Mohon tunggu...
Muhammad Yunus
Muhammad Yunus Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kemandirian Pilar Dalam Kebersamaan Saling Berpadu

Penggiat Ekonomi Syariah terapan, dan Pertanian Organik Terpadu berbasis Bioteknologi. Sehat Manusia, Sehat Pangan, Sehat Binatang, Sehat Tanah, Air dan Udara.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Bergelimang Lumpur, Bergoyang Tanggo Lintas Selatan

21 November 2014   02:45 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:16 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Satu persatu rintik hujan jatuh di Kota Serang Propinsi Banten. Hujan yang telah lama ditunggu oleh petani untuk memulai kembali menanam padi. Padi yang menjadi penopang ekonomi petani desa maupun pinggiran kota.

Mobil melaju dengan kecepatan tak penuh. Sebab beberapa jalan memiliki kontur tidak mulus, beberapa ruas telah berlubang mengga. Perjalan ini menempuh dari Kota Serang Menuju Bayah. Ketersediaan mobil rute ini hanya dilayani oleh Damri sebagai angkutan perintis. Berangkat terakhir jam 12 siang. Begitu informasi yang penulis dapatkan dari beberapa pedagang di terminal Serang, Banten.

Rintik hujan tetap setia menemani. Berbincang dengan teman sebelah berapa jam untuk sampai ke Malingping bila berangkat jam 4 sore. Jawaban yang sangat membuat rintik hujan seakan lebih kecang. Kemungkinan jam 10.00 sampai jam 11.00 malam.

Ada apa? dan bagaimana bisa? Jawaban ini harus didapat untuk mendapatkan kepastian untuk bisa sampai ke Malingping dan melanjutkan ke Bayah. Sebab rute ini pertama kali di tempuh. Jawaban satu persatu didapat dalam perjalanan.

Beberapa ruas jalan lintas Selatan Serang menuju Pelabuhan Ratu, terutama ruas Kec. Sebekti, Bojong, dan sampai melimping dalam proses betonisasi. Hal ini mengakibatkan mobil harus antri dan menunggu untuk melanjutkan perjalanan. Proses betonisasi menggunakan sistem buka tutup. Proses pembetonan menyelesaikan setengah ruas jalan.

Perut keroncongan, maka rezki pedagang jagung rebus, kacang dan makan lainnya mendapat kelimpahan malam ini. Hujan yang masih menyanyikan menambah gelimang lumpur bagi ruas jalan yang belum di beton. Hal ini terutama lepas Banjar Sari adonan air dengan tanah menjadi gelimang lumpur bagi pengguna mobil, pribadi maupun bus. Hal ini menjadikan perjalanan yang biasanya menempuh 3 jam menjadi dua kali lipat yakni 6 jam.

Gelimang lumpur dari kerusakan jalan yang mengakibatkan menempuh rute ini laksana goyangan tanggo yang diiringi iringan bunyi rintik hujan dan binatang malam. Ditambah denoan alunan dangdut koplo yang diputar oleh supir rute Serang Malingping.

Soal operan penumpang, itu kudu dan musti, sebab akan menjadikan pendapatan berkurang dan bahkan rugi bila tidak mengoper penumpang yang tidak seberapa. Karena Bahan Bakar Minyak telah naik dan kebijakan kenaikan ongkos belum ditetapkan.

Mohon pengertian begitulah pinta supir kepada penumpang. Diiringi keroncongan perut, jalan yang berlubang bergelimang lumpur. Menjadikan perjalanan ini mendebarkan. Apa penyebab ini bisa terjadi? Jawaban itu penulis dapatkan dari sopir angkot jurusan Malingping meuju Bayah. Jawaban itu amat mengejutkan.

Mobil Truk tronton dengan tonase 35 ton yang membawa batu bara dari Penambangan masyarakat berlalu lalang dari Bayah ke Malimping dan dilanjutkan ke Serang untuk dibawa ke cilegon. Kemudian ditambah dengan Mobil pembawa peralatan Pabrik Semen Merah Putih dan juga pembangunan Dermaga dekan Pabri Semen Merah Putih.

Inilah penyebab utama kerusakan jalan. Proses betonisasi telah berjalan 3 bulan dan masih banyak menyisakan cerita pilu. Kiri jalan berhektar lahan sawah dua kali tanam tidak produksi. Karena pupuk mahal yang diakibatkan oleh kerusakan jalan bergelimang lumpur.

Ekonomi masyarakat hanya ditopang oleh tanggakapan laut, dan menjadi penambang batu bara skala kecil. Penambangan yang tidak memiliki kontrak kerja, jaminan keselamatan dan peralatan memadai. Seolah hal ini dibiarkan dan ditutupi.

Karena ada mekanisme permainan diantara kalangan elit Propinsi Banten, Kab. Lebak dan pengusaha, begitu asumsi dari supir angkot. Nuansa Korupsi dan Kolusi terlihat, karena batu bara dengan mudah terlihat sepanjang jalan dari Kecamatan Cihara menuju Bayah. Barangkali ini efek dari kasus Korupsi Gubernur Banten non aktif Ratu Utut Chosyiah yang dalam tahanan KPK.

Beruntung hasil bergelimang lumpur dan bergoyang tanggo menempuh rute jalur selatan di propinsi Banten terbayar oleh indahnya gelombang ombak pantai selatan. Dan eloknya kontur bebatuan yang memecah ombah dan pantai putih yang menakjubkan.

Persoalan pendapatan yang merugi bagi supir angkot, ekonomi yang mati akibat biaya mahal kerusakan infrastruktur jalan, mah tidak pengaruh bagi pengambil kebijakan. Teramat biadab dan menjadikan ekonomi desa nelangsa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun