Mohon tunggu...
sang purnama
sang purnama Mohon Tunggu... Dosen - penulis dan peneliti

Dosen Kesehatan Masyarakat, Universitas udayana

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Sanitasi Lingkungan Berperan Penting dalam Mencegah Stunting

22 Juli 2019   11:29 Diperbarui: 22 Juli 2019   11:34 2781
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Berdasarkan data riskesdas 2013 menunjukkan terdapat 8,9 juta anak balita Indonesia yang mengalami stunting (Satriawan, 2018), (pusat data dan informasi, 2018). 

Stunting terjadi tidak begitu saja melainkan melalui proses yang cukup lama atau kronis. Stunting berarti kondisi anak yang memiliki tinggi badan lebih rendah dari standar usianya diakibatkan asupan gizi yang kurang. 

Jika ini berlangsung terus maka kualitas generasi mendatang akan menurun. Apabila tidak segera diatasi menurut Bapenas kerugian yang dapat ditimbulkan karena stunting mencapai 300 triliun (Afandi, 2018).

Ada  tujuh poin yang perlu diperhatikan dalam mengatasi permasalah stunting pertama, pola makan dengan gizi seimbang perlu dibiasakan agar kecukupan nutrisi dan kesehatan balita terjamin. 

Kedua, pola asuh dalam pemberian dan perawatan dari mulai kehamilan hingga balita. Bahkan idealnya diberikan pendidikan sejak remaja putri.

 Pemeriksaan kehamilan yang rutin, konsumsi makanan yang tepat saat hamil, merawat bayi, cara memberi makan dan jenisnya, pemberian asi ekslusif termasuk menjaga kesehatan ibunya. Ketiga, sanitasi lingkungan, akses air bersih yang sulit, kebiasaan mencuci tangan, buang air besar sembarangan dapat menimbulkan masalah infeksi pada ibu dan bayinya. 

Keempat, perilaku hidup bersih dan sehat. Kebiasaan mencuci tangan dengan sabun, prilaku membuang sampah dan pengelolaanya, penggunaan alas kaki untuk mencegah kecacingan.

Kelima, mengurangi angka kemiskinan. Kemiskinan identik dengan daya beli yang rendah, lingkungan yang kumuh serta akses terhadap pendidikan dan kesehatan menjadi rendah. 

Keenam, regulasi pendukung berupa peraturan dan sanksi yang tegas untuk mendukung kebijakan yang dibuat. Dalam setiap kebijakan perlu dibuat daya dorong dengan peraturan pendukung. Ketujuh, meningkatkan akses pendidikan. 

Pendidikan yang baik meningkatkan kualitas dan sosial ekonomi masyarakat. Melalui peningkatan kualitas pendidikan mampu menunjang faktor lainnya.

Sanitasi lingkungan ternyata berperan besar dalam mencegah kejadian stunting ini. WHO pada 2018 mengumumkan bahwa Indonesia menduduki peringkat kedua sanitasi terburuk di dunia setelah India. 

Bahkan di Indonesia diperkirakan terdapat 150.000 kematian balita setiap tahunnya akibat perilaku BAB sembarangan. Diperkirakan ada sekitar 84 juta orang yang belum memiliki akses pada higiene dan sanitasi yang layak (Antonio & Weise, 2012).

Berdasarkan data Susenas, BPS tahun 2017 menyebutkan hanya 72% masyarakat yang memiliki akses ke sumber air minum yang layak. Begitu juga persentase yang memiliki akses sanitasi yang layak hanya 68% (BPS, 2018). 

Kondisi ini mempengaruhi kejadian infeksi karena sanitasi yang buruk. Kejadian penyakit diare dan kecacingan misalnya dapat menggangu proses penyerapan nutrisi makanan. 

Hal ini dapat menyebabkan menurunya berat badan bayi dan balita. Apabila hal ini berlangsung lama dan tidak disertai asupan makanan yang cukup maka dapat menyebabkan stunting.

Faktor air bersih, higiene dan sanitasi lingkungan ternyata berperan penting dalam mengurangi stunting di indonesia. Penelitian yang dilakukan pada 1.366 anak berusia 0-35 bulan di Indonesia menemukan prevalensi stunting meningkat pada ibu yang tidak tamat SD, rumah tidak sehat, tidak memiliki jamban sehat, tidak mencuci tangan dengan sabun, air minum tidak diolah (Torlesse, Cronin, Sebayang, & Nandy, 2016). Sanitasi lingkungan dan akses terhadap air bersih kita memang perlu ditingkatkan.

Kita perlu meningkatkan akses air bersih dan air minum pada masyarakat karena ini adalah kebutuhan dasar. Perilaku buang air besar sembarangan karena tidak memiliki jamban sehat perlu terus dikurangi melalui program sanitasi total berbasis masyarakat dan open defecation free (ODF) dengan menjadikan banyak desa ODF, kebiasaan tidak mencuci tangan dengan sabun dapat dipromosikan melalui program cuci tangan pakai sabun ke sekolah-sekolah lewat UKS. Kebiasaan memakai alas kaki perlu ditingkatkan khususnya yang di wilayah kumung dan kantung-kantung kemiskinan.

Prioritas kita jangan hanya intervensi gizi spesifik namun yang tidak kalah penting adalah intervensi gizi sensitif seperti dalam stratnas pencegahan stunting. Pertama, peningkatan penyediaan air minum aman dan sanitasi yang layak, Kedua peningkatan akses layanan gizi yang layak dan kesehatan melalui JKN, KB, PKH. 

Ketiga, perbaikan pola asuh dan gizi ibu serta anak melalui pendidikan PAUD, konseling kespro, perlindungan anak. Keempat, peningkatan akses pangan bergizi melalui akses bantuan pangan non tunai, fortifikasi bahan pangan utama, kegiatan kawasan rumah pangan lestari, regulasi label dan iklan pangan (Satriawan, 2018), (Antonio & Weise, 2012).

Daftar Pustaka

Afandi, T. (2018). Siaran Pers Stunting Summit: Komitmen Bersama Turunkan Prevalensi Stunting di Indonesia. Retrieved from https://www.bappenas.go.id/files/1815/2220/6559/Siaran_Pers_-_Stunting_Summit_-_Komitmen_Bersama_Turunkan_Prevalensi_Stunting_di_Indonesia.pdf

Antonio, W. H. O., & Weise, S. (2012). WHA Global Nutrition Targets 2025: Stunting Policy Brief.

BPS. (2018). EKSPLORASI DATA SUSENAS untuk Intervensi Stunting ( Pra WNPG XI ).

pusat data dan informasi, K. (2018). No Title. Buletin Jendela Data Dan Informasi Kesehatan, 1(1), 2--56.

Satriawan, E. (2018). Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Stunting 2018-2024. (November), 1--32.

Torlesse, H., Cronin, A. A., Sebayang, S. K., & Nandy, R. (2016). Determinants of stunting in Indonesian children: evidence from a cross-sectional survey indicate a prominent role for the water , sanitation and hygiene sector in stunting reduction. BMC Public Health, 1--11. https://doi.org/10.1186/s12889-016-3339-8

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun