Norwegia adalah negara paling sejahtera, bersih (dari korupsi)dan amandi dunia.Norwegia juga dikenal sebagai negara paling demokratis dan terbuka. Namun, keistimewaan serta kenyamanan itu sedikit tercederai dengan aksi brutal seorang yang bernama Anders Behring Breivik.
Jumat sore (22/07) lalu, Breivik meledakkan bom di Oslo yang menewaskan 8 orang korban. Dua jam setelah pemboman mobil, Breivik bergerak menuju Pulau Otaya, Norwegia Utara. Di pulau Otaya sedang berlangsung kegiatan perkemahan angkatan muda Partai Buruh sebagai salah satu prosesi pengkaderan Partai Buruh.
Sebelum melanjutkan aksi brutalnya pada peserta anggota Partai Buruh, Breivik menyamar sebagai polisi lalu mengumpulkan para peserta kemah dengan berpura-pura mau menyampaikan informasi soal kejadian di Oslo. Saat sejumlah orang terkumpul, Breivik menembak membabi buta para peserta kaderisasi Partai Buruh itu.
Informasi terakhir menyebutkan, aksi penembakan tersebut telah menewaskan 68 orang yang berusia 13-30 orang.Tindakan Breivik itu jelas sangat melanggar nilai-nilai kemanusiaan, hukum, norma dan budaya multikulturalis yang coba dihidupkan di seantero dunia khususnya di kawasan Eropa sendiri.
Sehingga dari aksi pengeboman dan penembakan itu, jumlah korban telah mencapai 68 orang yang sebelumnya dikabarkan berjumlah 93 orang.
Peristiwa tersebut adalah sebuah tragedi kemanusiaan sekaligus aksi teror terburukyang baru terjadi di negara Norwegia sejak era Perang Dunia II . Kejadian itu membuat kita bertanya-tanya siapa gerangan sosok Breivik, apa motif Breivikmelakukan aksi brutalnya serta mungkinkah ada otak besar di balik traged itu?
Dari data dan pemberitaan yang berkembang di media, tindakan Breivikdilatari oleh sikap penolakan dan penentangannya terhadap praktik multikulturalisme dan maraknya arus imigran di Norwegia. Breivik merupakan penganut paham ultra kanan yang sangat membenci pandangan multikulturalisme dan imigran asing khususnya warga dari negara-negara Islam.
Sementara, pemerintahan Norwegia sendiri hingga hari ini adalah negara yang sangat terbuka dan menganut pandangan multikulturalisme dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Karena itu, Partai Buruh, partai yang dipimpinoleh Jeans Stoltenberg selaku Perdana Menteri Norwegia menjadi sasaran kebrutalan Breivik pada beberapa hari yang lalu.
Lebih dari itu, sikap dan tindakan Breivik sesungguhnya adalah korban dari pandangan Islamophobia yang dianut oleh Breivik. Hal itu jelas sekali dari manifesto politik Breivik yang dipasang di sebuah laman Kristen fundamentalis. Dalam manifesto tersebut, Breivik menyebut telah terjadi proses Islamisasi di jagad Eropa dan pihak yang memungkinkan itu semua mesti dihukum. Sehingga Partai Buruh yang selama ini terbuka terhadap arus imigram Arab di Norwegia harus mendapat ganjaran.
Islamophobia
Islamophobia adalah kebencian dan ketakutan berlebihan terhadap orang Islam dan Islam itu sendiri. Islamophobia ini bukan masalah baru dalam hubungan Islam-Barat. Berabad-abad lalu semenjak Perang Salib berkecamuk, Islamophobia sudah mulai muncul dan terkonstruk dalam pikiran dan budaya Barat.
Hanya saja, ekspresi Islamophobia baru belakangan ini kembali mencuat. Itu karena rival ideologis Barat, Marxist-Komunisme Uni soviet telah kolaps di akhir penghujung abad ke-20 lalu. Kekosongan rival ideologis tersebut memunculkan kekhawatiran dari pihak Barat atas bangkitnya Islam sebagai kekuatan ideologis yang akan mengkaunter dominasi serta hegemoni Barat.
Gagasan ini diperkuat oleh Samuel Huntington dalam tesisnya tentang benturan peradaban. Huntington mengatakan musuh potensial Barat setelah tumbangnya Komunisme adalah Islam. Huntington berdasarkan argumennya pada fakta yang menunjukkan adanya serta maraknya kebangkitan gerakan Islam di negara-negara Arab dan non-Arab di dunia Islam.
Tesis Huntington sekaligus sentimen Islamophobia kian mewujud menyusul adanya peristiwa peledakan gedung WTC dan Pentagon (9/11) pada tahun 2001 lalu. Meskipun tragedi tersebut belum jelas penyebab dan pelaku utamanya, namun tudingan oleh kaum Neokon Barat (AS dan Eropa Barat) tertuju pada kelompok Islam. Tudingan itu lalu memunculkan kebencian dan ketakutan berlebihan pada masyarakat Barat terhadap Islam dan kelompok Islam, yang kemudian disebut Islamophobia atau Xenophobia.
Di AS, ekspresi Islamophobia tidak terlalu kental. Padahal, tragedi WTC dan Pentagon berada di AS. Kekuatan kaum Neokon (Neokonservatisme) atau kelompok ultra kanan juga berbasis di Amerika (New York) tetapi sikap Islamophobia masyarakat AS agak minim ditemukan. Hal itu bisa saja terjadi karena mayoritas masyarakat AS sudah lebih rasional dan terbuka terhadap kelompok Islam di AS meskipun sebagian masyarakat AS masih ada yang tidak menerima kehadiran Islam dan kelompok Islamd itu sendiri.
Ekspresi Islamophobia sesungguhnya lebih kental dan marak terjadi di Eropa. Di kawasan ini, Islamophobia terjadi dalam berbagai bentuk. Mulai dari pelarangan penggunaan jilbab, pembangunan mesjid, penerbitan buku Islam, pembatasan aktivitas muslim, karikatur penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW atau simbol-simbol Islam lainnya.
Maraknya Islamophobia di Eropa ini umumnya dipicu oleh kuatnya propaganda kaumultra kanan (kalau di AS disebut Neokon) di Eropa yang menyudutkan Islam dan komunitas Islam di sana. Propaganda itu dilakukan oleh ultra kanan karena besarnya kekhawatiran mereka atas islamisasi dinegara-negara Eropa seperti Perancis, Inggris, Jerman, Belgia, Belanda dan lain-lain.
Peristiwa di Norwegia baru-baru ini yang dilakukan oleh Anders Behring Breivik adalah contoh mutakhir ekspresi Islamophobia yang paling ekstrim. Breivik adalah salah satu penganut paham ultra kanan di Norwegia. Karena itu jelas, Breivik tidak bergerak sendiri. Kaum ultra kanan yang ada di seantero Eropa akan mendukung tindakan Breivik.
Hanya saja, dukungan itu bekerja secara sistematis dan sangat rahasia. Sehingga untuk membuktikannya bukan pekerjaan mudah bagi pihak keamanan Norwegia. Buktinya, sejauh ini pihak kepolisian tidak menemukan dalang besar atau jaringan lain di balik aksi brutal Breivik. Peristiwa pengebomanan dan penembakan itu akhirnya hanya menjadikan Breivik sebagai pelaku tunggal atas tragedi tersebut.
Itu pun, tindakan pihak kepolisian Norwegia sedikit mencurigakan saat aksi brutal Breivik terjadi. Sebab, respon kepolisian dianggap agak lamban mengamankan Breivik ketika melakukan penembakan di pulau Otaya. Sehingga korban kebrutalan Breivik menjadi banyak, 68 orang.
Tantangan Multikulturalisme
Munculnya Islamophobia di Eropa menjadi tantangan berat bagi hadirnya multikulturalisme di kawasan tersebut. Meskipun kawasan Eropa umumnya negara demokratis, namun oleh sebagian warga Eropa yang phobia dengan komunitas Muslim, menentang konsep multikulturalisme. Sebab, bagi mereka yang berpandangan konservatif dan anti-Islam, multikulturalisme menjadi ruang terbuka bagi berkembangnya islamisasi di Eropa.
Multikulturalisme adalah paham sosial-budaya yang menerima dan mengakui keberadaan budaya dan kelompok sosial lain di luar budaya dan anggota sosial mainstream. Selama inikawasan Eropa hanya didominasi oleh budaya Barat Eropa dengan ras Kaukasoidnya. Dominasi tersebut bisa mencair dengan hadirnya imigran timur yang umumnya berasal dari Arab. Arab dengan tradisi Islamnya ternyata berkembang pesat di Eropa. Perkembangan itulah yang kemudian dianggap jadi ancaman bagi bangsa Barat yang beraliran konservatif atau ultra kanan.
Sehingga propaganda dan tindakan anti-Islam di Eropa marak terjadi. Isu Multilkulralisem pun jadi perdebatan di kalangan Eropa. Malah, gagasan ini sebenarnya ditolak oleh sejumlah pemimpin Eropa yang memang berasal dari Partai yang bersifat konservatif.
Presiden Perancis (Nikolas Sarkozy), PM Inggris (David Cameron) dan Kanselir Jerman (Angelina Merkel), misalnya, terang-terangan menolak gagasan multikulturalisme. Bagi mereka, perbedaan bukan masalah, namun ketika berada di Eropa, kelompok Imigran atau pendatang harus menyesuaikan diri dengan kultur dan budaya Eropa yang dominan.
Karena itulah, pandangan multiukulturalis masih sangat sulit berkembang di Eropa. Apalagi, jika rezim yang berkuasa di Eropa berasal dari kelompok konservatif atau ultra kanan, jangan harap multikulturalisme bisa hidup dan berkembang di Eropa. Multikulturalisme baru bisa berkembang jika mayoritas bangsa Eropa Partai Buruh di Norwegia dan Partai-partai lainnya bersifat demokratis dan terbuka terhadap kelompok sosial-budaya dan agama lain.
Semoga PM Norwegia Jens Stoltenberg dan partainya (Partai Buruh) tetap konsisten dengan sikap dan komitmennya yang telah mendeklarasikan diri untuk tetap terbuka dan demokratis terhadap kelompok dan kaum imigran disana.
Rabu, 26 Juli 2011
Di Rumah Kecil Identitas
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H