Keluarnya, UU No 5 Tahun 2017 Tentang Pemajuan Kebudayaan menjadi jalan amat terang bagi para pemerhati kebudayaan. UU ini menjamin gerak langkah para pengkaji dan pemerhati dalam upaya penyelamatan warisan kebudayaan daerahnya. Pada Pasal 5 terdapat 10 objek pemajuan kebudayaan salah satunya adalah manuskrip.
Mirisnya, dari sekian puluh kelompok yang lolos seleksi peserta KBKM 2019 hanya terdapat 4 kelompok yang mengkaji manuskrip. Lalu saya berpikir, jangan-jangan manuskrip memang tidak berguna ada di dunia?
Komunitas kami berupaya untuk mengkaji berbagai hal mengenai manuskrip Jawa. Kemudian isinya kita sebarkan kepada masyarakat dari semua kalangan sebagai pandangan untuk menanggapi berbagai carut-marut permasalahan di masa sekarang.
Bukan berarti komunitas kami sangat menuntut adanya konservasi atas budaya asli nusantara. Namun, hal ini kami lakukan sebagai langkah untuk mencari benang merah permasalahan masa kini.
Manuskrip kita gunakan sebagai sumber sudut pandang lain. Yang kemudian kita terjemahkan sebagai pengalaman nenek moyang kita dahulu. Toh! hal ini tidak salah untuk kita pelajari di zaman serba kebingungan identitas seperti sekarang ini.
Komunitas kami tak hanya terdiri dari satu kalangan saja. Mulai dari mahasiswa S1-S3 dari berbagai kota di Jawa, dosen, seniman, para penghayat kepercayaan serta kalangan pemerintahan. Tercatat vokalis band Soloensis-Gema Isyak, sastrawan Yuddhistira massardi pun pernah datang dan berbincang ria satu lingkarang dengan kami.
Dengan kata lain, ada banyak kalangan masyarakat yang sebenarnya mempunyai hasrat keingintahuan mempelajari isi dari sebuah manuskrip. Hanya saja, banyak keterbatasan ruang dan waktu dari mereka untuk mempelajari lebih mendalam, sekedar untuk memuaskan rasa penasarannya. Disitulah komunitas kami hadir sebagai fasilitator antara masyarakat yang penasaran dan manuskrip yang sudah usang.
Pemerintah saat ini pun genjar melakukan konservasi terhadap manuskrip warisan nenek moyong. Kemudian muncul pertanyaan lanjut, sekedar mengumpulkan atau sampai pengkajian isinya?
Saat komunitas kami mendaftar di KBKM, jujur kesulitan yang kami rasakan pertama adalah akses untuk menjamah beberapa manuskrip yang kami tuju. Diskusi panjang dengan pewaris kami lakukan. Yang kebetulan berada di kediri, tepatnya bekas percetakan tersohor di zamannya bernama Tan Koen Swie. Hingga satu kesepakatan kami peroleh.
Pengkajian manuskrip diperbolehkan oleh pewaris. Namun, dengan satu syarat komunitas kami harus membantu digitalisasi keseluruh manuskrip koleksi pribadinya yang berada di museum Tan Koen Swie.