Mohon tunggu...
Sang Nanang
Sang Nanang Mohon Tunggu... -

Manungso tan keno kiniro!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ironi Kenaikan BBM

19 November 2014   15:06 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:25 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

emang BBM versi Gus Mul dipanjangkan menjadi bola-bali mundhak, alias sering-sering naik harganya. Dan keputusan pemerintah untuk menaikkan harga BBM inilah yang menjadi hotnewsdi berbagai media semenjak malam tadi. Bagaimana tidak miris mendengar ketika sang presiden dengan kalimat datar memberikan pengumuman bahwa pemerintah memutuskan untuk memindahkan subsidi BBM ke sektor-sektor yang lebih produktif. Memang tidak bicara langsung menaikkan harga BBM, namun pada kenyataannya ya harganya memang naik to?

Kalau memang subsidi BBM telah sangat memberatkan neraca APBN yang dapat mengancam kepada defisit anggaran, rakyat pasti legowojika selisih kenaikan harga BBM dipergunakan untuk menyelamatkan anggaran tersebut. Jika subsidi ternyata telah salah sasaran dan lebih banyak dinikmati kalangan menengah ke atas, sehingga subsidi tersebut perlu ditekan dan disalurkan kepada yang lebih berhak, pastinya rakyat setuja-setujujuga. Terlebih jika dana penghematan subsidi BBM disalurkan untuk dana kesehatan, pendidikan murah, infrastruktur jalan, rel, pelabuhan, bandara, irigasi, transportasi, dan lain-lainnya, sudah pasti rakyat mendukung sepenuh hati.

Bagaimanapun sebuah tujuan kemuliaan membutuhkan pengorbanan. Jer basuki mawa bea. NKRI yang bercita-cita mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, tentu memerlukan komitmen setiap komponen bangsa. Pun ketika kita semua dituntut untuk berprihatin sejenak dengan kenaikan harga BBM yang sudah pasti akan berefek domino menaikkan semua harga barang dan jasa yang lain, pastinya rakyat berharap agar setengah tahun atau setahun mendatang akan menikmati kemajuan pembangunan yang berarti. Ibarat berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian. Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian. Lha terus apa masalahnya jika semua pihak memiliki kesadaran untuk mengencangkan pinggang bersama pada saat ini?

Beginilho sedulur! Dengan menaikkan harga BBM, dengan mengurangi subsidi BBM, maka akan terjadi penghematan APBN yang cukup signifikan, konon mencapai angka 100 triliun dalam beberapa bulan. Namun siapa yang yakin bahwa dana penghematan tersebut tidak akan bocor dan salah sasaran lagi, bahkan dikorupsi?

Bayangkan juga, di masa akhir tahun ketika rakyat berprihatan dan berkorban dengan membayar harga BBM yang semakin mengecil subsidinya, justru dalam kurun waktu yang bersamaan para birokrat penyelenggara negara sibuk berlomba-lomba menghabiskan anggaran. Ada proyek jalan, jembatan, saluran drainase, pemugaran sekolah, dll yang dikebut mengejar kalender akhir tahun. Bahkan untuk sekedar rapat, tak segan-segan aparatur pemerintah menyelenggarakannya di hotel-hotel mewah berbintang. Meskipun kita ketahui bersama bahwa Menteri PAN dan RB telah menginstruksikan agara para PNS tidak rapat di hotel, tetapi dalam praktiknya masih sangat banyak aparatur negara yang mengejar realisasi anggaran dengan rapat di hotel mewah.


Di samping modus rapat di hotel, konon banyak pula modus menghabiskan dana dengan cara menggeber kegiatan kerja lembur meskipun pekerjaan lemburnya tidak jelas dan mengada-ada. Coba Anda pikir dengan nalar yang jernih, apakah adil ketika seorang PNS yang hanya menunggu jam pulang dari jam 16.00 hingga pukul 19.00 mendapatkan honor hingga mencapai angka seperempat juta rupiah! Di saat seorang buruh pabrik bekerja long sift dan lembur, berapa sih uang saku yang ia kantongi?

Mungkin para menteri, bahkan presiden sendiri, harus blusukan ke hotel-hotel untuk menindak rapat-rapat hura-hura PNS yang tidak jelas. Demikian halnya pengawasan yang super ketat terhadap pelaksanaan lebur juga harus ditegakkan. Bagaimana mungkin negara dapat membangun jika di satu sisi rakyat maupun kalangan masyarakat yang lebih luas disuruh berprihatin dengan kenaikan berbagai harga kebutuhan sehari-hari akibat kenaikan harga BBM, namun di sisi yang lain para aparatur negara berfoya-foya dengan anggaran sisa yang belum terserap sebagaimana contoh di atas. Ah, saya sebagai bagian dari rakyat tentu saja tidak rela dengan perilaku tersebut. Bagaimana dengan Anda?

Ngisor Blimbing, 18 November 2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun