Mohon tunggu...
Fajar Islam Sitanggang
Fajar Islam Sitanggang Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

anak ke 4 dari 10 bersaudara. Mengidolakan sosok ayah yang tiada duanya, menyimpan sosok ibu penuh kasih nan lembut di dalam hati.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Jurnal Hati (ed 2)

1 Januari 2012   07:02 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:29 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

DIAM

Sebuah catatan di tepi kaki langit

Bogor, 17 oktober 2011, 23:24 wib

Diam tak selamanya berarti mati, selayaknya bergerak tak selalu berarti hidup. Diam tak melulu diartikan putus asa, sebagaimana bergerak tak hanya berarti merdeka,

Tak pula diam itu selalu bertafsirkan kestatisan, karena tak selalu pula bergerak mentafsirkan kemajuan. Waktu memutuskan saat yang tepat untuk diam, sebagaimana kesempatan pun melugaskannya.

Siapa yang mendefinisikan diam sewajah dengan pesimistis?

Layaknya pelari yang diam membelakangi penonton, mengikat erat tali sepatunya sebelum berlari, atau sekedar mengecek lusuhnya kaus kaki yang mungkin menggangu larinya nanti bila terjuntai.

Layaknya seekor kadal yang diam menancapkan kaki-kaki lekatnya di batang pohon semai, menyiapkan lidahnya agar dapat terjulur sekuat tenaga ketika dilihatnya seekor  lalat hinggap terlena oleh bau busuk buah.

Apa yang salah dengan diam?

Tidak ada, bila diam berarti menyiapkan kekuatan kaki untuk melangkah labih jauh.

Tidak ada, bila diam berarti berkonsentrasi pada strategi untuk meraih mimpi yang lebih tinggi,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun