"Saya pernah kena badai pas dari Singapura ke Jakarta. Saya berangkat bulan Desember. Saya nggak pernah lupa. Padahal sudah dikasih tahu sama kaptennya, ini ada badai. Dasar bandel, saya bilang, nggaklah aman. Jadi kita badai. Kena angin 40 knot. Saya lagi tidur jam 2 malam, kapal kita hampir terbalik. Semua udah pada terbalik. Saya sampai pakai jaket pengaman. Waktu itu saya sama kakak saya. Kali itu kita berdoalah. Karena itu gelap kan. Kita semua udah pakai jaket. Karena ombaknya udah di atas kapal. Itu udah terbalik semua. Saya lagi tidur jatuh karena kapal sudah miring. Itu pengalaman yang tak terlupakan. Tidak berapa lama kemudia kapal jalan lagi." kenangnya.
Kendati pernah punya pengalaman menegangkan di laut, Rosan justru melihat bahwa laut yang luas dan dimiliki Indonesia, bisa menjadi peluang besar mendongkrak sektor pariwisata dan sektor penunjang lainnya.
"Kalau dijadikan serius bisa jadi peluang baik dari pariwisata maupun sektor penunjang lainnya. Karena saya selalu bilang. Kita negara kepulauan tapi, contohnya Singapura yang tidak punya pulau, dia punya empat dermaga besar untuk kapal-kapal mewah. Di kita ada berapa, sebutin, satu pun belum ada yang bertaraf internasional. Minimal kita harus punya 10 dermaga lho. Sarana dan prasarananya saja belum dibangun. Di kita, kapal yang ada benderanya Singapura atau Malaysia. Karena kepengurusan disana udah jelas dan nggak ribet. Simpel aja. Regulasinya jelas. Kan sayang itu." tutup Wamen Rosan.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H