UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial adalah payung hukum beserta Peraturan teknis dibawahnya. Telah menghantarkan sebuah keberpihakan terhadap masyarakat Indonesia yang termiskinkan, dimiskinkan dan terpaksa miskin. Niat baik ini lahir dari serangkaian pemikiran negarawan, politisi dalam kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan dua wakilnya. Yusuf Kalla dan Boediono.
Harapan besar dengan langkah berani untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia berupa BPJS. Saat ini sedang mengalami sakit kanker yang menahun. Dan membutuhkan multi nutrisi untuk menaikkan imunitas BPJS dan mengurangi penyebaran sel sel kanker menjalar sampai ke cara pikir dan tindakan stake holder dan share holder.
Perdebatan terbuka antara PB IDI dan BPJS tentang sudut pandang yang berbeda. PB IDI berpendapat pembatasan  jaminan pada bayi yang baru lahir, katarak dan rehabilitiasi medis akan mengurangi mutu layanan kesehatan dan bahkan bisa mengobankan keselamatan.
Sedangkan dari sudut pandang pengelola BPJS, perbagai upaya penghematan mesti ditempuh untuk mengurangi defisit yang terus melaju turun. Berdasarkan laporan keuangan perdesember 2017 Dana jaminan Sosial (DJS) Kesehatan minus Rp. 23 triliyun. Dibandingkan tahun 2016 naik menjadi 167 % dengan posisi minus Rp 8.6 trilyun.
Muhaimin Iqbal sebagai pakar asuransi dan pelaku 20 tahun di industri asuransi dan pernah menjadi penguji para ahli asuransi Indonesia memberikan pandangan untuk menjadikan BPJS sehat secara finansial.
Mengusung restrukrisasi radikal menggunakan pendekatan starup dengan prinsip masalah besar identik dengan peluang besar. Seperti perusahaan Go-jek, Bukalapak, Traveloka, Tokopedia. Menjadikan BPJS bergeser dari skema asuransi menjadi prinsip tolong menolong, skema pengembangan wakaf musytarak, wakaf tunai, zakat, infak sedekah atau dana kebajikan.
Kebijakan tentang pengalokasian bea cukai rokok untuk membantu imunitas keuangan BPJS ibarat obat penahan rasa sakit atau pereda sakit sementara waktu. Sedangkan pengobatan pelemahan sel sel kanker dan peningkatan imunitas tidak maksimal.
Dr. Chazali H. Situmorang, Ketua DJSN 2011 -- 2015. Mengulas dengan panjang lebar dan langkah-langkah penyehatan penyakit kanker defisit bagi BPJS semenjak tahun 2014. Jika dihitung masa perawatan 5 tahun dan penyakit kanker defisit ini masih terus parah.
Maka pertanyaan selanjutnya adalah, apakah salah dalam diagnosa, salah tretmen obat, salah perawatan, salah dokter yang menanganinya. Dan cara pandang ini sejatinya bukan dari penyelesaian masalah dan pengobatan kanker defisit BPJS.
Jawabannya adalah kembali kepada setiap pemangku kebijakan atau stakeholder dan share holder. BPJS, Kementrian Kesehatan, DPR RI, Presiden, Jarangan Profesi Dokter, Jaringan Rumah Sakit, Praktisi dan termasuk masyarakat.