Mohon tunggu...
Muhammad Yunus
Muhammad Yunus Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kemandirian Pilar Dalam Kebersamaan Saling Berpadu

Penggiat Ekonomi Syariah terapan, dan Pertanian Organik Terpadu berbasis Bioteknologi. Sehat Manusia, Sehat Pangan, Sehat Binatang, Sehat Tanah, Air dan Udara.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Puasa Berbicara

22 Oktober 2010   14:10 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:12 650
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Ketika kita berbicara dan mengeluarkan berbagai ungkapan begitu mudah dan terstruktur dengan baik. Apalagi ketika membicarakan yang kita sukai, lawan berbicara kita juga memberikan tanggapan yang berkenan dihati. Terkadang berbicara dan saling berbagi lewat suara memberikan kepuasaan. Hal ini dibarengi dengan ledakan emosional yang siap membuncah.

Sering dalam kesaharian kita sebagai manusia yang suka bercakap-cakap. Ketika telah mengeluarkan sumbatan emosi, seperti marah ada sebuah kelapangan dalam diri. Kita akan merasa lega untuk barang sesaat ketiak amarah itu telah keluar dengan kata-kata terpilih. Kadang kata-kata bijak yang mampu memberikan kebaikan bagi orang yang mendengar amarah. Kadang kata-kata tak bijak yang membuat telinga merah dan hati mendongkol.

Berbicara menggunakan suara diapresiasi sejak kita memulai hidup. Pada awal kita sebagai bayi, suara tangis adalah senjata utama untuk berkomunikasi dengan ibunda atau orang terdekat. Masing-masing tangisan akan berbeda, ada tangisan kehausan, ada tangisan minta belaian dan tangisan telah menunaikan hajat seperti pipis dan buang air besar.

Semakin tumbuh berkembang sepatah dua patah kata terucap, seperti mama atau papah. Ketika suara itu keluar maka senyuman seorang ibu akan mengambang dan menjadi berita baru dalam keluarga. Terkadang juga menimbulkan kecemburuan ketika kita mampu mengucapkan kata-kata hanya untuk orang yang begitu akrab dengan kita. Sering merasa cemburu adalah ayah yang ungkapan papa sering paling akhir keluar.

Dalam masa kita mulai berbicara satu penggalan kata, maka orang yang kita cintai mulai mengajak untuk dialog. Dari beberapa saran ahli mengatakan bahwa mengajak dialog amat bermanfaat bagi pertumbuhan psikologis anak.

Dalam berbicara ada daya dorong emosional dan kedekatan tersendiri. Barangkali kita yang pernah berada di luar bahasa ibu. Seperti orang Sumatera Barat pergi ke Makassar akan merasa dekat dengan orang yang mampu melafalkan bahasa minang atau bertemu dengan orang minang, ini pengalaman penulis sendiri ketika tour Menapak Nusantara. Daya dorong ini membuat kita selalu berbicara.

Memasuki dunia menulis akan jauh berbeda. Kita tidak mengenal lagi intonasi suara, dorongan emosional langsung. Banyak yang menyatakan bahwa menulis itu terdapat banyak sisi susahnya dari pada sisi mudahnya. Hal ini berhubungan dengan mental blok atau hambatan mental dan juga kebiasaan.

Kita belajar tulis menulis berasal dari menggoreskan coretan di dinding rumah. Kita membuat beberapa coretan indah, terkadang gambar abstrak yang sulit dipahami oleh orang lain. Coretan ini sering menjadi awal malapetaka buruk. Kenapa? Hal ini disebabkan oleh kemarahan orang yang kita cintai yang tidak menghargai sebuah coretan. Ini sering menjadi hambatan mental utama dalam dunia menulis. Saran bagi kita yang mengetahui bahwa si kecil apakah anak, kemenakan atau siapapun yang masih belajar untuk menggoreskan mari sediakan sebuah tempat untuk mereka berkreatifitas.

Kemudian apa hubungan antara puasa berbicara dengan menulis. Dari beberapa orang yang mengkususkan dalam tulis menulis menganjurkan bagi penulis pemula untuk menuliskan apa yang dibicarakan. Dalam istilah lainnya menulis itu adalah berbicara dengan huruf-huruf tanpa suara.

Ada beberapa manfaat dari puasa berbicara untuk memaksimalkan kemampuan menulis.

Pertama. Menghindari ungkapan yang keluar dari kata-kata tidak tepat. Dalam kehidupan kita berinteraksi apakah dalam dunia kerja, keluarga, sosial, sebuah kata-kata mampu memberikan luka yang mendalam dan terwariskan kepada orang lain. Dengan puasa bicara maka kita telah mengurangi resiko menyakiti orang lain lewat kata-kata.

Kedua. Menjadikan berbicara lebih bermanfaat. Dengan kondisi kita berpuasa berbicara kita akan memilih ungkapan yang lebih baik untuk menyampaikan sebuah kekesalan, kekecewaan ataupun amarah.

Ketiga. Mendorong untuk menuliskan kata-kata dalam bentuk tulisan. Terkadang penulis sendiri pernah kesal, marah dan juga sedang berada dalam kondisi sedih atau kecewa. Coba kita tuliskan bahwa kita lagi kesal dan kecewa dalam secarik kertas. Seperti “Saya kecewa dan kesal dengan kejadian ini” kemudian kita kembali bertanya kenapa saya kesal? dan apa penyebab kekesalan ini dan apakah solusinya? barangkali kita menemukan sebuah tulisan mengatasi kekesalan apabila menghadapi kondisi tertekan.

Keempat. Mengurangi dosa. Hal ini menjadikan hidup lebih tenang dan damai. Hidup dengan perkataan baik dan berbicara yang baik memberikan sebuah tempat tertentu. Barangkali kita pernah begitu senang dengan ungkapan seseorang yang berbicara baik dan lembut.

Kelima. Membiasakan berfikir lebih dahulu daripada berbicara baru berfikir. Berfikir lebih dahulu kita mampu menimbang beberapa hal. Apakah ungkapan ini berakibat permasalahan bertambah runyam, atau malah membuat kehilangan pekerjaan.

Beberapa tips mungkin bermanfaat bagi kita yang ingin berpuasa bicara dan memaksimalkan dalam menulis. Semoga bermanfaat karna ini sering saya lakukan:

1.Niat untuk puasa bicara yang tidak baik.

2.Selalu menyediakan kertas kecil dan pulpen kemana pergi, kalau ini tidak lupa. Hal ini bermanfaat untuk mencatat kejadian, ungkapan, atau ide. jika tidak maka alternatif selanjutnya adalah nomor tiga

3.Menuliskan dalam catatan di hp dalam format sms.

4.Mempunyai sebuah pengingat ketika hendak berbicara yang tidak baik. Saya sering diingatkan oleh lalat yang menyukai tempat yang kotor dan menjijikkan. Dan juga oleh dedaun yang mengeluarkan oksigen kala kita memberi Co2.

Selamat mencoba puasa bicara dan berbicara lewat tulisan yang mampu menjadi pengingat kala lupa. Karna suara akan mengambang dibawa angin bila tidak direkam. Sedangkan tulisan akan abadi ketika penulis telah tiada di dunia lagi. Terima kasih

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun