Mohon tunggu...
Muhammad Yunus
Muhammad Yunus Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kemandirian Pilar Dalam Kebersamaan Saling Berpadu

Penggiat Ekonomi Syariah terapan, dan Pertanian Organik Terpadu berbasis Bioteknologi. Sehat Manusia, Sehat Pangan, Sehat Binatang, Sehat Tanah, Air dan Udara.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Melek Media, Lapar Popularitas Generasi Kita?

2 Februari 2015   04:35 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:58 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Mencermati perilaku keluarga, terutama ayah dan ibu adalah keniscayaan dalam menentukan bagaimana anak tumbuh dan berkembang. Bila Ayah adalah pribadi yang hangat, maka keluarga menjadi hangat, hal ini terlihat dari canda tawa antara keluarga. Bila Ayah adalah pribadi yang coll, maka keluarganya akan terlihat coll. Dan bila ibu cerewet dan sangat aktif berbicara, maka keluarga itu tidak membutuhkan suara apapun, kecuali suara ibu. Dalam Islam keluarga adalah hal yang menentukan bagaimana bangunan ummat Islam secara keseluruhan. Membangun tradisi keluarga dengan sikap, contoh baik yang menjadi budaya keluarga bukanlah pekerjaan semalam, ia membutuhkan konsistensi semenjak rumah tangga dibentuk.

Kehidupan bekeluarga saat ini tidak bisa melepaskan diri dari kehadiran Gadget, televisi. Terutama pasangan muda yang menempuh dan membentuk keluarga baru. Karena masing-masing telah terbiasa dan tergantung dengan gadget. Sedangkan keluarga yang telah memasuki usia diatas 15 tahun lebih familiar dengan televisi.

Televisi adalah hasil dari peradaban ilmu pengetahuan manusia. Hampir setiap rumah tangga memiliki minimal 1 televisi yang digunakan secara bersama-sama. Dan terkadang juga memiliki televisi lebih dari 1 untuk kebutuhan masing-masing anggota keluarga. Televisi menjadi menu dalam berkumpulnya keluarga. Berbagai siaran sering berpindah canel, dari televisi berfocus berita, kemudian pindah ke sinetron, kemudian pindah kepada film. Sebab masing-masing anggota keluarga memiliki stasiun televisi kesukaan masing-masing.

Yang menjadi persoalan bukanlah perpindahan stasiun ke stasiun siaran lainnya. Namun adalah hidupnya televisi yang hampir menyita waktu luang bagi keluarga, terutama anak-anak dan ibu rumah tangga. Televisi menjadi pengalihan terbaik untuk anak untuk tidak menggangu pekerjaan dalam rumah tangga. Anak-anak dengan sendirinya menjadi konsumen tanpa filter berbagai siaran televisi. Sedangkan ibu rumah tangga memiliki waktu banyak dalam mengkonsumsi televisi, terutama pada waktu pagi hari sampai sore. Varian siaran tidak terlepas dari gossip para selebritis, keluarga berantakan, perceraian dan berbagai fatamorgana kehidupan masyarakat modren.

Dan perkembangan zaman menghadirkan internet. Zaman ini menciptakan produk baru bernama gadget atau bahasa keren smart phonew. Anggota keluarga yang mewakili penggunaan smart phone adalah anak remaja dan menjelang dewasa. Dalam smart phone, semua informasi tersedia, dan terkadang bertemu jodoh lewat jejerang media sosial. Mengetahui perkembangan politik, ekonomi, sosial hanya lewat sentuhan kecil. Hal ini menggeser tradisi keluarga yang sebelumnya menjadikan televisi sebagai teman berkumpul bersama menjadi pudar. Keluarga yang addict smarth phone cukup menjalin komunikasi dan update kejadian demi kejadian dengan gadget.

Sedangkan buku adalah hasil peradaban yang mendasari dari pencarian ilmu pengetahuan. Saat ini teramat jarang menemukan keluarga yang memiliki tradisi membaca buku, atau memiliki ruang membaca. Kecuali beberapa yang masih bekerja dalam dunia ilmu pengetahuan, apakah dosen, guru,mahasiswa, penulis artikel. Selain itu teramat susah menemukan buku yang cukup untuk menjadi indikasi keluarga yang mencintai ilmu pengetahuan. Bagi keluarga yang mementingkan tumbuh kembang anak untuk generasi terdidik dan memiliki ilmu, membelikan buku adalah keniscayaan. Dalam keluarga akan terlihat seorang ayah menulis, membaca atau tertawa sendiri ketika membaca sebuah bacaan. Sedangkan seorang ibu juga memiliki waktu cukup untuk membaca bagi dirinya dan juga membacakan alQuran dan buku cerita para pejuang dan cerita lainnya.

Tingkat konsumsi dari televisi dan gadget mampu melampaui kapitalisasi dari buku. Bagi sebagian kita buku adalah termasuk barang langka dalam rumah tangga. Sedangkan televisi dan gadget bernama smart phone menempati prioritas utama. Sedangkan dalam durasi waktu keluarga menempatkan televisi sebagai waktu terpanjang, kemudian disusul oleh gadget smart phone dan terakhir adalah membaca buku dan menulis atau membacakan buku.

Kecerdasaran literasi televisi tidak berkembang dengan merata kepada keluarga Indonesia. Sedangkan kecerdasan literasi baca tulis telah dimulai semenjak dari TK sampai perguruan tinggi. Bila masa ini telah berlalu, maka hampir sedikit orang yang berkecimpung dalam dunia baca tulis. Maka lebih banyak didominasi oleh televisi sebagai tempat untuk mendapatkan informasi, kesenangan dan juga mengisi waktu luang. Efek dari tidak berkembangnya kecerdasan literasi televisi sebuah keluarga tidak memiliki standar pengelolaan siaran mana yang layak untuk ditonton oleh anak, tontonan mana yang bagus untuk pembentukan sikap anak, tontonan mana yang menjadi sampah pengetahuan. Efek jangka panjang dari kealpaan memiliki kecerdasan literasi adalah menjadi keluarga penonton tentang apa yang terjadi di Indonesia. Bila terjadi bencana, maka menjadi penonton dan diharu biru oleh siaran televisi. Bila terjadi kekacauan politik seperti sekarang, maka umpatan, kekesalan keluar begitu saja dari mulut ayah atau ibu yang menjadi teladan bagi anak.

Sedangkan gadget mampu menghadirkan yang tidak didapat dalam televisi. Mulai dari perkembangan teman diseberang sana. Sebagai tempat pelampiasan kebahagiaan, mendaratkan kesedihan. Dan juga tempat tercepat untuk menjadi populer dan menjasi selebritis. Sebab dengan gadget bisa memajang berbagai pose, pekerjaan, ataupun menjadikan tempat curhat paling pas dan tepat. Hal ini telah menjadi tradisi baru bagi anak-anak, dimana peran orang tua sebagai tempat berbagi persoalan tergantikan oleh gadget. Komunikasi orang tua dengan anak mulai kehilangan frekuensi, anak hanya menyapa orang tua, apabila membutuhkan uang dan selain itu tidak. Sebab telah memiliki ruang bercurhat ria dalam media sosial.

Sedangkan buku, menjadi yang terakhir dan jarang diakses oleh rumah tangga. Aktivitas ini memakan durasi sangat singkat dan terkadang hanya tersisi pada anak-nak yang mengerjakan tugas rumah. Anak-anak akan cepat menyelesaikan tugas dari guru disekolah, kemudian ikut nimbrung bersama ayah atau ibu menonton. Hal ini terjadi hampir kebanyakan rumah tangga warga Indonesia dan kaum Muslimin. Teramat jarang kita menemui keluarga sesudah magrib menjelang isya membaca alQuran, atau mendengar orang tua yang masih membaca alQuran. Malah yang sering terdengar adalah suara televisi.

Tradisi menonton menjadikan sebuah budaya yang menerima apa adanya. Televisi yang awalnya sebagai sebuah medio tontonan menjadi tuntunan. Kecerdasan dan ketegasan perlu ditegakkan dalam mengkonsumsi acara demi acara. Bila ditelisik lebih jauh televisi memiliki dampak besar terhadap tradisi masyarakat. Dimana masyarakat yang telah terdidik menjadi penonton sulit untuk membedakan realits sekitar dengan realits yang dibentuk oleh televisi.

Budaya gotong royong sebagai akar kehidupan masyarakat tergantikan dengan budaya tidak mau tahu dengan lingkungan sekitar. Hal ini disebabkan keluarga banyak menghabiskan waktu untuk menonton berbagai tayangan televisi.

Sedangkan penggunaan internet dengan perangkatnya juga menghadirkan budaya palsu. Dimana dunia maya yang setiap orang mampu menjadi kreator dan kontibutor sekaligus konsumen hanya dimanjakan oleh berbagai kejadian- demi kejadian di sekitar orang yang memiliki. Budaya gadget menghadikan pribadi dan keluarga yang asing dengan tetangga dan masyarakat sekitar. Hal ini telah tergantikan oleh gadget. Yang pada akhirnya melatenkan budaya konsumerisme dan individualisme diantara masyarakat.

Sedangkan buku adalah karya pencarian ilmu pengetahuan dan penderas hikmah kehidupan. Ia merupakan awal dari tradisi masyarakat maju dan peradaban. Semakin sedikit dari anggota rumah tangga yang mencintai dunia literasi mulai dari membaca, menulis. Maka semakin lengkaplah apa yang disimpulkan oleh taufiq Ismail dalam pusinya Buta Membaca, Lumpuh menulis generasi Indonesia saat ini. Maka kesimpulan terbaik generasi ini adalah Melek Media, Lapar Popularitas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun