Oleh: Sang Made Ari Jayadiputra (Mahasiswa Prodi S -2 Ilmu Manajemen Univeristas Pendidikan Ganesha)
I. Pendahuluan
Suatu bisnis yang operasionalnya secara individual, kelompok usaha rumah tangga atau badan usaha ukuran kecil sering dikenal dengan istilah usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). UMKM dapat diklasifikasi berdasarkan nilai usaha atau omzet, total aset yang menjadi hak milik, dan jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan. Selanjutnya, UMKM memiliki peran yang sangat vital dan merupakan urat nadi perekonomian bangsa dalam bentuk penyediaan lapangan pekerjaan, menciptakan inovasi dan pangsa pasar baru, pemberdayaan masyarakat, serta memainkan peran dalam neraca pembayaran. Secara tidak langsung, hal tersebut akan berimplikasi pada peningkatan kesempatan kerja kepada kelompok - kelompok masyarakat kurang mampu dalam rangka peningkatan pendapatannya serta pembanguan perekonomian pedesaan.
Mengingatkan begitu signifikannya peran UMKM dalam pembangunan perekonomian, sehingga akan memiliki tantangan dan risiko yang tidaklah sederhana yang harus dihadapi oleh seorang pelaku usaha UMKM. Mereka pasti akan bertemu keberuntungan maupun kegagalan dalam mengelola dan mengembangkan usahanya. Pelaku UMKM bisa dikatakan sebagai salah satu pelaku bisnis atau pebisnis yang harus membekali dirinya dengan pengetahuan, keterampilan, sikap dan tindakan dalam menjalankan usaha mereka. Literasi finasial atau literasi keuangan adalah salah satu dari sekian modal dasar yang harus dimiliki sebagai seorang pengusaha menyangkut pengetahuan keuangan dalam hal menghadapi keadaan keuangan yang fluktuatif.
Literasi keuangan akan berjalan linear dengan terbentuknya sikap keuangan yang merupakan buah pikiran dan pendapat diri terhadap keuangan yang dijalankan dalam usaha mereka masing - masing. Di samping itu, pelaku UMKM dituntut memiliki kemampuan menyusun rencana, mengelola, mengendalikan dan melihat celah - celah anggaran dalam menjalankan usaha yang dalam kata lain disebut dengan perilaku keuangan. Tidak saja bermodal berani atau nekat yang diperlukan seorang pelaku usaha dalam menjalankan usahanya. Berbagai tantangan pasar, seperti minat belanja konsumen dan perkembangan teknologi informasi telah membuat suasana perekonomian menjadi bergairah dan terus berkembang secara progresif.
Pengusaha dituntut memiliki kepekaan dan sensitifitas terhadap situasi sosial dan pasar dengan terus memperhatikan peluang dan menciptakan alternatif - alternatif baru penjualan dengan tetap memperhatikan risiko, efektivitas dan effesiensi usaha. Dibutuhkan kerja keras dan pemikiran yang kritis dalam menjalankan usaha ditengah menjamurnya UMKM pasca pandemi Covid-19, sehingga mampu untuk survive. Tanpa kita sadari banyak pelaku UMKM gulung tikar sebagai akibat mereka abai terhadap faktor - faktor internal maupun eksternal, seperti buruknya pengetahuan dan kemampuan pengelolaan keuangan usaha. Sebagai contoh, pelaku UMKM cenderung menggabungkan keuangan usaha dengan keuangan pribadinya. Hal lain dapat dicermati ketika modal usaha telah mencapai titik impas, di mana seharusnya laba atau profit yang diperuntuk untuk ekspansi atau pengembangan usaha, justru pelaku UMKM tidak berani mengambil risiko dalam melakukan pengembangan usaha. Hal ini dapat berakibat stagnansi usaha yang berdampak pada kemunduran yang bermuara kebangkrutan usaha.
 Kebangkuratan UMKM kurang disadari oleh pelaku usaha tersebut yang  disebabkan oleh masih rendahnya literasi keuangan mereka (Fitria, Irin, dkk, 2021), di mana salah satu dampak yang dapat dicermati adalah dalam hal ketidakpahaman mereka atas kredit yang mereka terima. Hal lainnya dapat dicermati dengan ditandainya pemikiran mudah merasa puas dengan kinerja yang ada. Mereka belum berpikir untuk melakukan peningkatan kemampuan dibidang manajemen keuangan karena merasa kinerjanya sudah cukup baik dan usahanya tetap berjalan tanpa kendala meskipun pelaku UMKM tidak membuat perencanaan anggaran dan pengendalian terhadap keuangan.
II. Pembahasan
Literasi keuangan atau literasi finasial merupakan segala pengetahuan dan keterampilan dalam mengaktualisasikan pemahaman keuangan menyangkut risiko usaha, sehingga mampu untuk membuat keputusan yang efektif dan effesien dalam rangka menjaga kestabilan keuangan usaha yang telah direncanakan (Fianto, Farinia, dkk, 2017). LIterasi keuangan penduduk Indonesia berdasarkan survei literasi keuangan yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahun 2013 dapat diklasifikasikan menjadi 4 (empat) bagian, yaitu (1) Well literate (21,84 %), yakni adanya pemahaman dalam bentuk pengetahuan dan keterampilan terhadap jasa keuangan mupun produk keuangan, Â (2) Sufficient literate (75,69 %), memiliki pemahaman terhadap risiko, manfaat, kewajiban dan hak menyangkut jasa maupun produk keuangan (3) Less literate (2,06 %), yang dimiliki terbatas pada pengetahuan produk dan jasa keuangan, serta lembaga jasa keuangan, dan (4) Not literate (0,41%), tidak adanya pemahaman (pengetahuan dan keyakinan) menyangkut jasa dan produk keuangan.