Mohon tunggu...
Sang NyomanDanuarta
Sang NyomanDanuarta Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Undiksha

Mahasiswa Undiksha

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Memaknai Hari Raya Galungan dan Kuningan Menurut Umat Hindu di Bali

18 Juni 2022   18:41 Diperbarui: 18 Juni 2022   18:49 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Hari Galungan terjadi setiap enam bulan dan merupakan hari Budha Kliwon wuku Dunglan. Perayaan Hari Raya Galungan sama dengan perayaan kemenangan Dharma atas Adalma atau kemenangan kebaikan atas kejahatan. Hari Raya Galungan juga diperingati oleh seluruh umat Hindu sebagai hari kelahiran atau penciptaan seluruh alam semesta beserta  isinya. Untuk memperingati hari itu, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan Dewa Bhatara. Dan setiap galungan dapat dilihat semua jalan di Bali pada hari raya Galungan, ada penjor di pinggir jalan dan di depan setiap rumah, melambangkan sesajen kepada Batara Mahadewa. Penjor sendiri adalah batang bambu yang lengkung yang dihias sesuai dengan adat dan tradisi  Bali di masing-masing daerah. Perayaan  Galungan ini sebenarnya memiliki inti yang konon mengintegrasikan seluruh kekuatan spiritual umat ke dalam pikiran dan sikap yang jernih. Ikatan pikiran yang spiritual dan cerah, itu adalah bentuk dari satu Dharma.

 Rangkaian  hari raya Galungan  diawali dengan perayaan Hari Suci Tampek Wariga yaitu yang jatuh setiap pon wuku wariga. Tampek Wariga, juga dikenal sebagai Tampek Bubuh atau Tampek PengaTag, biasa digunakan untuk menunjukkan bahwa 25 hari setelah Tampek Wariga adalah Hari Raya Galungan. Lalu ada Hari Suci Sugihan di Jawa. Hari ini adalah hari penyucian atau penyucian segala sesuatu di luar manusia, atau Buana Agung. Sugihan Jawa ini diperingati pada Hari Sungsang Wraspati Wage Wuku. Lalu ada Hari Suci Sugihan Bali, Hari Penyucian atau Penyucian Diri atau Buana Alit, yaitu hari Pemutih Sukla Krywon Wook. Selanjutnya adalah Hari Penie Keban yang memiliki makna filosofis. Dengan kata lain, menahan diri dari larangan agama. Hari PenyeKeban jatuh pada Redite Pahing Wuku Dungulan. Lalu ada hari Penyajaan. Ini adalah hari  filosofis bagi orang-orang untuk menenangkan diri  merayakan Festival Galungan di Soma Pon wuku dungulan. Ada juga Penampahan  sehari sebelum Hari Raya Galungan yaitu Angara Wage wuku dungulan. Pada hari Penampahan ini, seluruh umat Hindu mendirikan penjor dan menyembelih babi yang dagingnya digunakan sebagai alat ritual atau upacara. Keesokan harinya, Hari Galungan, semua umat Hindu berdoa di rumah mereka dan di pura-pura di sekitar rumah mereka. Kemudian, pada hari Kamis, umat Hindu akan memperingati Umanis Wuku Dungulan pada Hari Raya Umanis Galungan yang digunakan untuk mengunjungi kerabat dan tempat peristirahatan. Di beberapa daerah, anak-anak  biasanya melakukan tradisi Ngelawang, yaitu tradisi tari Baron dengan iringan gamelan dari pintu  ke pintu. Dan 10 hari setelah perayaan Hari Raya Galungan, umat Hindu memperingati perayaan Hari Raya Kuningan.

    Hari  Kuningan adalah hari raya umat Hindu yang diperingati setiap enam bulan sekali. Kata kuningan memiliki arti Kauningan yang berarti pencapaian perbaikan diri yang dicapai dengan  introspeksi diri agar terhindar dari Malabayah. Hari  Kuningan dirayakan dengan mempersembahkan leluhur untuk membangkitkan kemakmuran, perlindungan, keamanan, dan bimbingan Sanghyang Dedariwasa. Hal ini dimaksudkan agar para dewa dan Pitara  turun untuk menyucikan dan mukti, atau  menikmati sesajen yang dipersembahkan oleh umat Hindu. Perayaan Hari Raya Kuningan ini sama dengan pemasangan  simbol senjata Sir Wisnu, Tamian, simbol senjata Sir Mahadewa, Korem, dan simbol kantong perbekalan, Endong. Digunakan oleh para dewa dan leluhur dalam pertempuran dengan adharma. Tamiang dan Kolem  dipasang di semua Pelinggih, Bale dan Pelangkiran dan Endong dipasang hanya di Pelinggih dan Pellangiran. Selain pemasangan Tamian, Korem dan Endong, nasi atau tampen yang digunakan di Banten identik dengan perayaan Hari Raya Kuningan, nasi kuning  warna  kunyit yang dicincang dan dicampur dengan minyak kelapa dan daun pandan, saya masak. Kuning, identik dengan festival kuningan, memiliki arti keberuntungan, kesuksesan dan kemakmuran. Dan doa hari raya Kuningan harus selesai pada siang hari, karena para dewa telah kembali ke surga dan doa-doa yang dilakukan setelah  siang hari akan diterima oleh Bhuta kala

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun