang kusut yang mesti diurai dan dipintal supaya tidak kusut lagi. Tanggungjawab siapa? Maka yang menjadi kambing hitam terbaik adalah pemerintah. Namun ini adalah tanggung jawab bersama masyarakat Indonesia untuk menghilangkan budaya inlader dan bermental tempe yang tak berubah dalam rupa, namun telah terfregmentasi di dalamnya.

Pilih berupah Dollar dalam slip gaji atau Rupiah sebagai upah yang diterima setiap bulan. Pilih yang mana?

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun