Bukan sekedar Sound of Borobudur, namun bagaimana musik merasuk dalam setiap lapis kehidupan masa lalu. Mulai dari alam goda indrawi hingga alam Kadewaan. Tentunya pradigma itu lahir dari apa yang tergambar di relief Candi Borobudur, yang menjadi salah satu kekayaan budaya, yang dapat dikatakan Wonderful Indonesia.
Tentunya tanya dan reka mulai menggaung dalam benak "bagaimana fungsi musik di masa lalu?" Dari sekian banyak alat musik yang tergambar, ada pula kehendak untuk menghadirkannya kembali dalam sebuah konser. Salah satu upaya itu dilakukan oleh Japung (Jejaring Kampung) Nusantara. Ide itu dihasilkan dari diskusi KRMT Indro Kimpling Suseno, Trie Utami, Rully Febrian, Redy Eko Prastyo dan Bachtiar Djanan M. untuk membunyikan kembali berbagai alat musik yang terpahat di dinding Candi.
Tri Utami sebagi salah satu penggagas menyebut beberapa alat musik itu, diantaranya: Instrument ideophone dikenal sebagai Ghana Vadya. Cordophone (alat musik berdawai) dikenal sebagai Wina atau Mandeli (Tata Vadya). Gendang tanah liat (sound pot) atau Mrdang. Instrumen tabuh bermembran (Avadana Vadya) yang dikenal sebagai Murawa, Kendang, Pataha dan Padahi. Kenong-bonang atau talempong dikenal dengan nama Brekuk atau Reyong, Ceng-ceng (simbal) dikenal dengan Regang. Ada pula Alat tiup (Sushira Vadya) yang dahulu dikenal sebagai Wamsi atau Bangsi dan Instrumen berbentuk harpa yang dikenal sebagai alat musik dewa bernama Wina atau Rawana Hasta.
Dari sekian instrumen yang disebut Tri Utami itu terpajang di keseluruhan dinding relief. Namun pahatan pada relief Gandavyuha panel 75 sisi timur (menurut hitungan buku yang memuat foto relief Candi Borobudur karya Anandajoti Bhikku) justru menyita perhatian.Â
Mengapa ada gambaran alat musik yang menggantung di pohon, tatkala Sudhana menengok para pengikutnya? Hal ini menuntun pada kelindan fungsi alat musik di masyarakat masa lalu.
Relief yang merujuk pada kitab sutra Gandavyuha ini menceritakan awal kehidupan Buddha. Relief bagian ini menempati bagian paling banyak dibandingkan dengan sejumlah relief lainnya. Pada bagian cerita Meitreya panel 50 sisi selatan, musik pun digunakan untuk iring-iringan Meitreya dengan gambar Gajah yang nampak  berada diiringan paling depan.
Panel 42 sisi timur pun di identifikasi sebagai cerita saat Sudhana meninggalkan Meitreya karena Sudhana dianggap telah memahami hakikat sejati realitas dan harus bersedia mencari Guru-guru yang lain. Musik pun tergambar pada cerita dalam bagian ini.
Di alam atas (arupadhatu) pun diketahui terdapat sosok Gandharva yang disebut sebagai para pemain musik Surgawi (panel 40 sisi timur bagian tengah selatan).