Mohon tunggu...
AgusHari Subagyo
AgusHari Subagyo Mohon Tunggu... -

lelaki yang berpikir sederhana...

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Sekedar Catatan: Muluskah Skenario Balas Dendam?

25 Juni 2012   01:51 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:34 954
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi ini waktu Indonesia, lengkaplah sudah 4 semifinalis Euro Cup 2012. Setelah melalui pertandingan yang melelahkan, 120 menit (waktu normal + ektra time), diteruskan adu pinalti, akhirnya Italia melenggang menemani Portugal, Jerman, dan Spanyol. Sebuah hasil yang memang sudah sesuai prediksi para pengamat bola dunia. Euro Cup kali ini memang tak banyak kejutan yang terjadi. Mungkin yang diluar prediksi adalah tersingkirnya tim Oranye Belanda di babak penyisihan grup, dengan catatan yang sangat buruk (tak memeperoleh satu poin pun). Sebuah hasil tragis, mengingat Belanda adalah finalis Piala Dunia 2010. Selebihnya, negara-negara dengan kultur sepakbola yang kuat, beserta beberapa kuda hitam maju ke 8 besar. Portugal, yang di awal-awal perhelatan gelaran Euro Cup diragukan penampilannya, justru menjadi tim pertama yang melenggang ke semi final. Gol tunggal maha bintang El Real, Christiano Ronaldo mengakhiri perjalanan Republik Ceko. Hanya saja terlihat jelas, bagaimana Portugal sangat bergantung pada sosok Ronaldo, karena seperti biasa meski dijuluki Samba'nya Eropa, mereka tidak dikaruniai striker-striker mumpuni sepeninggal Pedro Pauletta. Der Panser Jerman berhasil menjadi tim kedua yang menjejakkan kakinya ke semi final dengan menghempaskan tim negeri para dewa Yunani. Perbedaan kualitas begitu terlihat, meski di babak pertama Yunani mampu membuat para penyerang Jerman frustasi, sebelum kemudian terjadi gol dari Philip Lahm. Bahkan mereka sempat menebar asa saat mampu menyamakan kedudukan di awal babak ke 2. Namun setelah itu, Yunani mengendor. Faktor usia, kualitas skill, serta kurangnya konsentrasi di pertengahan babak ke 2, harus dibayar mahal. Spanyol menjadi semi finalis ketiga. Menghadapi Les Bleus Perancis yang sama-sama mengusung strategi ball possession, tim Matador menang karena blunder strategi arsitek tim Ayam Jantan Laurent Blanc dengan banyak menempatkan pemain gelandang yang bertipe bertahan. Alhasil pemain Spanyol merajalela di semua lini, meski akhirnya di babak kedua Blanc mencoba memperbaiki kesalahannya dengan memasukkan Samir Nasri dan Jimenez untuk menambah daya serang. 2 gol Xabi Alonso, sudah cukup membuat jawara Piala Dunia 1998 dan Euro Cup 2000 itu angkat koper lebih awal. Dan terakhir, Gli Azzuri menjadi tim terakhir di semi final. Sebuah pertandingan yang menurut saya membosankan, dimana akhirnya adu tendangan pinalti menjadi penentu. Inggris yang notabene kompetisinya dinobatkan sebagai kompetisi terbaik di muka bumi tampil melempem, sementara Italia yang begitu menguasai pertandingan (sebagai perbandingan Italia melakukan usaha tendangan ke gawang lebih dari 20x, dengan tepat sasaran lebih 10x, sementara Inggris hanya sekitar 10x, dengan tepat sasaran tak lebih dari 4) tak mampu juga memanfaatkan peluang. Maka peran mental begitu besar bagi algojo pinalti serta kiper. Dan Italia lah yang diuntungkan. Menilik hasil diatas, pantaslah para pecinta sepakbola dunia untuk berharap agar "skenario" yang akan mempertemukan Der Panser Jerman dengan tim Matador Spanyol bisa terwujud. Hal ini dikarenakan di perhelatan Euro Cup sebelumnya, mereka bertemu di final, dengan kemenangan 1 - 0 Spanyol atas tim muda Panser Jerman, lewat gol tunggal Fernando Torres. Marilah kita mencoba memprediksi laga semi final : 1. Portugal vs Spanyol Inilah pertemuan tim Samba'nya Eropa dengan tim yang dekade ini disebut sebagai penerus "jogo bonito" (sepakbola indah ala Brasil). Kedekatan secara historis antara Portugal dengan Brasil, memang membuat gaya bermain sepakbola Portugal agak berbeda dengan negara-negara Eropa lain. Umpan pendek satu dua, dipadu dengan kecepatan, serta skill individu dalam menguasai bola, menjadi ciri khas, sama seperti tim Samba Brasil. Hanya saja, meski telah banyak melahirkan bintang-bintang lapangan hijau, namun soal prestasi, Portugal masih jauh tertinggal. Prestasi terbaik mereka adalah sebagai runner up Euro Cup 2004, karena kalah dari Yunani. Sementara Matador Spanyol, menggebrak dunia 4 tahun terakhir. Keperkasaan klub-klub di Primera Division di kancah Eropa (Barcelona dan Real Madrid) berimbas pada kekuatan tim nasional mereka. Hasilnya, titel juara Eropa dan juara Dunia berhasil mereka sandingkan. Skill tinggi, kecepatan, umpan tiki taka, serta kekompakan dalam tim menjadi senjata yang menakutkan. Di atas lapangan, Spanyol jauh diunggulkan. Tidak hanya prestasi, namun juga karena meratanya kualitas pemain yang ada, kekompakan, serta skill individu yang ditunjukkan. Bisa dilihat dari lamanya waktu penguasaan bola yang lebih dari 60% di setiap laga. Memang Spanyol kali ini kurang tajam, sepeninggal David Villa yang terkena cidera, sementara Fernando Torres juga masih belum mencapai permainan terbaiknya. Namun jangan lupa, lini tengah tim Matador dihuni maestro-maestro passing yang akurat, meski bertubuh mungil. Xabi-Xavi-Iniesta-Silva-Fabregas, kualitasnya tak perlu diragukan. Apalagi nama terakhir di atas, mampu juga berperan sebagai seorang striker bila dibutuhkan. Mungkin yang perlu menjadi bahan perhatian adalah belum terujinya lini belakang Spanyol, terutama jika menghadapi serangan balik cepat, seperti yang menjadi senjata andalan utama Portugal. Portugal sendiri juga banyak dihuni pemain-pemain hebat. Namun secara tim, mereka belum terlalu padu. Mandulnya lini depan juga selalu menjadi problem utama. Akibatnya, ketergantungan terhadap Christiano Ronaldo menjadi-jadi. Peran Moutinho sebagai dirigen lapangan tengah juga kurang ditunjang oleh Meireless, sehingga terkesan ada link yang terputus. Sementara di lini belakang, Portugal juga sering gugup jika harus mendapat gempuran yang bertubi-tubi. Patut kita tunggu, strategi apa yang akan dipakai oleh Paulo Bento terhadap anak asuhnya, menghadapi gelombang serangan para matador Spanyol. Di laga ini, diperkirakan Spanyol menang. Minimal satu gol (kemungkinan besar lebih). 2. Jerman vs Italia Inilah pertemuan klasik antara 2 tim dengan sejarah sepakbola yang panjang. Sama-sama pernah menjadi kampiun Eropa maupun Dunia, dengan kulitas kompetisi di negara masing-masing yang tak perlu lagi diragukan. Di atas kertas, Jerman diunggulkan meski tipis. Semenjak ditangani Joachim Loew, tim Panser memang lebih mengandalkan deretan pemain muda. Meski begitu, kualitas mereka tak perlu dipertanyakan lagi. Secara tim, mereka menjadi kekuatan yang menakutkan. Selalu haus akan kemenangan, dan tak kenal menyerah. Dengan materi yang tak banyak berubah, semakin dewasanya setiap pemain, serta kekompakan tim, Jerman memang menjadi kandidat kuat juara. Antar linipun merata. Di depan, Mario Gomes ataupun Klose mampu berperan dengan baik. Di tengah, peran sentral Bastian Schweinsteiger, Mezut Ozil, serta Sammy Khedira, mampu menjadi sentral permainan. Di belakang, perpaduan antara senior dan yunior, ternyata mampu menjadi perpaduan yang ampuh menangkal serangan. Begitupun di bawah mistar, dengan hadirnya Manuel Neur. Sementara Italia datang ke Euro Cup kali ini dengan dibayangi hal yang tak sedap. Gencarnya pemberitaan akibat terungkapnya skandal pengaturan skor jilid 2, sempat mengganggu persiapan tim. Namun, Italia tetaplah sebuah kekuatan yang tak pernah bisa dipandang enteng. Bukankah di tahun 2006, saat Piala Dunia digelar, mereka juga dibayangi masalah yang sama. Namun mereka mampu membuktikan mental juaranya. Dan kampiun Piala Dunia berhasil mereka rebut. Saat ini, Cessare Prandeli mengusung perpaduan pemain muda dan senior. Hanya saja, kedalaman tim agak menjadi soal, karena banyak pemain muda mereka minim jam terbang di tim nasional. Ketergatungan akan sosok Andrea Pirlo juga sempat menjadi sorotan. Belum lagi labilnya mental Mario Balotelli, yang sering menyebabkan kerugian tim. Secara tim, Italia memang belum begitu solid, terutama dalam hal penyelesaian akhir. Lini depan banyak membuang peluang. Di lini tengah, pelatih perlu mencari alternatif jika nantinya dalam menghadapi Jerman, Pirlo dimatikan. Untuk lini belakang, sudah cukup. Dalam laga ini, Jerman diperkirakan unggul tipis. Jika semua analisis serta prediksi diatas benar-benar terjadi, maka akan kita tunggu apakah "skenario" Jerman bertemu Spanyol yang merupakan dejavu final Euro 2008 di Austria - Swiss akan terjadi? Dan apakah Der Panser bisa menuntaskan "dendamnya" pada Matador Spanyol...so, kita tunggu saja!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun