Mohon tunggu...
sangari
sangari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Data dan Informasi

Olahraga dan making change

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bisnis Pariwisata dan Tri Hita Karana: Filosofi dan Hubungannya

28 Oktober 2022   19:05 Diperbarui: 28 Oktober 2022   19:21 623
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: SANG MADE ARI JAYADIPUTRA

Apa itu Tri Hita Karana?

Cikal bakal terbentuknya konsep Tri Hita Karana tidak akan dapat dipisahkan dengan keberadaan desa adat di Bali. Berbagai kepentingan hidup manusia merupakan salah satu perwujudan desa adat itu sendiri, di mana secara genitis manusia adalah mahkluk sosial yang tersusun dalam wadah komunitas desa sebagai bentuk penyaluran homo socius. Hal lainnya ditunjukkan secara alamiah manusia membutuhkan manusia lain untuk memenuhi kebutuhan hidup, seperti membentuk keluarga, bertahan hidup, dan sebagainya. Dengan kata lain, ciri khas desa adat di Bali mencerminkan adanya hubungan sosial dalam bentuk komunitas manusia, adanya wilayah yang ditempati, dan kepercayaan atas sang pencipta. Wujud Tri Hita Karana tampak pada sekelompok manusia (pawongan) dalam suatu wilayah/tempat (palemahan), dan memiliki tempat pemujaan kepada Tuhan/Hyang Widhi (parahyangan).

Secara hakiki, manusia adalah mahkluk yang berbeda, seperti ada yang berbakat untuk memimpin atau bahkan lebih nyaman untuk dipimpin. Kenyataan itu membawa kita pada pemahaman bahwa manusia tidak saja mendiami sutau wilayah, melainkan mereka juga melakukan interkasi secara harmonis, tolong menolong dan saling memiliki. Atas dasar kesadaran akan hubungan manusia dengan manusia mengandung makna saling asah - asih - asuh (menghargai - mengasihi - membimbing). Dimulai dari hubungan keluarga terkecil harus mengandung nilai - nilai harmoni yang akan berimplikasi pada harmoninya hubungan manusia itu sendiri dalam kehidupan bermasyarakat. Hubungan harmoni merupakan faktor pencipta keamanan dan kedamaian lahir maupun bathin.

Lalu bagaimana dengan wilayah - wilayah dimana manusia itu bermukim? mau tidak mau, suka tidak suka, manusia harus menyadari bahwa lingkungan yang mereka tempat memiliki peran dan pengaruh penting dalam kehidupannya. Ini menjadi sangat penting manakala alam merukan penyedia primer bahan baku kehidupan untuk dapat mempertahankan hidup dalam penyediaan pangan melalui bercocok tanam, perikanan, dan sebagainya. Di samping itu, sumber - sumber energi yang dibutuhkan manusia sepenuh bersumber dari alam yang dikelola sedemikian rupa untuk dimanfaatkan demi keberlangsungan hidup. Kebergantungan hidup manusia dengan alam merupakan alasan yang sangat kuat, mengapa kita harus harmonis dengan alam. Sifat, baik-buruk, dan kodisi alam sekitar atau lingkungan kita merupakan cerminan bagaimana hubungan kita dengan alam ditunjukkan.

Terlepas dari kedua hubungan manusia dengan manusia dan hubungan manusia dengan alam, terdapat kesadaran bahwa manusia hidup yang ditandai dengan gerak dan manusia mati ditandai dengan tidak gerak. Kondisi ini menandakan adanya suatu energi yang sering disebut dengan roh sebagai penggerak tubuh manusia. Keyakinan manusia terhadap hal ini menjadi sebuah pemikiran bahwa sesuatu yang ada dimuka bumi ini adalah dicipta oleh sang pencipta dengan segala anugerah - anugerahnya. Tuhan berimanensi dalam tubuh manusia berbentuk roh atau dapat diartikan Tuhan yang menubuh. Oleh sebab itu, beliau (Tuhan) yang menjadi penyebab utama kehidupan harus mendapatkan tempat tertinggi karena sifat - sifat kebajikan yang dimilikinya. Sehingga, rasa sujud bakti (sradha - bhakti) atas anugerah yang telah diberikan merupakan satu - satu cara kita berhubungan harmonis dengan Sang Maha Pencipta.

Bagaimana Hubungan Konsep Tri Hita Karana dan Bisnis Pariwisata diterapkan?

            Pendekatan konsep dan implementasi Tri Hita Karana dalam dunia bisnis atau korporasi merupakan salah satu upaya harmonis untuk mempertemukan nilai - nilai keseimbangan dengan tujuan dari bisnis sendiri. Secara etimologi, Tri Hita Karana terdiri atas 3 (tiga) suku kata, yaitu Tri berarti tiga , Hita berarti kesejahteraan, dan Karana berarti penyebab. Dengan demikian dapat diartikan bahwa Tri Hita Karana adalah 3 (tiga) penyebab kebahagiaan atau kesejahteraan bagi umat manusia. Lalu bagaimana kita dapat menghubungkan secara filofis antara Tri Hita Karana dan bisnis? Ditarik dari tujuan bisnis adalah usaha yang dilakukan secara individu maupun kelompok untuk memperoleh keuntungan (laba) yang bermuara pada kesejateraan dan kebahagian. terdapat titik temu yang patut kita simpulkan, yaitu bermuara pada kesejahteraan dan kebahagiaan.

            Pariwisata yang diwujudkan sebagai sesuatu yang berkaitan dengan wisata dengan segala bentuk objek dan daya tarik wisata, serta usaha - usaha terkait di bidang itu (UU Nomor 9 Tahun 1990) merupakan salah satu usaha bisnis yang bertujuan menghasilkan keuntungan ekonomi. Sebagai bentuk usaha, tentu akan menimbulkan berbagai dampak positif maupun negatif. Baik terhadap orang disekitarnya, lingkungan, dan budaya - budaya yang dianutnya. Dalam pelaksanaan pariwisata di Bali salah satunya, mengedepankan wisata budaya sebagai salah satu daya tarik wisatawan.

            Pendekatan wisata budaya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat Bali dapat dilihat pada objek - objek wisata relegi yang ditawarkan, seperti berkunjung ke pura - pura yang menyajikan suasana bathin yang tenang dan damai.  Wisatawan diberikan batas - batas yang harus ditaati untuk dapat melakukan wisata ini guna menjaga kesucian pura dan budaya di dalamnya. Wisata Parhyangan diimplementasikan dalam bentuk kesanggupan untuk menaati batasan - batasan suci yang sudah menjadi ketentuan adat dan budaya. Seperti, menggunakan kamen (busana adat madya Bali), wanita haid dilarang memasuki pura atau kawasan suci, selalu berkata dan betindak sopan di kawasan pura, dan sebagainya. Selain itu, wisata pawongan juga merupakan indikator hubungan filosofis mendasar tentang hubungan manusia dengan manusia yang harmonis, di mana perilaku sopan, ramah, melayani dengan hati yang tulus akan menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan untuk kembali berwisata di pulau Bali. Nilai - nilai pawongan yang diwariskan oleh leluhur manusia Bali telah memberikan dampak positif dan tidak terbatas sebagai modal dasar pembangunan pariwisata berkelanjutan.

            Lalu bagaimana dengan wisata yang berlandaskan palemahan? kita ambil contoh Bali yang tidak hanya terkenal dengan istilah pulau seribu pura, tetapi penduduknya juga ramah - ramah, sopan, dan tulus. Oleh sebab itu, potensi alam tidak bisa dipandang sebelah mata dalam dunia pariwisata. Hubungan yang harmonis dengan alam, sedemikian rupa akan memberikan dampak langsung terhadap peningkatan kunjungan pariwisata. Potensi wisata alam yang dikolaborasikan dengan adat budaya yang khas, perilaku penduduk yang ramah, dan alam sekitar yang lestari diyakini akan berdampak pada kesejahteraan manusia itu sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun