Kehidupan Presiden Republik Indonesia ke-3 Bacharuddin Jusuf Habibie menjadi inspirasi bangsa kita: pelajar dan mahasiswa meneladani Habibie tentang bagaimana meraih prestasi puncak di sekolah dan kampus; orangtua menjadikan Habibie tokoh utama dalam cerita untuk menyemangati anaknya ketika belajar di rumah; pemerintah, masyarakat dan media kerap menyebut nama Habibie setiap berbicara tentang pembangunan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Menyebut nama Habibie dan membincangkan berbagai pencapaian dalam hidupnya seperti memberikan energi kolektif bangsa ini untuk melampaui keterbatasan dan tidak lagi mempertanyakan seberapa tinggi, seberapa jauh, seberapa besar, seberapa banyak dan seberapa agung hal-hal yang dapat dicapai manusia Indonesia.
Dalam suatu kesempatan memberikan sambutan penutupan pada acara Penataran Pedoman Pengamalan & Penghayatan Pancasila (P-4) di Gedung Pola, Jalan Pegangsaan Timur nomor 56 Jakarta, di hadapan para peneliti dari LAPAN, BPPT, BATAN, LIPI dan BAKOSURTANAL, Habibie mengatakan, “Jika ingin menguasai teknologi, lebih baik sekalian kuasai teknologi yang paling sulit. Bila hal tersulit dapat dikuasai, otomatis teknologi yang tingkat kesulitannya ada di bawahnya akan gampang dikuasai. Mulai dari akhir, selesai di awal. Karenanya jika bangsa Indonesia mampu menguasai teknologi pesawat terbang, antariksa dan nuklir, niscaya teknologi pendukungnya seperti otomotif, elektronik, senjata, dan produk massal lainnya akan lebih mudah dikuasai,”
Semua orang yang berada di ruangan menyimak pernyataan Habibie dengan penuh kekaguman, bagaimana seorang Habibie, orang teknik yang kerjanya melototi kontruksi pesawat terbang dapat mengemukakan dengan gamblang pemikiran yang brilian seperti itu. Aris Wahyudi, salahseorang peneliti radar dari LAPAN yang berada dalam ruangan itu mengulas pidato Habibie — yang patut dikenang dalam sejarah pembangunan Iptek Indonesia — pada sebuah novel teknologi berjudul Von Braun Van Java (Aris Wahyudi: 2011).
Aris Wahyudi mengatakan, “Dengan metode menguasai teknologi ala Habibie ini, berarti kita tidak perlu membuang banyak waktu, tenaga dan biaya untuk mencipta ulang roda, tapi langsung memanfaatkan roda tersebut untuk membuat kendaraan. Itulah yang dinamakan dengan teori ‘lompatan katak’ dari Habibie, sebuah strategi yang akan membuat bangsa Indonesia mampu mengejar kertertinggalan teknologi dari negara-negara industri”.
Sejak pidatonya itu, Habibie kemudian dikenal publik sebagai teknosof, seorang ilmuwan yang mampu secara mendalam memadukan teknologi dengan filosofi. Dalam pemahaman saya, apa yang dlakukan Habibie lebih dari sekadar memadukan, tetapi juga memaknai proses penguasaan teknologi, sehingga dapat menemukan cara yang lebih singkat dan menggunakan teknologi secara lebih baik untuk kemajuan bangsa. Penjelasan Habibie “Mulai dari akhir, selesai di awal“ bukan sekadar gagasan, metode atau strategi, tetapi ini merupakan prinsip dasar dalam meraih pencapaian di semua bidang kehidupan secara lebih baik dan lebih cepat.
Sejak mengemukakan filosofinya itu di ranah publik, kita dapat menyimpulkan Habibie telah mencapai apa yang disebut oleh penganut sufi dalam Islam sebagai maqom makrifat atau kesempurnaan. Dalam konteks Habibie berupa kesempurnaan memahami prinsip dasar penguasaan pengetahuan dan teknologi.
Gagasan, metode, strategi dan prinsip dasar yang dikemukakan Habibie telah membuka mata hati kita semua dari selubung batas ruang dan waktu dalam hal penguasaan pengetahuan dan teknologi. Bahwa penguasaan pada hal-hal yang paling sulit akan memungkinkan kita menjangkau pengetahuan dan teknologi dalam semua tingkat kesulitan di bawahnya. Artinya, tidak ada batas pencapaian dalam Iptek, yang membatasi hanyalah daya kemampuan kita menjangkau pemikiran.
Dalam buku “Jejak Bintang di Angkasa” ini, Habibie adalah bintangnya dan ketinggian nilai pikiran Habibie adalah angkasanya. Bahwa semua yang dapat digambarkan dalam pikiran pada dasarnya memiliki energi untuk membentuk menjadi wujud fisiknya.
Kontribusi Habibie dalam hal memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi diakui para pemimpin dunia. Ratusan penghargaan dalam berbagai bentuk, baik disampaikan tertulis maupun lisan pada berbagai forum internasional telah memenuhi ruang kehidupannya. Tentu saja hal ini membanggakan, ketika salahsatu putera terbaik bangsa Indonesia tercatat dalam sejarah industri dirgantara dunia.
Sementara itu di dalam negerinya sendiri, Habibie kerap mendapat perlakuan negatif, cercaan di media dan serangan kaum politisi tanpa substansi yang mendasar. Rasa-rasanya bangsa kita tidak mampu menunjukkan rasa simpatik kepada seorang ilmuwan pejuang yang dengan keberhasilannya membangun industri dirgantara telah mengangkat Indonesia menjadi negara yang unggul dan berperadaban maju.