Belakangan ini, tulisan-tulisan setan EA (Erianto Anas, yang memang menyebut diri sebagai setan) bergentayangan di Kompasiana. Tulisan beliau sering mendapat vote dari para pembaca untuk nongol di bagian "teraktual", "inspiratif", dsb. Rupanya ada cukup banyak kompasianer yang menggemari sosok kontrovorsial ini. Sampai-sampai ada kompasianer yang menulis artikel khusus sebagai apresiasi terhadap beliau (diantaranya: "Peringatan!! Jangan membaca tulisan Erianto Anas"), yang tampaknya berusaha untuk menggiring kita secara "halus" supaya juga menggemari tulisan-tulisan beliau.
Namun, selera saya agak berbeda. Ibarat filsafat, EA itu beraliran eksistensialis. (Ini hanya ibarat. Kalau aliran beliau yang sesungguhnya, mungkin hanya setan saja yang tahu.) Saya sendiri lebih suka aliran lain. Jadi, saya tidaklah terlalu tertarik untuk sering-sering membaca tulisan beliau.
Eksistensialisme adalah sebuah aliran filsafat yang pendukung-pendukungnya cenderung lebih menekankan logika sintetik daripada logika analitik. Saya sendiri lebih suka aliran “kritis” yang menganggap bahwa kedua macam logika itu sama-sama penting, sehingga berusaha menyeimbangkannya. (Kalau mau tahu dengan lebih mendalam, silakan simak http://www.hkbu.edu.hk/~ppp/pf/PK06.htm )
Di Kompasiana, sejauh pengamatan saya, yang paling "kritis" ialah Bu Sri Endang Susetiawati. Jadilah saya suka menyimak tulisan-tulisan beliau. :)
Selain aliran "kritis", saya juga suka aliran "romantis". Malah, yang romantis itu lebih saya sukai daripada yang kritis.
Di Kompasiana, sejauh pengamatan saya, yang paling "romantis" kelihatannya ialah mas Roni alias si gimbal R-82. ("Romantis" yang saya maksudkan di sini bukanlah "rokok makan gratis", melainkan sebagaimana yang saya paparkan di artikel "Beginilah Kepribadian Romantis Yang Sebenarnya") Jadilah saya senang menikmati tulisan-tulisan mas Roni. :)
Saya rasa, hati saya sudah tercuri oleh tulisan-tulisan mas Roni. Romantisnya tulisannya itu lo, yang sering membuat jiwa saya seolah melayang-layang tanpa beban. Apalagi sikapnya pun amat simpatik. Walau mengaku perokok berat, mas Roni sangat menghargai para kompasianer yang anti iklan rokok seperti saya.
Namun, Mas Roni jangan terlalu GR, ya. ;) (Kalau sedikit GR, bolehlah.)
Maaf, Mas Roni, saya kurang suka penampilannya. Setiap kali melihat rambut gimbalnya, mata saya terasa pedas, mau menangis. (Tulisannya begitu indah, tapi kok penampilannya gitu sih?)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H