Catatan seorang pedagang (4)
Kejujuran sebagai pilar sukses bagi pengusaha dalam karakter maupun sistem bisnis mutlah dimiliki oleh siapapun. Ketika kejujuran tidak ada maka, secara perlahan bisnis hancur. Pertama adalah kehilangan pelanggan utama yang menjadi tulang punggung bagi pengusaha. Dalam hukum pareto dijelaskan skema 80-20, dimana 80% pelanggan hanya menyumbang 20% pendapatan. Sedangkan 20% pelanggan menyumbang 80% pendapatan.
Sedangkan dalam kontek akad syirkah (partnership) kejujuran adalah azaz keberlangsungan dari kerjasama. Dimana masing-masing memiliki kontribusi yang mesti hitung dan mendapatkan bagi hasil sesuai yang disepakati. Untuk mengembangkan kejujuran dan sikap menjadi sistem usaha kerjasama. Ada beberapa hal yang mesti dilakukan oleh para pihak yang melakukan syirkah (partnership) dalam usaha.
1.Penjelasan kontribusi masing-masing pihak, kontribusi pertama adalah keahlian yang dihitung menjadi satuan kinerja. Kontribusi kedua adalah modal yang dihitung berdasarkan jumlah. Kontribusi ketiga adalah waktu sebagai pekerja yang dihitung berdasarkan waktu dan kerja.
2.Pembagian resiko, hal ini mutlak dilakukan untuk menentukan masing pihak menanggung kerugian apabila terjadi kegagalan dalam usaha.
3.Pembangian keuntungan, nisbah pendapatan. Dimana para pihak menentukan bagian masing-masing dari pendapatan usaha.
Untuk menentukan nisbah keuntungan ada tiga pendekatan yang digunakan. Pertama profit and loss sharing. Pendekatan ini menggunakan laporan keuangan lengkap sampai Earning After Zakah & Tax (laba setelah zakat dan pajak). Dimana komponen biaya yang meliputi usaha, mulai dari biaya produksi, biaya tenaga kerja dan biaya lainnya dikurangi dengan total pendapatan. Keuntungan ini yang kemudian dibagi antara pihak yang melakukan akad syirkah (parnership) dalam usaha. Pada model ini tingkat kejujuran dalam sistem, meliputi pencatatan akuntasi keuangan, dan juga dokumen tertulis lainnya. Sedangkan penerapan profit & loss sharing pada aplikasi bisnis yang tingkat usia usaha yang panjang. Sering diterapkan pada durasi jangka 30 tahun. Biasanya pada akad syirkah pengembangan properti untuk pasar atau mall.
Pendekatan kedua reveneu sharing. Pendekatan ini dilakukan untuk akad syirkah memotong dari pendapatan kotor dari usaha. Hal ini dilakukan untuk mengungari moral hazard pengelola dalam hal pembebanan komponen biaya produksi dan biaya lainnya. Dari pendapatan reveneu sharing, kemudian dibagi menjadi nisbah bagi hasil bagi masing-masing pihak yang melakukan akad syirkah (partnership). Aplikasi ini bisa diterapkan pada kerjasama usaha perdagangan atau sistem agensi. Sistem reveneu sharing memungkinkan pengembalian dari akad syirkah (parnership) lebih cepat. Hal ini sering digunakan pada kerjasama syirkah jangka pendek.
Sedangkan pendekatan ketiga adalah reveneu net sharing. Pendekatan ini adalah perbaikan dari pendekatan kedua, dimana pemotongan dari penjualan dihitung dari tingkat laba yang ditetapkan dari penjualan. Kemudian diambil persentasi dari laba kotor penjualan. Pendekatan ini sering digunakan untuk usaha syirkah (partnership) jangka menengah. Kemudian dilanjutkan kepada pengembangan infrastruktur usaha syirkah.
Ketiga pendekatan ini, pada dasarnya membutuhkan tingkat kejujuran pengelolaan, transparansi dan akuntabilitas keuangan, ketaatan pencatatan akuntasi keuangan. Hal ini dapat mengurangi asymmetric information pada awal akad syirkah dilakukan. Sedangkan pada moral hazard dapat diminimalisir pada pendekatan pertama melibatkan akuntan publik sebagai auditor keuangan sebuah akad syirkah. Sedangkan pada pendekatan kedua dan ketiga, para pihak bisa mempekerjakan seroang akuntan yang memiliki tanggungjawab pencatatan dan penyusunan laporan pertanggungjawaban keuangan.