Gempa mengguncang kepuluan mentawai yang dimulai dari pukal 9.45 dengan kekuatan 7,2 SR dengan kedalaman 45 km dan mempunyai potensi stunami. Kemudian susul menyusul gempa yang berkuatan lebih rendah sampai 16 kali lebih. Begitulah sebuah status dari pertemanan di facebook yang diambil dari BMKG beberapa saat setelah terjadinya gempa.
Gempa merupakan efek dari gerakan lempengan bumi yang terus menerus menyesuaikan diri untuk kembali stabil. Gempa bumi mentawai yang dekat dengan pulau pagai selatan telah menghancurkan bagunan fisik dan juga mengakibatkan mininggal korban lebih dari 100 orang.
Dalam sebuah wawancara di metro tv dari ilmuan LIPI menyatakan bahwa gempa mentawai yang menelan korban banyak diakibatkan oleh kurang focusnya dalam sosialisasi kepada masyarakat tentang bagaimana melakukan evakuasi ketika terjadi gempa.
LIPI telah melakukan penelitian dan juga penempatan alat-alat pendeteksi gempa. Dibeberapa tempat telah dilakukan sosialisasi kepada masyarakat. Sosialisasi ini hanya menyentuh sedikit dari tiga pulau besar di Kab. Mentawai yang terdiri dari Pulau siberut, pulau pagai utara dan pulau pagai selatan.
Dari berbagai pemberitaan belum dapat dilihat berapa kerusakan yang diakibatkan oleh gempa di kepulauan mentawai sampai saat ini. Hal ini diakibatkan oleh sulitnya akses media komunikasi dari tempat bencana.
Kemudian Gunung merapi di provinsi Yogyakarta kembali mengeluarkan awan panas. berita terakhir dalam siran Televisi dan juga laporan dari berbagai media massa, baik secara online dan media cetak. Korban meninggal akibat sesak nafas dari muntahan awan panas berjumlah lebih 25 orang.
Kabar terbaru memberitakan bahwa juru kunci gunung merapi Mbah Marijan telah meninggal dunia, Innalillahi wan innailaihi raajiuun. Beliau meninggal dengan kondisi sujud menandakan tingkat kepasraan akan ketentuan Allah Swt.
Seakan alam bergerak kembali melapaskan kepenatan untuk menanggung beban perbuatan manusia yang hampir pogah dan melupakan bahwa alam memiliki kekuatan yang besar. Gempa bumi dan juga letusan gunung merapi adalah sebuah musibah yang tidak dapat di prediksi kapan terjadi dan bagaimana dampak yang diakibatkan.
Setiap bencana akan membawa duka mendalam, kehilangan orang yang dicintai, rumah tempat berdiam dan juga usaha yang menopang kehidupan. Kemampuan orang untuk menerima dari bencana gempa bumi dan juga letusan gunung merapi sebagai sebuha ketentuan dari Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
Berbeda dengan bencana politik yang diciptakan oleh pemimpin dan elit politik. Bencana ini tidak terlihat seperti kehancuran oleh gempa dan juga letusan gunung berapi. Namun ia menghancurkan kemanusiaan yang tertimpa oleh bencana gempa dan juga letusan gunung berapi.
Bencana politik mencabik kemanusiaan dan menambah penderitaan. Menjadi sebuah luka yang akan terus berdarah dan perih ketika kejadian-kejadian bencana alam datang kembali. Berangkatnya anggota Dewan Kehormatan ke Yunani untuk belajar etika menghabiskan dana 5,2 milyar lebih adalah sebuah bencana politik yang menambah luka.
Efek yang ditimbulkan dari bencana politik adalah semakin apatisnya masyarakat tentang negara dan juga wakil-wakil mereka di palemen. Efek bencana politik melebihi kehancuran fisik dan mampu membunuh lebih banyak manusia. Bukan hanya satu generasi namun sampai kepada 2 atau 3 generasi selanjutnya.
Setiap musibah bencana alam membawa sebuah duka mendalam bagi korban dan sanak keluarga, namun musibah dari bencana politik membawa duka dan kerusakan bagi masyarakat secara keseluruhan secara sistematis dan sangat mengerikan.
Turut berduka atas meninnggalnya korban bencana Gempa Bumi di kepulauan mentawai dan Letusan Gunung Merapi Jogjakarta. Semoga bencana ini tidak diiringi lagi oleh bencana politik para pemimpin dan elit bangsa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H