Mohon tunggu...
Fajar Islam Sitanggang
Fajar Islam Sitanggang Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

anak ke 4 dari 10 bersaudara. Mengidolakan sosok ayah yang tiada duanya, menyimpan sosok ibu penuh kasih nan lembut di dalam hati.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Jurnal Hati (ed 5)

26 Februari 2012   16:19 Diperbarui: 25 Juni 2015   09:02 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

DUNIA

Bogor, 26 Februari 2012. 23:08 WIB

Sebuah catatan di tepi kaki langit



Dunia, melakon wadah bagi nyawa yang tak lagi melayang-layang dalam refleksi nonmaterial, namun menyesak sesak dalam konvergensi jasad yang terikat berbagai dimensi. Manusia.  Dunia mengikat erat dimensi, laiknya dimensi merantai penunggu dunia. Titik, garis, ruang, dan waktu. Tak ada makhluk dunia yang tak menyeret itu di ubun-ubunnya. Separah apapun, segigih apapun, menyeru melolong menyayat kaca-kaca pemohonan, makhluk tak juga bisa melepas belenggu dimensi. Manusia. Belenggu. Tetap tak bisa menghilangkan sepoles titik, diam konstan tak bergerak, menghilang menembus ruang atau mengutak atik putaran waktu. Manusia. Penunggu dunia. Dunia yang mengikat dimensi.

Dunia, tak terbatas. Se tak terbatas pikiran manusia tentangnya. Luas seluas nafsu manusia untuk menguasainya. Hanya manusia, karena hanya manusia yang menyulut kobaran api keinginan menguasai apapun dalam sendi-sendi otaknya. Dunia, tempat bergelung aturan-aturan baku Sang Pencipta. Aturan yang entah ditaati entah dicemoohi entah diacuhi atau bahkan entah diubah-ubah oleh, manusia. Tempat pertempuran, bau anyir pemusuhan dari dua hal yang berlawanan. Baik buruk, positif negatif, ada tidak ada, benar salah, kuat lemah, kuasa dikuasai. Muncul dari relativitas kehidupan yang bertengger pada beribu sudut pandang, yang sebenarnya tak berlawanan apabila tak dipikirkan oleh, manusia.

Ah. Dunia. Bentukan kecil dari amanah megabesar yang diembankan. Pada makhluk, manusia. Dunia bisa saja tetap ada, tetap bergerak, tetap memenuhi ruang dan tetap berjalan konsisten melewati kincir waktu. Bahkan tanpa manusia. Karena dunia mengikat dimensi.

Ah. Dunia menyimpan tanda tanya besar, mengapa manusia harus dipaksa memikul dunia?

Ah.  Aku pun manusia. Aku pun penunggu dunia. Aku pun terbelenggu. Aku pun tak bisa hilangkan titik, mendiam-konstankan sesuatu, menembus ruang dan mengutak atik waktu. Aku pun punya nafsu. Aku pun punya sudut pandang. Aku pun tak suka buruk dan suka yang baik. Aku pun punya harapan. Aku pun diamanahi. Dunia.

Maha Pintar Sang Pencipta. Dua kunci diciptakannya untuk mengatur dunia. Dua kunci yang tak bisa hilangkan titik tapi menciptakan titik-titik baru pengharapan. Dua kunci yang tak bisa mendiam-konstankan garis, tapi mengarahkan garis menjadi gurat-gurat harmonisasi. Dua kunci yang tak bisa menembus ruang tapi mengisi kosongnya dengan pelangi dan elegi kedamaian. Dua kunci yang tidak bisa mengutak-atik waktu tapi membuat ia tak berputar sia-sia meninggalkan tapak-tapak kelam di lumpur kehinaan. Dua kunci. Akal dan hati. Bersemayam kokoh siap pakai di dalam si pemegang amanah. Manusia.

Ah. Aku pun manusia. Aku pun diamanahkan. Aku pun punya dua kunci.

Betapa bangganya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun